Mohon tunggu...
Arven Rizki
Arven Rizki Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

ini aku..ini duniaku...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Ayah, Aku Bisa!"

9 Januari 2012   05:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:08 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perjuanganku dimulai hari ini. Babak kualifikasi. Selalu berdoa, berusaha dan focus. Itu kunciku hingga aku berhasil lolos dari kualifikasi. Babak-babak selanjutnya sama. Kuhadapi dengan mudah, 2 set langsung. Seperti yang sudah ku duga. Ayah tak lagi dating melihatku. Ayah tak datang di semi final ini. Kepercayaanku semakin memudar. Tapi untunglah. Aku masih di beri kesempatan melewati babak ini dengan baik.

Kamis, dua desember 2010.

Kali ini adalah penentuan perjuanganku slama ini. Takkan ku biarkan emas lari dari genggamanku. Final !

Akan ku buktikan bahwa aku bisa. Doa ibu, ayah, sahabta, teman semua menyertaiku dalam langkah pastiku. Masih ku tunggu kehadiran ayah di tempat ini. Tapi tak kunjung kulihat parasnya. Aku mulai sadar. Ayah takkan dating lagi. Aku sadar. Ayah tak lagi menginginkanku mengambil langkah ini. Harusnya aku ada di sekolah saat ini. Belajar agar aku menjadi yang terbaik. Agar aku bisa membanggakan beliau !

Sesaat sebelum aku memasuki lapangan, kupandangi tribun di belakangku. Ada Ibu yang setia disana, ada Doni (sahabatku) yang juga duduk disana yang baru saja menyabet emas pencak silat tingkat nasional, ada juga rara (sahabatku) yang meninggalkan latihan panahan hari ini demi aku. “Aprilia Luna” namaku telah dipanggil. Aku bersiap bangun dari dudukku. Kulihat lagi tribun di sebelah ibu. Ayah tak juga ada. “ayah, aku janji, akan ku buktikan yang terbaik disini!” ucapku lirih sesaat sebelum masuk lapangan.

Perjuanganku kali ini tak semudah yang ku bayangkan. Erina bermain bagus hari ini. Butuh 43 menit untuk mengakhiri pertandingan ini. Dan point terakhir berhasil saat service dinyatakan fault oleh wasit. Saat bersamaan pula ku dengar teriakan Doni dan Rara yang melengking. Aku menangis seketika. Sangat sangat bahagia dengan ini. Tak pernah ku bayangkan podium tertinggi di event terbesar pertamaku.

Upacara penyerahan medali telah usai 15  menit yang lalu. Aku kembali ke pelukan ibu. Duduk di sebelah ibu, Doni, Rara, dan Ayah. “Ayah??”   “ayah datang??” tanyaku tak percaya.

“Ayah…ayah, aku bisa !” ucapku sembari memeluk erat tubuh ayah. Tak bisa ku sembunyikan air mata kebahagiaan ini. Tak ku sadari, ayah mulai menitikan air mata yang jatuh membasahi pundakku.

Dan untuk pertama kalinya, ku raih kemenangan ini dengan kebahagiaan yang utuh..

‘Ayah, aku bisa !’

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun