Usiaku mulai bertambah. 13 tahun umurku saat itu. Aku berhasil masuk di SMP favorit di daerahku. Semakin tinggi jenjang pendidikanku, semakin susah pelajaran yang kuterima. Tapi aku masih mampu mempertahankan ‘juara kelas’ sampai detik itu. Di tahun ini pula, aku sudah mengikuti berbagai kejuaraan bulutangkis. Aku juga sudah merebut beberapa gelar juara dalam pertandingan itu. Bahagia memang. Tapi, rasa bahagia yang harusnya ku dapat, belum kudapat sepenuhnya hingga detik ini. Ayahku… aku tak mengerti tentang beliau. Sampai saat ini pula, beliau belum pernah duduk di tribun menyaksikanku bertanding. Yaa…memang, saat itu ayah mengatakan padaku bahwa ia ingin aku lebih focus saja ke pelajaran. Lebih berprestasi saja ke pelajaran. Tapi, aku sudah terlanjur terjun di dunia bulutangkis ini. Dan itu membuatku susah untuk menghilangkan rasa cinta ini.
Ibuku hanya seorang penjahit. Sedang ayah hanya seorang penjual pupuk yang penghasilannya tak seberapa. Tapi percayalah, aku selalu bangga dengar mereka. Aku bangga dengan mereka yang telah membesarkanku hingga sekarang. Tapi terkadang, rasa kecewa juga ku rasakan di hati ini. Kecewa mengapa aku tak pernah merasakan kemenangan utuh dengan ayah di sampingku.
///////
Latihan hari ini dimulai lebih awal. Dengan terpaksa harus langsung ketempat latihan sepulang sekolah. Berlatih, sharing, berlatih lagi. Seperti itulah rutinitasku setiap sore. Kali ini, pelatih menyampaikan pengumuman tentang sirnas semarang. Sirnas semarang ? hal yang aku tunggu-tunggu dating juga. Pelatih mulai membacakan nama pemain yang mewakili club kami. “Luna Aprilia” namaku tercantum dalam daftar itu. Tak bisa kubayangkan rasanya. Event terbesar pertamaku. Bagaimana kusampaikan ini pada ayah ?
Langkahku semakin berat mendekati rumah. Jantung mulai berdebar tak karuan. Aku mulai masuk rumah dengan pikiran tak tentu. Aku duduk di samping ayah.
“Yah, tadi ada pengumuman tentang sirnas semarang. Aku terpilih mewakili clubku akhir bulan depan.”
“Bagus itu. Latihan yang serius. Jangan mebuat kecewa orang lain.”
“Ayah mau datang melihatku kan ?” tanyaku dengan nada yang tertahan.
“Ayah usahakan.”
Lagi. Jawaban yang sama . Akankah sama dengan pertandingan yang sudah-sudah ?
Waktu berlalu begitu cepatnya. Saat yang kutunggu-tunggu dating juga. Sirnas semarang telah didepan mata. Untuk hari ini sampai hari-hari selanjutnya, terpaksa aku absen sekolah.