Mohon tunggu...
Arvan Pradiansyah
Arvan Pradiansyah Mohon Tunggu... -

Inginkah Anda memiliki Tools untuk menjadi pemimpin yang Efektif ? | Ikuti Workshop "You Are A Leader" 19 Maret 2014. Hub ILM 0213865088

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Curiosity

29 Mei 2015   14:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:28 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu kebiasaan saya adalah menyapa orang-orang  yang duduk di sebelah saya dalam sebuah penerbangan. Malam itu dalam penerbangan Jakarta – Hongkong, di seberang  saya duduk Chris John, petinju yang sedang melambung namanya di tanah air. Setelah berbasa basi sejenak, saya bertanya kepadanya apakah ia akan mengikuti kejuaraan di Hongkong. “Kebetulan tidak,” ujar Chris ramah, “Saya akan berlibur ke Beijing bersama istri saya, “ katanya lagi seraya memperkenalkan istrinya yang duduk tepat di sebelahnya.

Yang menarik, setelah bercerita sedikit mengenai dirinya, giliran Chris yang bertanya pada saya kemana tujuan akhir penerbangan saya. “Saya akan pergi ke New York,” kata saya.

“Oh ya,” ujarnya, “Acara apa yang Anda ikuti di New York?”

“Saya akan mengikuti konferensi ” ujar saya lagi

“Dalam bidang apa Anda bekerja?” ujarnya

“Saya pembicara publik dan konsultan SDM” kata saya

Saya merasa orang ini  cukup menarik untuk diajak berkomunikasi. Setelah pembicaraan singkat tadi masih ada beberapa pembicaraan kecil hingga akhirnya kami berpisah di bandara Hongkong.

Mungkin Anda bertanya, apa perlunya  saya bercerita mengenai pertemuan saya dengan Chris John? Jawabnya, karena ini suatu hal yang menarik. Saya telah cukup sering mengalami pertemuan di pesawat seperti ini dengan berbagai public figure, ada menteri, pengusaha terkenal, gubernur, pejabat pemerintah, artis, pimpinan perusahaan. Kami duduk bersebelah-belahan dan seperti biasa sayalah yang selalu memulai percakapan dengan ice breaking kecil. Namun pembicaraan sering kali hanya berlangsung satu arah: saya bertanya dan mereka menjawab.

Para figur publik yang saya jumpai itu juga sering kali hanya menjawab pertanyaan saya sekenanya. Jawaban mereka biasanya pendek-pendek, dan dari bahasa tubuhnya saya menangkap keengganan mereka untuk berkomunikasi lebih lama lagi. Akhirnya setelah berbasa basi sejenak kami biasanya melalui waktu dalam keheningan.

Saya tidak ingin membuat generalisasi, tapi dari pengalaman itu saya berani menyimpulkan bahwa para figur publik yang bersebelahan dengan saya di pesawat itu memiliki pandangan yang saya sebut sebagai “You must know me” syndrome. Dan mereka merasa tak pernah bertanya sama sekali mengenai siapa saya, mungkin karena mereka memang merasa tak perlu mengenal saya. Padahal kalau saja mereka tahu bahwa saya bisa mempromosikan mereka – paling tidak — dengan tulisan di majalah ini saya yakin mereka pasti akan menanggapi saya dengan lebih baik.

Yang ingin saya katakan adalah bahwa keingintahuan (curiosity) sesungguhnya menunjukkan keperdulian kita kepada orang lain. Orang yang peduli pasti ingin tahu mengenai apa yang dilakukan oleh orang lain. Sebaliknya kalau kita tidak ingin tahu apa yang dilakukan orang lain itu sesungguhnya sebuah bukti nyata ketidakperdulian.

Coba saja bayangkan kalau suatu ketika Anda bertemu dengan seseorang  yang Anda kagumi. Apakah Anda akan bertanya banyak hal kepadanya? Saya yakin, anda pasti akan bertanya kemana ia akan pergi, apa yang akan ia lakukan, dan sebagainya. Tapi pernahkah Anda bertemu seseorang dan tidak bertanya apa-apa kepadanya? Pasti karena Anda tidak tertarik dengan orang tersebut bukan?

Orang yang baik adalah orang yang selalu tertarik kepada orang lain. Dia selalu tertarik karena beranggapan setiap orang itu unik dan menarik. Orang seperti ini adalah orang yang ingin berteman dengan orang lain atas dasar saling menghormati dan saling menghargai. Orang ini menganggap dirinya setara dengan orang lain. Orang ini tidak sombong dan menempatkan dirinya dalam posisi saling membutuhkan dengan orang lain.

Keingintahuan – tentu saja — dalam porsi yang wajar sesungguhnya adalah bentuk keperdulian dan perwujudan rasa cinta kepada sesama. Keingintahuan akan membuat orang lain merasa dianggap dan diperhatikan.

Saya jadi teringat acara reuni berdua dengan seorang teman yang sudah tidak bertemu dengan saya selama 30 tahun. Suatu ketika entah dari mana datangnya – ia menghubungi telepon seluler saya. Tentu saja saya sangat senang mendapatkan tawaran untuk bertemu.  Apalagi terakhir kali kami bertemu adalah ketika masih duduk di bangku sekolah dasar. Saya menunggu-nunggu pertemuan tersebut dan ketika waktunya tiba saya menjumpainya dengan penuh semangat.

Namun setelah pembicaraan berlangsung lebih dari setengah jam, saya mulai dilanda perasaan resah. Pasalnya, kawan saya ini sama sekali tak pernah bertanya mengenai saya. Ia terlalu sibuk berbicara mengenai dirinya, apa yang dilakukannya dalam 30 tahun terakhir ini, pengalaman-pengalaman menariknya dan sebagainya. Awalnya saya banyak bertanya dan mendengarkannya dengan penuh perhatian. Namun setelah lewat 30 menit dan dia tidak bertanya sepatah katapun mengenai saya, keinginan saya berbicara dengannya tiba-tiba menjadi menurun. Sampai pertemuan itu berakhir ternyata dia memang sama sekali tidak bertanya apapun mengenai diri saya.

Sejak saat itu saya masih beberapa kali lagi menerima smsnya untuk pertemuan berikutnya. Tetapi keinginan saya untuk bertemu lagi dengannya sudah menurun secara drastis.

Seorang kawan saya yang lain punya kebiasaan yang unik. Kalau baru masuk kantor setelah liburan panjang, ia selalu menceritakan pengalaman liburannya kepada setiap orang yang ia jumpai di kantor. Anehnya ia sama sekali tak tertarik untuk menanyakan pengalaman liburan orang lain. Kebutuhannya hanyalah untuk bercerita. Sudah barang tentu kawan-kawannya berangsur-angsur menjauhinya.

Keingintahuan sesungguhnya bukanlah hanya sebuah perilaku. Ia adalah paradigma dan cara hidup. Ia menjelaskan bagaimana kita memandang dan memperlakukan orang-orang di sekitar kita. Keingintahuan sesungguhnya adalah bukti keperdulian, sebuah tanda cinta.

oleh Arvan Pradiansyah, penulis buku bestseller The 7 Laws of Happiness.

Majalah SWA, Juli 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun