Semua agama di dunia mengajarkan ke- pada setiap umatnya untuk saling mengasihi dan menghormati pemeluk agama lain. Namun realita yang terjadi dalam sejarah umat manusia, agama sering dijadikan dalih untuk membantai pemeluk agama yang lain. Masih segar di dalam ingatan kita betapa berdarah-darahnya saudara- saudara kita bertikai atas nama agama, seperti di Ambon dan Poso. Semua konflik ini terjadi karena fanatisme sempit, dan kecurigaan yang berlebihan terhadap pemeluk agama lain.
 Kenyataan bahwa unsur-unsur keagamaan dijadikan sebagai pemicu serentak sasaran konflik, baik pada tingkat lokal dan nasional maupun internasional akhir-akhir ini, tentu memprihatinkan dan mencemaskan banyak orang, terutama bagi kita bangsa Indonesia umumnya dan masyarakat Maluku khususnya, yang berciri majemuk. persaudaraan, kekeluargaan, kerukunan, perdamaian dan ketenteraman serta kebersamaan, persekutuan dan kerjasama akan terancam, terganggu dan merosot. Timbul kecemasan akan konflik, kekerasan, perpecahan dan kehancuran yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Cukup banyak orang cemas akan ancaman terhadap kesatuan dan persatuan bangsa, atau akan terjadi- nya disintegrasi bangsa, yang dipicu dengan isu agama.
 Karena itu, untuk mencapai kerukunan beragama yang harmonis, kiranya dialog antar umat beragama perlu diadakan secara intensif agar tercipta saling pengertian antar komunitas agama Saling pengertian itu akan memungkin kan antar kelompok saling menghormati. Keadaan itu pada gilirannya akan menumbuhkan dan mengembangkan sikap toleran serta memantapkan kerukunan antarumat beragama.
 Dialog antaragama itu hanya bisa dimulai bila ada keterbukaan sebuah agama terhadap agama lainnya Persoalannya mungkin baru muncul bila kemudian mulai dipersoalkan seca ta terpermet apa yang dimaksud keterbukaan itu, segi segi mana dari suatu agama yang me mungkinkan dirinya terbuka terhadap agama lain, pada tingkat mana keterbukaan itu dapat dilaksanakan Lalu, dalam modus bagaimana keterbukaan itu bisa dilakukan
 Barangkali penyelesaian konflik antar umat Bergama harus dimulai dengan menghi langkan rasa saling cunya dan dendam antar sesama Kalau kecungaan dan dendam bisa di hilangkan harilah melangkan pada dialog yang elektif yang melibatkan semua lapisan masyara kat. Dialog tersebut sesungguhnya bukan lagi terbatas pada tokoh-tokoh agama, namun lapisan masyarakat bawah. Tokoh-tokoh agama sesungguhnya sudah sejak lama menjalin dialog agama, namun belum teraktualisasikan pada lapisan bawah. Bahkan yang lebih memperihatinkan lagi, wibawa tokoh-tokoh agama tampaknya sudah semakin berkurang dihadapan umatnya. Ini bisa dilihat dengan adanya keengganan umat mengikuti himbauan tokoh-tokoh agama. tatkala terjadi konflik, tokoh-tokoh agama sudah meng- himbau umatnya masing-masing untuk rukun namun kenyataannya konflik terus berkepanjan
gan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H