Ruang Belajar
Haryo Kunto, dalam buku "Semerbak Bunga di Bandung Raya" juga menulis tentang Gunung Manglayang.Â
Kunto menulis saat itu di tahun 1980, banjir mulai melanda kota Bandung salah satunya karena penggundulan pegunungan dari Tangkubanparahu, Burangrang, dan Manglayang untuk orang kota termasuk pejabat pemerintah (Kunto mengutip, Tempo, 1 September 1984).Â
Bila kita membuka lembar sejarah, upaya melestarikan alam pegunungan telah dimulai di tahun 1921 oleh Komite Pelestarian Alam Bandung di bawah pimpinan Dr. van Leeuwen (Lih. Kunto, hlm. 147-148).Â
Kunto pun mencatat dahulu kala Bandung merupakan kota yang dikelilingi rangkaian Gunung indah, dari arah timur Gunung Manglayang (1611 m), Gunung Tampomas (1683 m), Gunung Jaya (2416 m), Gunung Papandayan (2660 m). Disambung lagi dari selatan ke arah barat Gunung Kendang (2607 m), Gunung Masigit (2076 m), Gunung Dayeuhluhur (1010 m), dan Gunung Lalakon (970 m) (Lih. Kunto, hlm. 368).Â
Barangkali rangkaian Gunung tersebut di tahun 2022 ini tak bisa lagi dilihat dari kota Bandung secara utuh. Hal ini karena Bandung saat ini telah di kepung gunung-gunung buatan manusia berupa gedung-gedung tinggi atau warga Bandung pun tak sempat lagi melihat ke arah pegunungan karena lalu lintas kota yang padat. Namun, berbagai upaya warga kota untuk memelihara narasi-narasi kota pun tetap ada di tengah perkembangan zaman yang tak terelakan.Â
Beberapa kelompok seperti, Kelompok Riset Cekungan Bandung yang berdiri 12 Desember 2000 menjadi sebuah ajang ilmiah akademik untuk terus menggali kekayaan Bandung dari aspek Geologi.Â
Tentu karya Haryo Kunto merupakan sebuah karya monumental kota ini yang harus perlu terus ditulis kembali oleh generasi berikut untuk menjaga ruh kota terus hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H