Memutuskan tidak mempunyai anak, apakah salah? Memeriksa dan merefleksikan alasan merupakan cara paling mudah untuk melihat apakah pilihat itu lahir dari kehendak bebas atau karena ketakutan terhadap sesesuatu yang lain. Apakah itu perkara having atau being? Pertimbangan atau mungkin ketakutan bila mempunyai anak bahwa anak akan menambah beban ekonomi, ketakutan bahwa anak mewarisi penyakit bawaan dari orang tua (alasan medis) dan berbagai alasan lain bisa diendapkan. Bila atas dasar ini orang memilih untuk tidak mempunyai anak maka kita hanya melihat hidup itu hanyalah persoalan "problem" semata.
Dan bila pertemuan perjumpaan pria dan wanita adalah karena "cinta" yang dipelihara dalam keluarga maka sisi misteri  juga menjadi bagian darinya.  Bila hanya karena pertimbangan ilmiah di atas kita memutuskan maka kita sejatinya bukanlah manusia yang memiliki kehendak bebas itu. Kita telah dibelenggu oleh pertimbangan-pertimbangan yang tidak hakiki berkaitan dengan hidup itu sendiri. Bukankah ini pertanda kita bukan manusia yang memiliki kehendak bebas?
Hidup tetap menjadi keterbukaan, keluasan dan kegembiraan. Ia adalah ketakterdugaan. Ia semacam "eureka" dan dalam anak itulah dimensi eureka sekaligus admiration itu dirayakan.
Kembali pada kisah Hawking di atas bila ia memilih bunuh diri di usia 20 tahun, betapa kita kehilangan kisah-kisahnya yang mengubah dunia.
Hidup itu misteri dan anak adalah bagian eksitensial meng-ada-nya manusia. Dan ziarah kemanusiaan (Manusia adalah makhluk peziarah/homo viator) akan berlanjut dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H