Hujan begitu deras sejak subuh mengganti malam mengiringi alih muka Dewa Janus. Ini tahun pertamaku di kota ini. Sekiranya aku diterima di Program Pascasarjana, berarti lebih dua tahun aku akan menetap di rumah adik Ibuku. Bulan pertama masehi ini sekedar datang mendaftar. Misalnya aku diterima di kampus itu, bulan September nanti barulah aku memulai kuliah. Dan katanya ada kegiatan matrikulasi pra kuliah dan wajib diikuti. Jadwal setelah ramadhan usai, menjelang bulan Juni berakhir.
Aku sebenarnya tak pernah merayakan tahun baru pasca hijrahku., sejak kelas XII di SMA dulu. Sejak aku ikut tarbiyah dan aktif di organisasi 'Siswa Pecinta Mushallah', mungkin 6 tahun yang lalu. Resepsi Anno Domini kali ini aku hadiri, bukan untuk merayakannya. Aku hadir untuk memperkenalkan diri kepada warga kompleks bahwa kelak aku akan menjadi bagian dari mereka. Itu saja tak lebih, pun ketika acara makan bersama tak kuikuti. Malam ini aku memaki jilbab hijau. Aku hadir di tanah lapang itu ketika sudah ada beberapa kepala keluarga memperkenalkan anggota keluarganya. Datang sebelum Pak Ihsan memperkenalkan anggota keluarganya. Datang sebelum Pak Ihsan memperkenal anaknya yang bernama Atma Nur Ihsan yang tak lama lagi akan menjadi magister. Setelah pamanku yang didaulat menjadi Ketua RT memberi sambutan, aku memilih kembali bersama sepupuku yang masih kelas XI SMA. Sesampainya di rumah aku tuliskan serapahku dan kubagikan via screenshoot di whatsapp.
"Pikirku tentang malam ini akan Dewa Janus milik mitologi Romawi yang sumringah. Dua mukanya diselimuti bahagia. Diantara para dewa, mungkin hanya Dewa Ra dari Mesir yang kehilangan cemburu. Malam ini ada seremoni, ada altar sesembahan yang tertata rapi, pun sesajen yang mewah. Dewa Janus ..., ingin kutampar dua wajahmu itu. Aku kasar ya? Biarlah, kamu pun dewa munafik dan tak becus.
Ini pertama kali wajahmu kupandang di tanah ini. Tanah yang ratusan kilo meter jaraknya dengan tanah kelahiranku, tanah dimana ayah ibuku masih setia menantiku. Aku mengenal sejarahmu Dewa Janus, Numa Pompillus di tahun 717 BC yang memasukkan namamu dalam penanggalan. Dirimu bersama Dewa Pemurnian, Februus, mengabadi dalam kalander. Â Itu demi menjadikan penanggal masehi dari 10 bulan menjadi 12 bulan. Alasan Raja Kedua Romawi memasukkan namamu tak ilmiah, sekiranya Raja Julius Caesar tak membantah anomali perhitungan hari pada abad 47 SM mungkin manusia sekarang tak paham kehadiranmu.
Malam ini aku ingin cepat tidur, semoga Ilahi Rabbi membangunkanku. Aku ingin tahajjud dan kemudian menonton Athirah di salah satu telivisi swasta nasional. Mungkin dari cerita tentang Ibu Wakil Presiden bisa memberiku inspirasi tentang keteguhan wanita menjaga cinta dan kesetiaannya. Aku bisa belajar tentang egape, philia dan amos. Aku ingin lelap segera, semoga dentum petasan dan kembang api tak mengusik lelapku...."
*****
Hari ini aku akan ke kampus untuk mengambil formulir pendaftaran. Dari jadwal yang saya lihat di website milik kampus itu bahwa hari Senin tanggal 8 Januari pendaftaran untuk gelombang pertama sudah dibuka. Aku memilih lebih awal agar berkas yang dibutuhkan tak membuatku kalang kabut mengurusnya. Sepanjang hari setelah tahun baru, aku hanya menghabiskan hari-hariku bersama sepupu yang lagi libur sekolah dan menemati tante memasak. Itu saja keseharianku beberapa hari yang lalu.
Aku janjian dengan teman kelasku sewaktu S1 untuk mengambil formulir, janjiannya pagi diwaktu malamnya tapi pagi dia batalkan. Nanti setelah salat zuhur baru ketemu di kampus katanya. Aku meng-iya-kan saja. Setidaknya ada yang menemaniku di kampus tersebut nanti. Jarak kampus dengan kediaman pamanku, menurut adik sepupu hanya berjarak lima atau enam kilo meter saja. Tergolong dekat, lebih jauh kala mengikuti aksi long March kasus penistaan agama tahun lalu.Â
Sesudah kudirikan salat zuhur, kusegerakan diriku berangkat. Sesampainyai di kampus, batang hidung kawanku belum terlihat. Aku masih bingung di ruang mana tempat mengambil formulir, sedang ada tiga gedung dalam kampus pascasarjana itu. Ada dua gedung hanya berlantai dua, satunya lagi lebih tinggi bangunnya dari dua bangunan sebelumnya. Aku memasuki gedung yang lebih tinggi dari gedung lainnya. Tak kutemui juga temanku, padahal janjinya ketemuan di kampus ba'da zuhur nanti. Kulihat ada tempat duduk yang banyak dengan televisi tertempel di tengah dinding, mungkin ini ruang tunggu milik kampus ini. Sayangnya hanya ada satu kursi yang masih kosong. Kuberanikan diri ke tempat itu.
Saat ingin duduk, kulihat lelaki yang sama dengan anak Pak Ihsan seminggu lalu di tanah lapang di acara tahun baru. Aku menyapanya, ia hanya mempersilakan aku duduk di kursi itu tanpa menoleh. Ia lebih asyik di menonton analisis politik tahun 2018. Nanti ketika ikla mengambil alih acara itu, baru ia menoleh kepadaku. Ada kekagetan di raut mukanya. Aku balas dengan senyuman. Aku menatapnya. Dia mengenalku.
Ia mengantarku ke ruangan pengambilan formulir dan sebelum ia berlalu dariku karena ia harus menemui Bapak Asisten Direktur Akademik katanya, meminta tandangannya, dia memintaku untuk menunggunya setelah urusanku selesai. Tapi permintaannya tak aku penuhi. Setelah dia berlalu dari penglihatanku, kawan yang kutunggu pun datang. Dia lebih paham kampus ini dibanding saya. Tak sampai setengah jam aku meninggalkan kampus itu. Aku dan kawanku memilih menghabiskan siang ke salah satu gerai buku terbesar yang ada di mall tak jauh dari kampus ini. Mungkin saja ada novel menarik dan sesuai dengan kondisi keuanganku akan aku beli. Novel untuk bacaanku selama ada di kota ini. Lama aku membaca beberapa sinopsis novel hingga aku melihat pemuda itu lagi. Dan aku menyapanya.