Mohon tunggu...
Zahir Makkaraka
Zahir Makkaraka Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dalam segala hal

Lagi mencari guru dan tempat berguru!!!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Salam Siang Padamu yang Tak Sempurna (IX)

30 April 2016   09:48 Diperbarui: 30 April 2016   10:53 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang merangkak perlahan meninggalkan pagi. Pelan-pelan dan senyap hingga tak terasa pagi menjauh dariku dan siang bertandang, bertahta seketika. Sedang dalam ketidaktahuan pagi tertanggalkan,  aku kesigapan dalam segala hal tentangmu. Sadarku menyegerakan ruang dan waktu untukmu, tapi sayang kali ini aku silaf tentang pagi yang akan menjauh pergi. Pagi telah tanggal dan aku tinggal dalam ketunggalan diri menghayatimu. Iya, pagi akan tiada tapi tentangmu meruah mengada.

Lalu aku hilang orientasi, bicara tentang pagi yang pergi,  atau siang yang datang bertandang, atau mungkin tentangmu. Entahlah...., tiga entitas itu menarik aku dalam pusaran untuk kuluapkan dalam rupa-rupa cerita atau puja-puji. Relasi antara ketiganya telah menjadi gemul untuk kujadikan sanjungan. Aku tak punya kuasa dalam kendali atas setiap entitas maupun relasinya, aku hanya punya mampu tersemu menghadapinya. Pagi yang menyiapkan ragaku dalam kedamaian, siang yang menegakkan semangatku, dan engkau..........

Ah..., hilang deskripsiku tentangmu. Ekspositoris tak cukup kuat untuk kusaji, apalagi sekedar narasi.

Pagi menyajikan ruang untuk kita bercerita, pun siang kadang menyelak cerita untuk kita. Ibarat spora; tentangmu bertebaran mengisi waktu-waktuku, tak mengenal musim. Pagi dan siangku telah menjadi taman bungamu, dan anehnya aku bahagia memandanginya. Menikmati embun yang bergulir didedaunannya yang kemudian jatuh ke tanah dikala pagi atau saat siang kuseruput wanginya. Itu aku kini dalam dekapan pagi, siang, dan dirimu.

Siang pun aku tak sadari telah sedikit jauh langkahnya mengiringiku, seperti halnya pagi, dalam naifku tak sempat kuucapkan salam. Selagi sadar masih berberkas, tak ingin kulewatkan lagi tak menyapa siang dan dirimu. Aku tahu, tak cukup dengan salam sebagai ungkapan rasa bahagia dan syukurku telah memiliki siang dan pula dirimu yang akan kumiliki tapi saat ini itu hanya mampuku kini. Salam siang padamu yang tak sempurna!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun