Mohon tunggu...
Zahir Makkaraka
Zahir Makkaraka Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dalam segala hal

Lagi mencari guru dan tempat berguru!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Valentinsiana] Rindu Terlarang

14 Februari 2014   14:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:49 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peserta No. 10 - Zahir Makkaraka & Febby Litta

Dalam hening malam

Kudengar detak jantungku berpacu

Bertalu-talu seperti percusi yang dipukul dengan syahdu

Hanya karena mengingatmu

Apakah ini yang dinamakan rindu?

***

Karin terbaring gelisah di ranjangnya. Berkali-kali dia mengubah posisi tidurnya berusaha menemukan posisi yang nyaman. Diliriknya jam biru elektrik yang menempel di dinding.Sudah hampir tengah malam. Matanya belum juga bisa terpejam. Susah sekali baginya untuk memejamkan mata.

Lelah mencoba, Karin beranjak dari ranjangnya. Dilangkahkan kaki kecilnya menuju dapur. Menyalakan kompor, lalu merebus air untuk menyeduh susu. Berharap secangkir susu hangat bisa memudahkannya untuk terlelap.

Dengan duduk meringkuk disofa, Karin menyesap minumannya sedikit. Angannya melayang pada kejadian setahun lalu. Kejadian yang membuatnya gelisah sepanjang malam.

“sial!”, umpatnya lirih. Kalau saja dia lebih konsisten pada logikanya, hal ini tak mungkin terjadi.

Gadis jenis apa yang berani menjatuhkan hatinya pada pria beristri? Gadis bodoh yang mudah tertipu bujuk rayu. Atau gadis lugu yang baru mengenal pria dan apesnya pria yang sudah sangat berpengalaman. Bisa jadi gadis matre yang mudah jatuh cinta pada pria berdompet tebal. Mungkin juga gadis abnormal yang merasakan kepuasan batin ketika menjalin hubungan dengan pria beristri.

Dan dia memang bodoh. Bukan hanya jatuh hati tapi juga berani menyatakan perasaannya. Idiot bukan?

Bima. Pria yang telah mengambil hatinya, salah satu penghuni kamar kost di rumahnya. Pria biasa dengan senyum yang luar biasa. Senyum yang mampu membuat langitnya terlihat lebih biru. Membuat harinya lebih ceria dan senyum selalu mengembang dibibirnya.

Entah bagaimana awalnya, mereka bisa akrab. Mungkin berawal saat itu, ketika dia sedang termenung sendiri di teras rumahnya. Bima datang menyapanya, menawarkan diri untuk membuatnya tersenyum.

“aku bisa membuatmu tersenyum lagi kurang dari 5 menit”, katanya dengan senyum mengembang.

“hmmm…”, Karin menjawabnya dengan malas.

“kunyanyikan sebuah lagu untukmu”

“lagu apa? Lagu-lagu manis yang sok romantis? Basi!” jawabnya sinis.

“Hahahaaa… dengarkan. Lagu special. Lagu super romantis. Lain dari yang lain”

Bima mulai bernyanyi…

Gundul-gundul pacul cul kemlelengan

Nyunggi nyunggi wakul kul kemleletan

Wakul ngglempang segone dadi sak latar

Wakul ngglempang segone dadi sak latar…

Karin terkekeh kekeh melihat aksi Bima yang menyanyi dan menari berputar-putar. Tertawa lepas hingga perutnya terasa sakit. Lagu gundul pacul, dinyanyikan oleh pria gundul.

Sejak itu mereka semakin dekat. Bima hampir selalu bisa membuatnya tertawa dengan humor segar dan tingkah lucunya.

Bagaimana dia bisa menghindar dari pria jenis itu??

Hari-hari berlalu, tak mampu lagi dia menahan. Dia telah jatuh hati. Dibulat-bulatkan tekadnya untuk terus terang. Dengan kesadaran penuh bahwa mereka tidak mungkin bersatu. Lebih baik sekarang daripada tidak tersampaikan lalu malah membuatnya gila.

“kembalikan hatiku!”

“apa?”

“kembalikan hatiku, kembalikan logikaku, kembalikan aku seperti dulu sebelum mengenalmu. Aku benci aku yang sekarang. Aku benci mengingatmu setiap waktu. Aku benci mengharapkanmu. Tolonglah aku. Aku pikir…. aku mencintaimu ”, Karin menutup mukanya dan terisak.

Bima terdiam. Hening. Hanya isak Karin yang terdengar. Tanpa kata lagi, Karin berlari menuju kamarnya. Meluapkan tangisnya.

Keesokan paginya, ketika Karin terbangun. Tak ditemukan Bima di rumah. Bima telah pergi kata simbok, pindah tugas ke kotanya kembali. Hanya sepucuk surat yang ditinggalkan Bima untuknya.

“Maafkan aku. Seharusnya aku menjaga jarak darimu. Seharusnya aku tak membuatmu jatuh hati. Seandainya aku tau bagaimana mengembalikanmu seperti dulu. Tapi aku tak tau. Harapanku, waktu akan mengembalikan segalanya seperti semula. Hiduplah dengan bahagia.”

Bima

Sekian lama waktu telah berlalu. Tapi sang waktu belum juga mengembalikan keadaan seperti semula. Karin masih tetap gelisah dalam malamnya. Merindukan Bimanya, rindu yang terlarang untuk kugenggam.

************

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dengan judul :Inilah Hasil Karya Peserta Event Fiksi Valentine.Dan,Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun