Mohon tunggu...
Zahir Makkaraka
Zahir Makkaraka Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dalam segala hal

Lagi mencari guru dan tempat berguru!!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ramadhan & Perempuan

11 Juli 2013   14:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:42 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, Allah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do’a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan Dia membangga-banggakanmu kepada malaikat-Nya, maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang-orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini.” (H.R. Ath Thabrani, dan periwayatnya tsiqah).

Ramadhan kembali menyapa, segala kegembiraan segenap bertumpah ruah. Bagi insan yang masih melekat iman di dadanya, ramadhan adalah momentum perbaikan diri (ajang muhasabah), karena ramadhan bulan kemuliaan. Dalam beberapa hadits disebutkan bahwa ramadhan adalah bulan penyucian jiwa, bulan penuh ampunan, bulan penuh rahmah, dan beberapa keistimewaan lainnya. Kegiatan utama dalam ramadhan adalah puasa, dan ini merupakan kewajiban bagi umat yang beriman (QS. Al-Baqarah: 183). Tak kenal laki-laki atau perempuan, remaja hingga kaum tua, selama rukun dan syaratnya terpenuhi, wajiblah melaksanakan puasa. Keutamaan ramadhan semakin sempurna dengan keutamaan puasa. “Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Hadits Muttafaq ‘Alaih).

Ada hal yang menarik untuk kita telaah lebih jauh tentang posisi perempuan dalam ramadhan. Bukan karena dorongan "Semangat Patriarki" alasan lahirnya tulisan ini, tapi saya hanya ingin mengungkap sedikit makna ramadhan terhadap perempuan. Karena kita sudah mahfum bahwa dalam peribadatan, beberapa dalil naqli dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits mengabarkan keringanan-keringanan kepada perempuan saat menjalankan syariat agama. Hal ini memberikan isyarat kepada kita bahwa islam sangat memuliakan perempuan, tidak sebagaimana yang dipersepsikan kaum islamiphobia.

A.  Hukum perempuan melaksanakan puasa

Puasa dan ramadhan senantiasa berkaitan erat, begitupun perempuan. “Islam itu dibangun atas lima perkara: syahadat Laa Ilaaha Illallaah wa Anna Muhammadan ‘Abduhu wa Rasuluhu, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, haji ke Al-Bait (Ka’bah) dan puasa Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih). Berdasarkan hal tersebut, maka seseorang yang telah mencapai masa baligh dan memenuhi syarat-syarat taklif (pembebanan syariat’ padanya) wajib untuk melaksanakan perintah puasa Ramadhan ini, baik laki-laki maupun perempuan.

Dalam melaksanakan puasa dibulan ramadhan, ada kondisi yang menyebabkan perempuan dikenakan hukum pengecualian (lihat QS. Al-Baqarah: 184-188). Dalam fiqih perempuan tentang puasa, ada sebab khusus yang menyebabkan pengecualian hukum, seperti haid (hadits diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim), hamil dan menyusui (“Sesungguhnya Allah Ta’aala meletakkan puasa dan seperdua shalat dari seorang musafir dan (meletakkan) puasa dari wanita yang hamil atau menyusui.” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy no. 715, Abu Daud no. 2408, dan Ibnu Maajah no. 1667 dari Anas bin Maalik Al-Ka’by).

B. Ramadhan, perempuan dan semangat konsumerisme

Ada hal menarik ketika ramadhan dan puasa datang, antusiasme beribadah begitu tinggi. Tak kenal gender dan status sosial, semua diliputi efouria. Semangat seirama dengan sebuah hadits yang menyebutkan "Barang siapa yang menyambut ramadhan dengan penuh kegembiraan, maka diharamkan jasadnya dari api neraka". Tidak ada yang salah dengan kegembiraan itu, yang menjadi problem ketika kegembiraan itu disusupi sifat riya.

Fenomena di tengah masyarakat kita ketika menyambut ramadhan begitu riuh. Secara simbolik, bangunan tradisi dan adat istiadat kadang lebih menguat dibanding nuansa islami. Pembudayaan kadang mengabaikan nilai-nilai universal islam. Nuansa pesta mengalahkan kesederhanaan, foya-foya melalaikan sedekah, tumpengan terkesan mubassir, dan yang paling parah adalah semangat konsumerisme menjelang ramadhan (juga akhir ramadhan) begitu tinggi. Lihat saja pusat perekonomian, seperti pasar dan pusat perbelanjaan begitu ramai di awal dan akhir ramadhan.

Pelaku utamanya tentulah perempuan (kalau ibu rumah tangga sih ga apa-apa, karena biasanya IRT hanya ke pasar untuk kebutuhan keluarga). Malam pertama shalat tarawih, seperti penulis yang sering lihat, masjid bukan lagi tempat bertafakkur dan beribadah, tapi masjid telah menjadi tempat untuk ajang mode dan gaya. Penulis terbiasa datang awal ke masjid dan kadang sebelum masuk masjid memperhatikan realitas di luar masjid. Remaja ataupun dewasa sebelum masuk masjid pasti membincangkan tentang mukenah baru, jilbab baru, pakaian baru, dan sajadah baru. Ketika di dalam masjid pun masih membahas hal tersebut.

Semangat konsumerisme akan semakin menguat kala ramadhan akan segera berakhir. Perempuan semakin sibuk dengan persiapan "idul fitri". Disinilah perempuan semakin khusyuk menunjukkan eksistensinya, tapi semakin tidak khusyuk dalam ibadah ritualnya. Membuat kue, beli baju baru, dan sebagainya menjadikan masjid-masjid semakin "maju shaf"-nya, dalam artian jamaah masjid semakin berkuran, dan pelakon utamanya (menurut subjektifitas penulis) adalah perempuan. Pergeseran laku semakin nyata antara awal puasa dengan kondisi menjelang lebaran.

Kesalahan fatal ketika akhir ramadhan disibuki hal-hal yang tidak urgen, sedang akhir ramadhan merupakan hari-hari baik dalam meningkatkan ketakwaan. Lebih parahnya lagi ketika ada sifat riya menjangkiti, bukan lagi berlomba-lomba dalam beribadah, tapi berlomba-lomba menampilkan aksesoris-aksesoris. Perempuan-perempuan (juga laki-laki tentunya) yang seperti ini akan mendapat celaan nanti. ".... mereka hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja."

C. Ramadhan: ladang pahala bagi perempuan

Dalam momentum Ramadhan, seringkali kita sebagai perempuan merasa iri dengan laki-laki yang bisa menjalankan puasa sebulan penuh. Namun sebetulnya, peluang pahala bagi perempuan sangatlah melimpah. Terdapat beberapa amalan yang lebih cenderung dilakukan oleh perempuan dibandingkan oleh laki-laki.  Kebiasan kaum perempuan dalam ramadhan adalah menyiapkan hidangan buka puasa (Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Siapa yang menyediakan makanan berbuka bagi orang yang berpuasa, baginya pahala seumpama pahala bagi orang yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahalanya (orang yang berpuasa itu).” (HR Al-Baihaqi & Ibn Khuzaimah)), menyiapkan dan mengajak makan sahur (“Barsahurlah kamu semua, sesungguhnya dalam sahur itu ada barakah.” (HR Al-Bukhari & Muslim))

Sebagai khatimah, mari kita jadikan ramadhan sebagai madrasah kehidupan. Tempat dimana kita bisa menebalkan keimanan, melapangkan jiwa sabar dan qana'ah, mengokohkan silaturrahim, menyuburkan semangat altruisme dan egalitarian, menumbuhkan rasa kasih sayang, dan meningkatkan pengetahuan duniawi akhirawi. Ramadhan adalah bulan mulia, sudah sepatutnya kita semakin memulikan perempuan dibulan ini. Selamat berpuasa yang menjalankannya, Insya Allah, tidak sekedar ayat-ayat cinta akan bertasbih, tapi alam semesta jua akan bertasbih atas kesaksian iman dan islam kita. Aamiin.........!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun