Kecewa. Mungkin itu yang aku rasakan, tapi dengan prinsip probabilitas, ada peluang penonton yang menyaksikan opening ceremony piala dunia tadi malam sependapat dengan saya. Aku pastikan itu seperti keyakinanku bahwa negara yang menjadi tuan rumah akan ada perlakuan khusus dari pengadil lapangan. Lihatlah ketika Brazil tadi malam diberikan tendangan penalty oleh wasit padahal Fred jatuh tanpa sentuhan alias diving dan gol Kroasia dianulir padahal onplay. Teringat kala tahun 2002 lalu di Korea-Jepang, Timnas Korea tidak dihukum apa-apa padahal pemainnya terlihat jelas menendang salahsatu pemain Italia. Ah..., sudahlah. Mungkin itu jadi pengantar tidur nyenyakku pagi ini.
*******
"Bagaimana acara pembukaan world cup tadi malam bro?" tanya sepupuku yang membangunkan.
"Tidak menarik, yang menarik hanya penampilan Jenifer Lopez, yang lain tidak ada." balasku sambil melarungkan kembali sarung yang sewarna sarung bantal yang dua bulan sekali dicuci, coklat.
Aku tak mau meladeni sepupuku kali ini, karena akan ada perdebatan panjang tentang daya tarik sesuatu dengan berbagai sudut pandang. Pembukaan MTQ Nasional saja yang disiarkan oleh TVRI diurai dengan panjang, aspek ekonomilah, sosial budaya, faktor ekonomi, hingga merambah pada ideologi dan filsafat jadi menu utama peredebatan kami. Bukan karena takut kalah dalam debat itu, tapi karena rasa ngantuk yang masih berkuasa dalam dimensi sadarku.
"Oeee, jangan tidur lagi. Tadi ada panggilan dari paman, hari ahad lusa ada pertandingan antar kampung yang dilaksanakan oleh tim sukses salah satu calon presiden. Rencananya final akan dilaksanakan di lapangan bola kampung kita. Dan kamu didaftar jadi pemain sebagai kiper dan aku tetap seperti biasa, gelandang bertahan. Sebentar sore kita pulang ke Sinjai" terang sepupuku. Aku melirik jam hp, sudah pukul 10. 24. Sadarku akan hari jum'at adalah hari ini, akupun terbangun.
"Saya tidak mau pulang, di kampung tidak bisa menonton piala dunia. Mending di Makassar saja, suruh om cari pengganti saya. Apalagi masih ada si Udin yang bisa gantikan saya, beres kan?" balasku sambil membuka kran dispenser untuk mengambil air minum.
"Tidak bisa, Udin tidak bisa main. Udin belum sembuh total dari sakitnya. Masalah nonton piala dunia, itu bisa diatur. Nanti kita ke rumah om yang ada di kota, di rumahnya bisa nonton piala dunia kok. Apalagi sepupu kita, si Fitri, sudah libur kuliah, pasti ada juga. Rugi ko kalau de' mulisu" ajakan sepupuku penuh diplomatis apalagi ketika mendengar kedatangan sepupuku yang cantik, semacam ada semangat untuk pulang kampung. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampui. Aku mengiyakan ajakan sepupuku itu dan aku memang seorang pemain sepak bola walau hanya amatiran. Tapi setidaknya ada kebanggaan pernah jadi kiper di PERSSIN Sinjai mesti akhirnya dicoret karena tindakan indisipliner, suka mengantuk dan malas joging di waktu latihan.
***********
Jarak tempuh sekitar 220 km antara Makassar dengan kampungku dengan melewati jalur Makassar-Gowa-Takalar-Jeneponto-Bantaeng-Bulukumba-Sinjai butuh waktu sekitar 3 jam naik motor atau sekitar 5 jam kalau naik mobil, tapi itu bisa dipercepat waktu tempuhnya ketika melewati jalur Makassar-Gowa (Malino)-Sinjai atau Makassar-Maros (Camba)-Bone-Sinjai. Itu jalur terpendek, terpenjangnya masih banyak lagi. Maklumlah tidak ada jalur kereta api di Sulsel apalagi di Sinjai, pun tak bisa ditempuh dengan pesawat terbang, kecuali helikopter. Jalur sangat memungkinkan tapi mesti menggunakan kapal nelayan, mau?
Sebenarnya Sinjai, tepatnya di Tondong bukanlah tempat kelahiranku. Aku lahir di Makassar, tapi hanya menghitung jam, pasca lahir aku sudah menetap di Sinjai. Numpang lahir di ibukota provensi. Bangga dengan Tondong, sudah tentu. Cerita heroistik kerajaan Tondong dari nenek, sepuh kampung, tetua adat, dari ibu-bapak, dan kakak sepupu begitu membumi dalam benakku. Kerajaan Sinjai atau yang lebih dikenal kerajaan TelluLimpoe merupakan penyatuan 3 kerajaan, yakni kerajaan Lamatti, kerajaan Bulo-bulo, dan kerajaan Tondong. Dan aku hidup dalam keluarga keturunan raja di Tondong.
Itu dulu, sekarang kerajaan Tondong tak ada lagi, rajanya hanya sampai 27 orang sejak terbentuknya dan sejak raja IX baru Tondong memeluk islam. Sinjai tak lagi mengenal raja, dan kini sudah ada 8 orang bupati yang memimpin Sinjai. Dan kurasa, selama hampir setahun bupati terbaru memimpin Sinjai, Sinjai hanya berjalan stagnan, tak ada improfisasi atau gradasi. Bahkan ada kecenderungan mengalami kemunduran, seperti tingginya pajak di pasar daerah dan di TPI, layanan kesehatan semakin amburadul, pembangunan fisik tidak nampak, dan ada indikasi tidak berjalannya clean dan good goverment dalam pemerintahan.
Hal itu yang sering saya dengar karena aku tak bisa memastikan karena aku tak menetap di Sinjai sejak 13 tahun lalu. Hanya yang bisa kupastikan bahwa keindahan alam, pesona laut, budaya, dan relasi sosial masyarakat Sinjai masih terjaga. Dan itu yang kudapatkan kalau datang bertemu dengan orang tua dan sanak famili ketika libur dan ramadhan tiba. Seperti juga moment ini, datang menyambangi kampung hanya untuk main bola dan hampir tiap ada pertandingan bola di kampung, sebisa mungkin aku datang berpartisipasi.
Kobra FC singkatan dari Kolasa Bersatu merupakan nama timku dan sudah sekitar 8 tahun aku bermain bersamanya. Tim memang belum pernah juara diberbagai turnamen, mungkin timku senasib dengan Timnas Belanda, hanya sebatas final dan runner-up tentu gelarnya. Tapi dari segi individu, sudah 2 sepupuku dan aku sendiri yang memperkuat PERSSIN dan ada 1 ponakanku pernah bermain di Putra Samarinda. Turnamen kali ini kami canangkan juara apalagi hadiahnya cukup menggiurkan, mungkin karena calon presiden atau tim sukses capres yang mensponsorinya.
Sesungguhnya aku tak terlalu tertarik mengikuti turnamen ini, faktor piala dunia jadi penghalangnya. Karena sepupuku meyakinkan dan memastikan si Fitri sudah ada di Sinjai, aku relakan berkorban waktu, mumpung semua mata kuliahku sudah ujian akhir jadi menyempurnalah hasratku. Dan perjalanan yang direncanakan untuk pulang kampung waktu sore, akhirnya hanya terealisasi setelah shalat maghrib dengan mengambil jalur Makassar-Gowa-Takalar-Jeneponto-Bantaeng-Bulukumba-Sinjai. Sekitar jam 11 malam baru tiba karena lama singgah menikmati pantai di Bantaeng.
***********
Pertandingan tiba!
Nomor punggung favoritku 13 begitu memerah. Aku tak suka nomor punggung 1 meski saya penjaga gawang. Pertandingan pembuka adalah timku melawan tim tuan rumah, Kobra FC vs Lappadata FC. Tim kami sempat kebobolan pertama kali karena bek timku salah mengantisipasi hingga terjadi owngoal dan sebelum babak pertama berakhir, kami bisa menyamakan kedudukan 1-1.
Pasca rehat 10 menit, semangatku semakin bergelora. Bukan karena manajer kami menyuguhkan SUSIN (minuman dari susu sapi asli Sinjai) dan Minas (minuman khas Sinjai yang terbuat dari banyak macam formula), tapi karena Fitri datang memberi dukungan spesial untuk saya. Ternyata PDKT yang aku lakukan kala menonton Spanyol vs Belanda di rumahnya berhasil dan dia datang dengan menggunakan kostum timnas Belanda, tim idolaku.
Sore yang indah, tim kami bisa menang dengan sekor 3-1 ditambah aku telah memenangkan hati si Fitri, biar timku tidak juara tak masalah, aku sudah menang. Pun nanti Belanda tak jadi juara, tak jadi soal yang penting total football tetap dimainkan.
************ end*************
beberapa catatan:
Rugi ko kalau de' mulisu: Rugi kamu kalau tidak pulang
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sinjai
http://katadansastra.blogspot.com/2013/04/tondongku.html
NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (sertakan link akun Fiksiana Community) dan Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H