Mohon tunggu...
Zahir Makkaraka
Zahir Makkaraka Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dalam segala hal

Lagi mencari guru dan tempat berguru!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[SRINTIL] Cintaku Tak Berakhir di MK

22 Agustus 2014   06:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:54 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf, saya delcon di BBM". Itu pesan yang kubaca di chat fb-ku, darinya. Aku tak mau terlibat dalam pusaran hukum apalagi dalam balutan politis. Aku tak akan mengadu kepadanya sekedar bertanya kenapa aku di delcon, atau menanyakan lebih dalam apakah itu bagian dari tindakan yang terstruktur, sistematis, dan massif untuk mendelegitimasi ke-aku-anku dalam dirinya. Aku tak mau terlibat dalam jebakan prahara yang diliputi amarah, dan mendekonstruksi kebenaran sekedar mencari pembenaran. Aku hanya memilih diam.

Aku tahu, aku yang punya hobi ngupil, sedikit dekil karena jarang mandi akibat air PAM sudah beberapa hari tak mengalir, sekedar buang hajat aku mesti ke wc masjid dekat kos. Sejak mengenalmu diawal tahun dan  beberapa bulan lalu kita mendeklarasikan kesamaan rasa yang temporer itu bersamaan ketika KPU pusat menetapkan 2 pasangan calon yang akan kita pilih jadi presiden. Aku berani mengatakan temporer, karena ada indikasi kecurangan yang kau lakukan terhadap relasi yang kita bangun. Buktinya adalah pesan di facebook bahwa pin bb-ku telah kau hapus di daftar kontakmu.

Pernah kudeklarasikan bahwa saya siap memenangkan hatimu, dan itu sempat aku prasastikan di pohon dipinggir jalan dan tembok pagar masjid. Tak hanya itu, aku buatkan memorandum of understanding penyatuan rasa antara aku dan kau. Mungkin juga kau ingat kala kugaungkan bahwa aku siap kalah dari pertarungan memilikimu ketika ada orang yang lebih baik daripada aku dan kemudian kau memilihnya. Aku tegas, aku gentleman, aku tak neko-neko, aku tak serupa boneka.

Kini..., pernyataan cinta kita dulu mesti kita mahkamahkan. Aku tak ingin serupa Qays yang menggila kepada Layla atau seperti Romeo terhadap Juliet. Tidak, aku ingin serupa Ali mencinta Fatimah, pun kuingin kau seperti Fatimah mencinta Ali. Tapi itu akan selamanya menjadi angan-angan atau sekedar ingin yang tak pernah mengaktual, kalau kita belum di meja hijau-kan dalam mahkamah cinta.

Aku ingin itu. Di sana kita akan urai seberapa valid bukti cintaku padamu, pun cintamu kepadaku. Pengakuan yang aku butuhkan, bukan opini-opini yang menjemukan, apalagi janji-janji pembuktian yang tak pernah terukur secara kuantitatif ataupun kualitatif. Aku ingin verifikasi dan tindak lanjut.

Kalau terbukti ruang penyatuan kita cukup luas di mahkamah dan terbukti tidak ada tindakan terstruktur, sistematis, dan massif yang kau lakukan, akan kuberikan kau kedaulatan. Kupastikan keputusanku untuk menjadikanmu sebagai ratu yang berkuasa di hatiku final dan mengikat. Pun ketika tak ada ruang lagi untuk bersama, kutegaskan pula bahwa masih ada ruang pembuktian cintaku padamu. Cintaku tak berakhir disitu saja, Srintil !!!
********end*********

Selamat membaca dan jangan lupa tertawa, salam malam untuk semua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun