Mohon tunggu...
Zahir Makkaraka
Zahir Makkaraka Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dalam segala hal

Lagi mencari guru dan tempat berguru!!!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Rela Melepas Dia

8 September 2014   06:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:20 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan tentang kau, bukan relasi aku dan kau kali ini ataupun unsur kausalitas yang melibatkanmu. Rasa yang terserak dalam kesedihan yang berhulu dari kehilangan abadi. Aku menyebutnya kehilangan abadi karena tak mungkin direkonstruksi ataupun sekedar merenovasi. Ia permanen meniada dalam hal jasadi, tapi kesadaranku akan semangatnya mengimanen dalam sanubariku. Itu sadarku yang datang, bukan ilusi-ilusi yang membayang dan kemudian menegaskan fatamorgana. Itu keteranganku bahwa kali ini bukan tentang kau.

Ini tentang dia. Tentang ketiadaan yang hadir dari sesuatu yang ada dan sebelumnya memang tiada. Dia telah kembali dalam keazaliannya. Ruhnya telah dalam genggaman-Nya dan itu bukan muara kesedihanku, karena itu sebuah kepastian. Aku hanya terdesak mundur lalu menyerah di balik dinding kelelahan. Nyata kekalahan ini, kekalahan nalar atas emosi yang menyeruak dalam ketidaksiapan menerima keterpisahan fisik yang hakiki. Kakiku masih bisa menjejak tanah, sedang dia telah terpekur dalam tidur panjangnya di dalam tanah. Ah..., aku papa!

Cogito ergo sum milik Descartes hanya retorikaku di ruang ilmiah. Pun pancaran iluminasi Suhrawardi tak memberikan keberartian. Apalagi pusaran-pusaran idealisme tak jua mampu mengerusku dalam kefanaan. Saat itu meski sesaat, rasioku terguncang. Tidak..., tidak..., tidak hanya rasioku, serasa jiwaku pun meluruh. Aku larut dan komposisi duka dan luka dalam struktur jiwaragaku begitu mendominasi. Aku pastikan itu.

Kini..., sudah berbilang hari dia tiada dalam ruang nyata. Dia telah tiada, dia telah menemui tuhannya dan meninggalkan kita. Kita?  Tidak..., ini bukan tentang kau, meninggalkan aku saja. Aku saja. Pelibur laraku kehilangan dia adalah kau, aku nyatakan itu. Seperti sekarang aku rela melepas dia, seharusnya pula aku rela memelukmu lebih erat. Bukankah dalam lembaran Al Insyiraah Tuhan pastikan bahwa di balik kesulitan ada ada kemudahan? Dan itu aku asosiasikan bahwa di balik kesedihan ada kebahagiaan. Iya kan?
*******

Selamat jalan nenek tercinta, semoga kelapangan kubur dan kemudahan hizab menjadi anugerah terindahmu dari-Nya,  Al- Fatihah.... !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun