Mohon tunggu...
Nala Arung
Nala Arung Mohon Tunggu... profesional -

Buayawan, Menulis Untuk Supaya Bisa Membaca, Bernyanyi Untuk Supaya Bisa Mendengar, Berdiam Di East Borneo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gringgo Mabuk Allah

20 Desember 2016   21:42 Diperbarui: 20 Desember 2016   21:48 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Sebagai orang yang sedang mabuk-mabuknya kepada Allah, Gringgo tak ingin ibadahnya ternodai. Ia ingin konsentrasi penuh mengabdikan dirinya pada ibadah-ibadah yang memungkinkan Allah akan meliriknya dan siapa tahu menunjuknya menjadi hamba yang diberkahi dengan predikat khusus yaitu hamba paling taqwa. Gringgo ini bukan lagi berlomba-lomba dalam hal kebaikan tapi sudah di tahap berpacu dalam hal kebaikan. Ia all out. 

 Sejak mabuk Allah, ia berpuluh kali lipat lebih rajin beribadah. Bukan hanya yang lima waktu, ibadah-ibadah sunnahpun dilahapnya. Pagi ia dhuha, malam ia tahajud. Sepertiga malam ia pakai berzikir, tak jarang hingga tertidur di masjid. Jika bertemu orang alim ia akan bertanya banyak hal. Jika bertemu pemuda-pemuda yang sedang ngumpul, ia akan singgah dan mengajak mereka membicarakan soal agama dan ibadah. Ia mempraktekkan apapun yang pernah dilakukan oleh ulama dan orang alim. Konon kabarnya ia sedang belajar tasawuf. Mengikuti jejak para sufi dan salik. Ia juga berharap Allah berkenan menganugerahinya dengan karomah-karomah tertentu suatu saat nanti, sebagaimana Allah memberkahi Nabi Khaidir atau ulama-ulama di masa lalu dengan macam-macam kelebihan yang bermanfaat.  Dengan itu ia tentu akan bisa banyak membantu orang lain. 

 Gringgo benar-benar bersemangat. Nama Nabi Muhammad kini senantiasa dipujinya tiap hari. Ia rajin bershalawat dimana saja. Dulu, ia benci sekali bila saat sedang ngobrol di warung kopi terdengar suara adzan berkumandang. Mengganggu sekali dikupingnya. Kini, ia mengambil peran terdepan bila waktu adzan tiba. Ia sudah standby didepan mikrofon masjid. Siap mengumandangkan adzan di lima waktu sholat wajib. Ia merasa harus berlomba menebus kesalahannya dimasa lalu. Ia tak mau tahu di masjid itu sudah ada jadwal bergiliran untuk menjadi muadzin bagi jamaah sekitar masjid. Bagi Gringgo, jadi muadzin itu pekerjaan mulia. Pekerjaan yang diperhatikan khusus oleh para malaikat. Dan ia ingin mengerjakan hal yang mulia. Masa iya menyerobot giliran orang untuk tujuan yang mulia itu salah?. Yang bilang itu salah pasti mazhabnya sesat!! Ini tugas keagamaan!. Menyerobot wajar asal untuk tujuan yang baik. Lagipula siapa yang menyerobot? Setiap muslim berhak mengumandangkan adzan. 

 Para jamaah yang biasa sholat dan bertugas sebagai muadzin di masjid itu hanya bisa saling pandang. Sesekali mereka saling berbisik antar sesama jamaah. Tapi keliatannya mereka maklum saja dengan kelakuan Gringgo. Mereka senang sekaligus tidak senang. Senang karena melihat semangat spiritual Gringgo yang luar biasa. Mereka senang bila melihat ada orang islam yang bersemangat dalam ibadah. Tapi mereka juga tidak senang karena ada beberapa jamaah yang biasa jadi muadzin di masjid itu keliatan agak kecewa dengan situasi disitu. 

 Gringgo ternyata tak hanya bertekad "meluruskan" dirinya sendiri. Ia juga ingin "meluruskan" sekitarnya. Wak Payut, orang kaya disekitar masjid yang kerap menyumbang barang-barang perlengkapan masjid itu diprotesnya. Wak Payut yang sehari-harinya ke masjid menggunakan tongkat penumpu kaki karena punya masalah dengan penyakit kencing manis itu dilarangnya membawa tongkatnya kedalam masjid. 

 "Karpet masjid yang suci ini kan jadi najis karena tongkat itu ia pake berjalan, sholat kita bisa jadi nggak sah semua nanti gara-gara tongkat itu". Tukas Gringgo. Wak Payut hanya bisa terdiam. Esoknya, ia terpaksa memesan bermeter-meter karpet baru supaya tak ada yang merasa najis bila sholat disitu. Padahal barusan 4 bulan lalu ia membelikan karpet baru untuk masjid itu. 

 Orang-orang merasa kasihan dengan Wak Payut. Tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa. Mau menegur Gringgo, mereka merasa Gringgo tak salah.
 "Ia kan hanya ingin ibadahnya tenang dan terjaga kesuciannya". Kata seseorang.
 Mau membantu Wak Payut, mereka takut Wak Payut malah tambah tersinggung nanti.
 "Mau bantu apa? Nyumbang beli karpet baru juga? Nyumbang sajadah bekas aja kita belum mampu". Kata seseorang.

 Malamnya, Gringgo berzikir seperti biasa. Di karpet baru. Bulu-bulunya lebih empuk dan halus dari karpet sebelumnya. Dan terasa lebih suci. Ia yakin, semua yang sholat di karpet itu akan diterima Allah amalnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun