Mohon tunggu...
Arundati Momi
Arundati Momi Mohon Tunggu... -

Whatever reader, thinker, writer and imaginer.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jangan Sepelekan Bunyi [Klik]

24 September 2013   16:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:27 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepat dua minggu yang lalu, saya terbaring di kamar rawat inap RSUD Sleman setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Ya, kecelakaan lalu lintas yang sama sekali tidak terbayangkan.

Senin pagi saya memacu sepeda motor hanya dengan kecepatan super santai 30 km/jam. Sangat santai untuk ukuran berkendara di jalan raya. Tapi entah kenapa dan bagaimana saya tidak sampai ke tujuan berkendara pagi itu. Malah tersadar dengan tarikan benang jahit tepat di bawah hidung.

Alhamdulillah, Alloh masih melindungi saya. Seluruh anggota tubuh saya utuh. Tanpa fraktur dan tanpa ada cedera dalam. Tapi wajah sebelah kanan saya membengkak hingga empat kali dari normal. Terbentur. Dan berdarah-darah.

Ibu saya ngendiko, kondisi saya menghabiskan hati. Meskipun di dalam diri saya sendiri, hati itu sudah berukuran nol koma sekian mili saja. Mata saya hanya terbuka satu dan detik demi detik saya siapkan untuk menerima kemungkinan terburuk bahwa mata sebelah kanan saya akan Buta. Ya, Buta!

Dan untungnya tidak.

Subhanalloh.. Fa bi' ayyi alaa'i rabbikuma tukadziban.. Saya masih bisa melihat. Dan itu berarti saya masih bisa membaca. Masih bisa menulis. Dan masih bisa ndandanin orang.

Kemudian besoknya saya menjalani pemeriksaan memori. Karena pada saat di IGD saya dikhawatirkan mengalami amnesia, kata dokter. Menurut saya, hanya semacam shock pasca benturan saja. Agak berlebihan untuk dibilang amnesia.

Nah, dari kejadian ini saya belajar banyak sekali. Amat banyak.

Bahwa semestinya saya mengancingkan pengait di helm saya, sehingga kepala saya lebih terlindungi.

Semestinya berkendara dilakukan dalam kondisi fokus. Hindari sebanyak mungkin ngobrol. Apalagi sambil ber-sms ria.

Semestinya kecepatan berkendara maksimum dalam kota diperhatikan dan dilaksanakan. Karena semakin cepat laju kendaraan, semakin sulit dikendalikan. Yang juga berarti semakin tinggi resiko jika terjadi kecelakaan.

Bla bla bla..

Dan hikmah terbesar kali ini adalah, bahwa manusia tiadalah sedikitpun pantas sombong atas apa yang dimilikinya. Jangankan harta, tahta, dan kepemilikan di luar diri. Rupa cantik.. tampan.. mata indah.. hidung mancung.. dan kulit flawless tanpa jerawat hanyalah sesuatu yang tak lebih tipis dari  kulit ari. Terbentur dalam dua detik saja sudah benjol.. berdarah.. dan wajah pasti berubah. Bahkan mungkin tidak dikenali.

Maka benar kiranya, yang abadi dalam dunia ini adalah kebaikan hati. Yang selalu diingat meskipun wajah kita sulit dikenali.. meskipun kita telah mati.

dan Ingat! Jangan sepelekan bunyi [klik]!! :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun