Pancasila sebagai entitas bangsa Indonesia maksudnya adalah Pancasila sebagai landasan hidup berbangsa dan bernegara yang memuat nilai Pancasila sebagai elemen yang mampu menyatukan kemajemukan Indonesia. Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan memiliki fungsi utama sebagai dasar negara Indonesia. Pancasila sebagai kedudukan tertinggi sebagai sumber hukum di Indonesia. Pancasila merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Keterkaitan Pancasila dengan pendidikan abad 21 dan Profil Pelajar Pancasila yaitu Pancasila sebagai dasar negara memiliki nilai khas keIndonesiaan yaitu nilai religiusitas, Â kebhinekaan, gotong royong, dan keadilan. Sedangkan, berkaitan dengan pendidikan abad 21 berkaitan dengan 4C skills. Keempat kemauan itu yaitu critical thinking, creativity, collaboration, dan communication. Sehingga berdasarkan nilai-nilai Pancasila dengan kemampuan yang harus dikuasai pada abad 21 menghasilkan 6 dimensi Profil Pelajar Pancasila. Keenam dimensi tersebut dirumuskan menjadi beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.
Penerapan Profil Pelajar Pancasila di lingkungan sekolah dilakukan pada pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler dan budaya di sekolah. Pada pembelajaran intrakurikuler, Pancasila diintegrasikan dalam menyusun tujuan pembelajaran dan modul ajar. Sementara itu, pembelajaran kokurikuler Pancasila dilaksanakan melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan tema yang telah ditentukan dan pembelajaran ekstrakurikuler nilai-nilai dalam Pancasila dimasukkan dalam pengembangan minat dan bakat peserta didik. Sedangkan, guru dan sekolah dapat berperan membangun budaya sekolah yang mendukung mengimplementasikan nilai Pancasila dalam pembelajaran.
Dimensi yang pertama adalah "Beriman, Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia". Kegiatan yang dilakukan berkaitan seperti memulai pembelajaran dengan berdoa, melakukan tadarus rutin dan bagi non muslim membaca kitab masing-masing, melaksanakan sholat berjamaah, dan bersikap sesuai dengan ajaran agama. Lalu, dimensi yang kedua adalah "Berkebhinekaan Global". Dalam penerapan dimensi ini di kelas dapat dilakukan dengan mengenalkan dan memberdayakan sumber lokal seperti makanan, batik, mainan tradisional, dan pakaian adat. Seperti di D.I.Yogyakarta, terdapat peraturan menggunakan adat Jawa Jogja pada hari Kamis Pahing.
Pada dimensi ketiga "Gotong royong", peserta didik dapat mengambil nilai tersebut dalam kegiatan kerja kelompok untuk mengidentifikasi, memecahkan soal, dan mencari solusinya bersama-sama. Dimensi keempat "Mandiri" berkebalikan dengan gotong royong. Ketika dimensi gotong royong mengajak peserta didik untuk bekerja sama, dimensi mandiri menuntut peserta didik untuk berusaha melakukan berbagai hal secara mandiri. Dalam kegiatan kelas dapat dilakukan dengan belajar mandiri, mengerjakan latihan soal atau PR, dan mengerjakan ujian sendiri dengan jujur atau tidak mencontek.
Dimensi kelima menyebutkan "Bernalar kritis". Pada dimensi ini, peserta didik melakukan kegiatan yang menggunakan kemampuan otak di dalam pembelajaran di kelas. Berani bertanya, menjawab pertanyaan, dan menyuarakan pendapat merupakan bentuk implementasi dimensi kelima PPP. Selain itu, penerapan dimensi bernalar kritis dilaksanakan dengan menjadi peserta didik yang aktif dalam pembelajaran, mampu menganalisis dan memecahkan masalah, serta mencari solusinya.
Dimensi yang keenam atau terakhir adalah "kreatif". Peserta didik diharapkan mampu mampu mengemukakan pendapat yang berbeda dan tidak hanya ikut suara temannya saja. Dengan bernalar kritis maka peserta didik akan mampu memberikan gagasan baru atau berinovasi dengan ide yang lebih segar. Sehingga pada pemecahan masalah, mereka mampu mencari solusi alternatif dan menghasilkan karya yang orisinil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H