7. Keseimbangan: Anak yang baik mengembangkan keseimbangan dalam hidup mereka. Mereka diberi kesempatan untuk menjalani kegiatan yang beragam, termasuk pendidikan, olahraga, seni, dan aktivitas sosial, sehingga mereka dapat mengembangkan potensi mereka di berbagai bidang.
8. Keberanian dan Ketangguhan: Anak yang baik diajarkan untuk menjadi orang yang berani dan tangguh. Mereka belajar menghadapi tantangan, mengatasi kegagalan, dan tetap bersemangat dalam mencapai tujuan mereka.
9. Penting untuk diingat bahwa setiap anak adalah individu yang unik, dan orientasi mengenai anak yang baik dapat bervariasi tergantung pada nilai-nilai, kepercayaan, dan kebutuhan individu serta budaya dan masyarakat tempat tinggal mereka.
     Kemudian pada tahap mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas, anak mulai menyadari kewajiban untuk melaksanakan norma-norma yang berlaku dan memelihara norma yang berlaku. Anak mulai merangkul peran sosial dan mulai melihat di mana posisi mereka dalam hierarki sosial. Dimana mereka harus menyesuaikan dari kelompok terdekat (orang-orang yang anak kenal) ke kelompok yang lebih luas (suku bangsa dan agama). Perilaku yang baik adalah melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan mempertahankan norma yang berlaku demi ketertiban itu sendiri. Sebagai contoh, seorang siswa harus menaati tata tertib sekolah yang sudah disepakati bersama seperti memakai seragam lengkap saat mengikuti upacara. Bila siswa melanggar norma yang berlaku, maka dia secara moral salah, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang patut.
Tingkat III: Pasca-Konvensional
     Dalam tingkat ini, juga terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, orientasi terhadap perjanjian antara diri sendiri dengan lingkungan sekitar. Mengacu bagaimana individu dapat mengadopsi, memahami, dan mengubah sikap dan perilaku mereka sesuai dengan norma dan nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Perubahan moral-moral peserta didik melibatkan proses internalisasi nilai-nilai dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan sosial. Pada awalnya, anak-anak mungkin belum sepenuhnya memahami konsep perjanjian sosial dan implikasinya. Namun, melalui pendidikan, pengalaman, dan interaksi sosial, mereka belajar tentang pentingnya kewajiban dan tanggung jawab mereka terhadap orang lain dan lingkungan sekitar.
     Pada Tahap kedua, prinsip etika universal, penalaran moral berdasarkan pada penalaran abstrak yang menggunakan prinsip etika universal. Menggunakan prinsip etika universal bukan hanya berdasar pada keadilan dan komitmenya untuk melaksanakan keadilan tersebut namun juga harus tidak mematuhi atau meninggalkan hukum yang tidak adil. Dengan prinsip ini maka seseorang akan bertindak atau melakukan sesuatu karena hal itu benar dan bukan hanya karena maksud pribadi saja, sehingga yang dilakukanya sesuai harapan, legal dan sudah disetujui bersama sebelumnya. Pada prinsip etika universal, ada norma pribadi yang bersifat subjektif, ada pula yang norma etik (baik atau buruk, benar atau salah) yang bersifat universal sebagai sumber untuk menetukan suatu perbuatan yang berhubungan dengan moralitas.
     Dalam kesimpulannya, lembaga pendidikan penting dalam membentuk moral dan karakter anak. Lembaga pendidikan harus menjadikan pendidikan moral sebagai bagian penting dalam kurikulum dan program pendidikannya. Pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan karakter dalam lembaga pendidikan akan membantu menciptakan generasi yang lebih baik dan beretika tinggi. Dalam upaya mencapai hal tersebut, kolaborasi antara lembaga pendidikan, guru, dan orang tua sangat penting demi membantu anak-anak dalam membangun karakter dan moral yang kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H