Selalu ada yang tertinggal di tepi subuh,
masih tergambar jelas raut wajahmu yang sendu, Ayah...!
kendati ruh yang pergi tanpa pamit,
hanya sisa petuah suci dan jejalan basah
kabut senja ini terlalu tebal tak henti mengejar waktu, dan deru nafas yang berhembus itu senantiasa ingin berkata,
"Ayah, jarak telah kuhamparkan semakin jauh ku melangkah, serasa jejakmu kian abadi tak terhapuskan oleh angin dan cuaca!"
maka dengan sepi aku pun bersitatap,
ada senyum tulusmu di sana
seakan memintaku untuk tidak berhenti mengulun mimpi-mimpi, lalu menyanyikan mazmur do'a atas rindu yang baru.
Di bawah lampu kantor yang redup sebagian, segelas teh
dan buku-buku tebalmu yang kini lusuh, kubaca dengan segenap sepi yang sesak,