Dalam dinamika perekonomian global yang penuh ketidakpastian, policy mix atau sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi sekaligus mendorong pertumbuhan. Di Indonesia, pendekatan ini semakin relevan, mengingat kompleksitas tantangan yang dihadapi, mulai dari inflasi, tekanan nilai tukar, hingga kebutuhan untuk mempercepat pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter dan pemerintah melalui Kementerian Keuangan, dituntut untuk berkolaborasi secara efektif agar kebijakan yang diterapkan tidak hanya selaras, tetapi juga saling memperkuat dalam mencapai tujuan ekonomi makro.
Kebijakan moneter di Indonesia, yang dijalankan oleh Bank Indonesia, umumnya fokus pada pengendalian inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, dan pengelolaan likuiditas melalui instrumen seperti suku bunga acuan, operasi pasar terbuka, dan pengelolaan cadangan devisa. Di sisi lain, kebijakan fiskal yang dikelola pemerintah berfokus pada pengelolaan anggaran negara melalui pengeluaran dan penerimaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan sosial. Kedua kebijakan ini memiliki titik temu yang penting, yaitu menciptakan kondisi makroekonomi yang stabil, namun dengan pendekatan yang berbeda sehingga koordinasi menjadi kunci keberhasilan.
Salah satu contoh nyata penerapan policy mix di Indonesia adalah respons terhadap tekanan ekonomi selama pandemi COVID-19. Dalam situasi ini, kebijakan fiskal yang ekspansif menjadi tulang punggung pemulihan ekonomi. Pemerintah meningkatkan belanja negara melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang mencakup bantuan sosial, subsidi, serta dukungan untuk sektor kesehatan dan usaha kecil menengah (UKM). Pada saat yang sama, Bank Indonesia mendukung kebijakan fiskal dengan menjaga stabilitas moneter, termasuk melalui penurunan suku bunga acuan, injeksi likuiditas ke pasar, dan pembelian surat berharga negara (SBN) untuk membantu pembiayaan defisit anggaran. Sinergi ini menunjukkan bagaimana kebijakan moneter dapat memberikan ruang fiskal yang lebih besar tanpa menimbulkan tekanan signifikan pada inflasi atau nilai tukar.
Namun, implementasi policy mix bukan tanpa tantangan. Salah satu kendala utama adalah potensi terjadinya konflik tujuan antara kebijakan moneter dan fiskal. Misalnya, dalam upaya menurunkan inflasi yang tinggi, Bank Indonesia mungkin perlu mengetatkan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga. Di sisi lain, jika pemerintah sedang membutuhkan stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan, kebijakan suku bunga tinggi dapat meningkatkan biaya pinjaman dan menghambat belanja publik maupun investasi swasta. Oleh karena itu, komunikasi dan koordinasi yang erat antara kedua otoritas menjadi sangat penting agar kebijakan yang diambil tidak saling bertentangan.
Konteks global juga memengaruhi efektivitas policy mix di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, kenaikan suku bunga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat telah memicu arus modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Bank Indonesia harus menaikkan suku bunga acuan, yang bisa berdampak pada peningkatan biaya utang pemerintah dan dunia usaha. Dalam situasi ini, kebijakan fiskal yang lebih efisien dan terarah diperlukan untuk memitigasi dampak kebijakan moneter yang cenderung kontraktif. Contohnya, alokasi belanja yang fokus pada sektor-sektor produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan dapat membantu menjaga momentum pertumbuhan meskipun suku bunga tinggi.
Di sisi lain, kebijakan moneter juga dapat mendukung kebijakan fiskal dalam mengatasi tantangan struktural. Sebagai contoh, Bank Indonesia dapat mendorong inklusi keuangan melalui digitalisasi sistem pembayaran, yang dapat meningkatkan efisiensi penerimaan pajak dan penyaluran bantuan sosial oleh pemerintah. Selain itu, stabilitas nilai tukar dan inflasi yang terjaga melalui kebijakan moneter juga menciptakan ruang bagi pemerintah untuk mengelola utang publik secara lebih berkelanjutan, terutama dalam denominasi valuta asing.
Ke depan, integrasi kebijakan moneter dan fiskal perlu terus diperkuat untuk menghadapi berbagai tantangan jangka panjang, seperti perubahan iklim, transformasi digital, dan ketidakpastian geopolitik. Salah satu langkah strategis yang dapat diambil adalah pengembangan kerangka kerja yang lebih formal untuk koordinasi antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Misalnya, melalui forum kebijakan reguler yang tidak hanya membahas respons terhadap situasi ekonomi terkini, tetapi juga merumuskan strategi jangka panjang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam implementasi policy mix juga harus menjadi prioritas. Kebijakan yang diambil harus didasarkan pada data dan analisis yang komprehensif, dengan melibatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk dunia usaha, akademisi, dan masyarakat sipil. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan efektivitas kebijakan, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengelola ekonomi.
Dalam perspektif yang lebih luas, suksesnya policy mix di Indonesia bergantung pada keselarasan antara kebijakan moneter dan fiskal dengan reformasi struktural yang lebih luas. Reformasi perpajakan, pengembangan pasar tenaga kerja, dan peningkatan kualitas pendidikan dan infrastruktur adalah beberapa contoh langkah yang dapat mendukung efektivitas kebijakan ekonomi makro. Dengan pendekatan yang holistik, Indonesia dapat memanfaatkan sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal untuk menciptakan fondasi ekonomi yang lebih kuat dan tangguh terhadap guncangan eksternal.
Secara keseluruhan, policy mix antara kebijakan moneter dan fiskal merupakan elemen yang sangat vital dalam menjaga stabilitas ekonomi sekaligus mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan di Indonesia. Kombinasi ini mencakup berbagai langkah strategis yang dirancang untuk mengendalikan inflasi, menjaga nilai tukar, mendorong investasi, serta memastikan kelancaran aktivitas perekonomian secara menyeluruh. Dengan pengelolaan yang cermat dan koordinasi yang erat antara otoritas moneter, seperti Bank Indonesia, dan pemerintah sebagai pelaksana kebijakan fiskal, pendekatan ini tidak hanya efektif dalam mengatasi tantangan jangka pendek seperti gejolak ekonomi global atau tekanan eksternal, tetapi juga membuka peluang untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif dalam jangka panjang. Upaya ini mencakup pemerataan pertumbuhan antarwilayah, penciptaan lapangan kerja, dan pengurangan kesenjangan sosial, sehingga mampu mendukung visi pembangunan nasional yang lebih adil dan merata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H