Jakarta - Kampanye politik telah menjadi bagian integral dari proses demokrasi di seluruh dunia. Namun, dengan perkembangan teknologi informasi dan munculnya media sosial, dinamika kampanye politik telah berubah secara signifikan. Di era digital ini, media sosial telah menjadi platform utama di mana kandidat dan partai politik berlomba-lomba untuk mempengaruhi opini publik dan meraih dukungan. Fenomena ini tidak terkecuali dalam konteks kampanye pemilihan presiden (pilpres), di mana media sosial memainkan peran kunci dalam membentuk peta politik suatu negara.
Pada satu sisi, kampanye pilpres di media sosial membuka pintu bagi partisipasi politik yang lebih inklusif. Individu dari berbagai latar belakang dan golongan dapat dengan mudah terlibat dalam diskusi politik, menyuarakan pendapat mereka, dan mengakses informasi tentang calon presiden dan platform mereka. Hal ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam proses demokratisasi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan legitimasi pemerintahan yang terpilih.
Fenomena Pilpres
Media sosial memungkinkan kandidat dan partai politik untuk menyebarkan pesan-pesan kampanye mereka secara langsung kepada pemilih potensial. Hal ini dapat memengaruhi opini publik terhadap calon presiden dan platform mereka. Melalui media sosial, kandidat dan partai politik dapat berinteraksi langsung dengan pemilih, menjawab pertanyaan, mendengarkan masukan, dan merespons isu-isu yang muncul secara cepat. Hal ini memungkinkan terciptanya hubungan yang lebih dekat antara pemilih dan calon presiden. Media sosial menjadi kanal utama untuk menyebarkan informasi terkait kampanye, program, dan isu-isu politik yang relevan. Namun, hal ini juga memunculkan risiko penyebaran informasi palsu atau hoaks yang dapat membingungkan pemilih.
Melalui media sosial, kandidat dan partai politik dapat memobilisasi dukungan dari pendukung mereka dengan menggalang kampanye sukarela, mengatur acara-acara politik, atau mengajak pemilih untuk memberikan sumbangan. Hal ini dapat memperburuk konflik politik dan memperbesar kesenjangan antar kelompok dalam masyarakat. Peran literasi media digital sangat penting dalam memahami dan menghadapi fenomena kampanye pilpres di media sosial. Literasi media digital mencakup pemahaman tentang bagaimana media sosial berfungsi, kemampuan untuk menilai kebenaran dan kredibilitas informasi, serta kesadaran akan potensi manipulasi dan pengaruh yang dapat terjadi dalam lingkungan digital.
Dengan literasi media digital yang baik, individu dapat mengidentifikasi informasi palsu, menganalisis isu-isu politik dengan kritis, berpartisipasi dengan bijak, mendukung kampanye yang positif. Dengan demikian, literasi media digital memainkan peran penting dalam membantu individu memahami, menafsirkan, dan merespons fenomena kampanye pilpres di media sosial secara lebih efektif dan bertanggung jawab.
TikTok Sebagai Media Kampanye
Media sosial masih menjadi pilihan utama masyarakat untuk menentukan pandangan politiknya. Namun, terdapat perubahan minat publik dalam memanfaatkan media sosial untuk merespons perkembangan isu-isu terkini. TikTok sekarang menjadi platform media sosial yang paling banyak digunakan dibandingkan dengan X (Twitter). Survei yang dilakukan oleh Indikator Politik pada periode 23-24 Desember 2023 lalu menunjukkan bahwa hanya 6,7 persen dari calon pemilih menggunakan X (Twitter) sebagai referensi dan wadah ekspresi politik.
Sementara itu, TikTok, yang pada awalnya dianggap sebagai media sosial alternatif dan hiburan semata, kini telah menjadi platform media sosial yang dominan dan merangkul semua lapisan masyarakat. Dengan jumlah pengguna TikTok yang begitu besar, dapat dianggap bahwa TikTok layak dijadikan sebagai sumber referensi politik di tanah air. Dalam menyikapi pengaruh besar TikTok, sejak dimulainya kontestasi politik Pilpres dan Pileg 2024, Puspenpol telah melakukan kajian dan memperkuat riset melalui konten dan pengguna TikTok. Puspenpol telah memiliki keprihatinan utama selama dua tahun terakhir, terutama terkait dengan dinamika dan keunikan politik di TikTok. Monitoring dan Analisis Media di media sosial, khususnya TikTok, menjadi sangat penting karena penetrasi internet terus meningkat.
Kelebihan dan Kekurangan Media Sosial Kampanye
Kelebihan Kampanye Pilpres melalui Media Sosial yaitu Media sosial memungkinkan kandidat dan partai politik untuk mencapai pemilih potensial dari berbagai lapisan masyarakat tanpa terbatas oleh lokasi geografis. Kandidat dapat berinteraksi langsung dengan pemilih melalui media sosial, merespons pertanyaan, dan memberikan klarifikasi, yang dapat memperkuat hubungan antara kandidat dan pemilih. Kampanye melalui media sosial seringkali lebih efisien dibandingkan dengan kampanye konvensional, seperti iklan di media cetak atau televisi. Media sosial memungkinkan kandidat dan partai politik untuk memantau respons publik secara real-time dan melakukan analisis terhadap kinerja kampanye mereka. Â Media sosial memberikan platform bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi politik, menyuarakan pendapat mereka, dan mempengaruhi arus informasi.
Kekurangan Kampanye Pilpres melalui Media Sosial yaitu Media sosial rentan terhadap penyebaran informasi palsu atau hoaks yang dapat mempengaruhi opini publik dengan cepat. Media sosial cenderung memperkuat filter bubble, di mana pengguna hanya terpapar pada pandangan politik yang sejalan dengan keyakinan mereka sendiri, yang dapat memperbesar polarisasi politik. Tidak semua lapisan masyarakat memiliki akses yang sama terhadap media sosial, yang dapat menyebabkan ketidaksetaraan dalam akses terhadap informasi politik. Algoritma media sosial dapat memengaruhi jenis konten politik yang dilihat oleh pengguna, yang dapat mengurangi keragaman pandangan politik. Banyaknya informasi yang beredar di media sosial membuat sulit bagi pengguna untuk memverifikasi kebenaran dan kredibilitas informasi.
Literasi Media Digital dapat membantu masyarakat untuk lebih kritis terhadap informasi yang tersebar di media sosial dengan memahami dampak algoritma, memiliki sikap kritis, menggunakan sumber yang terpercaya, berpartisipasi dengan bertanggung jawab.
Tantangan Etika dalam Kampanye Digital
Dua tantangan etika yang muncul selama kampanye pilpres di media sosial adalah:
Penyebaran Informasi Palsu (Hoaks): Penyebaran informasi palsu atau hoaks adalah salah satu tantangan utama dalam kampanye pilpres di media sosial. Para kandidat atau pendukungnya mungkin menyebarkan informasi yang tidak benar atau meragukan untuk memengaruhi opini publik atau merusak reputasi lawan politik.
Polarisasi dan Konflik: Media sosial cenderung memperkuat polarisasi politik dengan menghadirkan filter bubble di mana pengguna hanya terpapar pada pandangan politik yang sejalan dengan keyakinan mereka sendiri. Hal ini dapat memperburuk konflik politik dan memperbesar kesenjangan antar kelompok dalam masyarakat.
Peran literasi media digital dalam mengatasi atau meminimalkan tantangan etika tersebut adalah sebagai berikut
- Mengidentifikasi dan Mengevaluasi Informasi
- Mengembangkan Sikap Kritis
- Berpartisipasi dengan Bertanggung Jawab
- Mendukung Konten yang Berkualitas
Dengan demikian, literasi media digital memainkan peran penting dalam membantu individu mengatasi tantangan etika yang muncul selama kampanye pilpres di media sosial, serta dalam meminimalkan dampak negatifnya terhadap proses demokrasi dan dialog politik.
Selamat memasuki tahun politik!
Arumdia  Mahasiswa Ilmu Komunikasi - Universitas Siber Asia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI