Seekor kutu anjing mempunyai kemampuan melompat 300 kali lebih tinggi dari tubuhnya. Namun, apabila kutu tersebut dimasukkan kedalam wadah atau box korek api selama seminggu atau sebulan, maka kemampuan melompat kutu anjing tersebut akan berkurang.
Cerita kutu loncat ini sering kudengar untuk memotivasi kepercayaan diri akan kemampuan seseorang. Kemampuan melompat kutu anjing tersebut sangat sesuai dengan film The Music of Silence yang telah tayang di Mola TV Movies.
Film ini bergenre biografi tentang Andrea Bocelli, seorang penyanyi Opera dengan keterbatasan fisik namun mampu menggapai mimpinya. Namun pada film ini, karakter Andrea Bocelli diwakili oleh tokoh alter ego bernama Amos Bardi.
Diawal film, diceritakan tentang Amos Bardi yang merupakan seorang anak laki-laki yang lahir pada tahun 1957 di sebuah kota kecil yang terletak di Italia yaitu Tuscany.
Suka cita menyelimuti keluarga besar Bardi saat bayi mungil berjenis kelamin laki-laki lahir dan menangis kencang menggema.
Beberapa bulan sejak kelahirannya, bayi mungil itu rewel dan membuat orang tuanya panik sehingga dibawalah bayi itu ke rumah sakit untuk mengecek masalah kesehatannya.
Ternyata, dari hasil pemeriksaannya Amos Bardi mengalami masalah dengan matanya dan didiagnosa Congenital, bilateral glaucoma atau dikenal dengan kerusakan mata bawaan. Penyakit ini tidak bisa disembuhkan dengan kemampuan penglihatan berapa persen saja, agak samar-samar.
Kebetulan sekali, saya tau tentang glaucoma pada mata saat melihat vlog terkenal di Indonesia. Jadinya, saya bisa membayangkan masalah penglihatan pada pasien dengan diagnosa glaucoma.
Dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan dan operasi di sebuah rumah sakit di kota Turin dan mengharapkan adanya mukjizat. Dengan kata lain, kemungkinan sembuh sangat kecil.
Saat perawatan di Rumah Sakit Molinette -Turin setelah menjalani operasi mata, Amos mendengarkan musik klasik pertama kalinya yang menggema di samping kamarnya.
Amos dan Ibunya mendatangi kamar tersebut dan mengatakan musik klasik tersebut membuat Amos lebih tenang. Menurut pemilik kamar tersebut, musik sangat indah dan membuat hidup bahagia. Bagi seorang tuna netra, dirinya akan gila bila hidup tanpa musik.
Amos Bardi mulai tumbuh menjadi seorang anak laki yang sangat aktif, meskipun mengalami masalah penglihatan namun tidak menjadi halangan baginya.
Amos sangat suka bermain di gudang dan halaman rumahnya, semua aktivitas itu membuatnya lebih betah dan bahagia. Meskipun memiliki keterbatasan penglihatan, Amos memiliki kepercayaan diri yang besar serta sifat yang suka to the point, bahkan berani mengutarakan pendapatnya secara blak-blakan.
Amos tumbuh berkembang dengan mendapatkan cinta kasih dari kedua orang tuanya, namun hanya Paman Giovanni yang bisa mengatur dan menjadikan Amos sebagai seorang yang genius tanpa kekurangan apapun.
Suatu hari dokter menjelaskan kemungkinan terburuk yang terjadi dengan penglihatan Amos dan menyarankan untuk memasukan Amos ke sekolah berkebutuhan khusus serta mempelajarai huruf braile.
Saat masuk ke sekolah tersebut, Amos bertemu dengan anak-anak lainnya yang bernasib sama dengannya. Setelah berkenalan dengan teman dan gurunya, Ibunya akan berpamitan dengan Amos, air mata mengurai di wajah ibunya.
Siapa sangka, Ayah Amos juga menangis tersedu-sedu di dalam mobil. Tidak tega berpisah dengan anak sulungnya. Scene ini benar-benar menyayat hati, dan sayapun ikut berurai air mata melihat kesedihan kedua orang tua Amos.
Sayangnya, berjalannya waktu dengan lambat laun penglihatan Amos semakin parah setelah kejadian kecelakaan bermain bola bersama teman-temanya.
Penglihatan Amos yang awalnya masih bisa melihat samar-samar berubah menjadi gelap gulita. Dunia serasa runtuh, dan pertama kalinya Ibu Amos menangis tersedu-sedu sambil memeluk Amos.
Prinsip hidup dalam meraih cita-cita seorang Amos Bardi
Tidak ada kata putus asa atau menyerah bagi seorang Amos Bardi. Dengan keterbatasannya, dia mampu melakukan banyak hal tanpa bantuan siapapun seperti berkuda, naik sepeda. Disaat temannya ingin menjadi musisi atau penyanyi, Amos memiliki cita-cita yang beda dari teman sebayanya. Pengacara.
Meskipun Amos memiliki cita-cita menjadi pengacara, namun tanpa sengaja guru di sekolahnya menemukan talenta terpendam yaitu kualitas suara emas Amos Bardi.
Amos yang beranjak dewasa mulai berani melakukan aktivitas ekstrim seperti berkuda, berenang di pantai, bersepeda dan masih banyak lagi. Baginya, tidak ada ketakutan apapun di dunia ini dan kebutaan bukanlah halangan yang membatasi aktivitasnya.
Amos remaja mengatakan tentang ajaran ayahnya "Kalau yang lain melompat rintangan, aku harus bisa melompat gunung. Kalau yang lain menunggangi kuda, aku harus menunggangi harimau. Kalau ingin seperti orang lain, Aku harus melakukan lebih baik dari mereka." Ucapan Amos ini benar-benar membuat saya terkesima. Salut dengan rasa optimis yang dimilikinya.
Prinsip itulah yang akhirnya mampu mengantarkan Amos Bardi dalam mencapai cita-citanya. Setelah menjadi seorang pengacara, Amos Bardi tidak pernah bisa melepaskan kecintaannya terhadap musik klasik yang dulunya diajarkan oleh Paman Giovanni.
Amos Bardi tetap aktif bekerja di pengadilan di pagi hari dan bekerja memainkan piano dan menyanyi di sebuah bar pada malam harinya. Kualitas vokal Amos sangat disanjung pengunjung tempat kerjanya, bahkan mempesona gadis cantik bernama Elena.
Pentingnya kedisplinan dalam menjaga kualitas suara
Meskipun banyak yang menyanjung suaranya, Amos menganggap suaranya masih belum menemukan nada-nada yang tepat. Layaknya piano yang harus rutin perawatan, vokal seorang penyanyi juga harus melakukan perawatan rutin.
Hingga akhirnya Amos berkenalan dengan seorang Maestro handal dari Spanyol yang bernama Suarez Infiesta.
Sang Maestro mulai menerapkan kedisplinan kepada Amos untuk menjadi penyanyi tenor yang hebat, dan melarangnya bekerja di bar lagi. Bahkan, Amos harus mulai mengatur pola tidur dan harus menghemat suaranya.
Dengan bantuan Maestro, Amos mulai mengalami perkembangan dalam bernyanyi menggunakan suara tenor. Cita-cita menjadi seorang penyanyi opera sudah di depan mata, namun pencapaiannya tidaklah mudah dan banyak rintangan.
Film The Music of Silence banyak memberikan pesan bermakna, kisahnya benar-benar membuat geleng kepala dengan aktivitas Amos Bardi. Excited dengan keberanian Amos, namun ada juga scene yang mengiris hati.
Film ini juga bisa memberikan pesan supaya tetap optimis kepada para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, serta jangan membatasi kemampuan kreatifitasnya.
Biarkan mereka tetap melompat tinggi meskipun memiliki keterbatasan dan ingatlah untuk tetap bangkit dari kegagalan atau keterpurukan. Bila potensi yang dimiliki bisa muncul, maka tembuslah kotak korek api.
Jangan biarkan kotak korek api menjadi penghambat prestasi dalam kehidupan sehari serta yakinlah setiap orang memiliki berkah dan takdirnya masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H