A. Tipologi Belajar Anak Didik
A. Pengertian Tipologi Belajar
   Tipologi Belajar adalah suatu disiplin ilmu yang mengkaji berbagai tipe atau gaya belajar yang sering diterapkan oleh individu dalam menjalani proses pembelajaran. Aspek tingkah laku dan interaksi yang terjadi selama proses pembelajaran juga menjadi fokus dalam kajian ini, karena berkaitan dengan cara-cara untuk memfasilitasi pembelajaran yang efektif dan efisien. Tipologi adalah kajian tentang tipe. Tipe berasal dari kata Typos (bahasa Yunani), yang bermakna impresi, gambaran, atau figur dari sesuatu.
B. Macam - macam Tipologi Belajar
   Hamzah B. Uno membagi Tipe belajar tersebut kepada 7 bagian yaitu :
   a). Belajar dengan kata, yaitu tipe belajar seperti ini siswa bisa mulai dengan mengajak seorang teman yang senang bermain dengan bahasa, seperti bercerita, membaca, serta menulis.
   b). Belajar dengan pertanyaan, yaitu ada sebagian siswa yang suka belajar itu dengan cara belajar pertanyaan. Misalnya, memancing keingintahuan dengan berbagai pertanyaan, Setiap kali muncul jawaban, kejar dengan pertanyaan, sehingga mendapatkan hasil yang paling akhir atau kesimpulan.
   c). Belajar dengan gambar, yaitu ada sebagian siswa yang lebih belajar dengan membuat gambar, merancang, melihat gambar, slide, video, atau film.
   d). Belajar dengan musik, yaitu ada sebagian siswa yang berusaha mendapatkan informasi itu dengan cara mendengarkan music
   e). Belajar dengan bergerak, yaitu menyentuh sambil berbicara dan menggunakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan adalah cara belajar yang menyenangkan bagi siswa.
   f). Belajar dengan bersosialisasi, yaitu bergabung dan berbaur dengan orang lain adalah cara terbaik untuk mendapatkan informasi dan belajar secara cepat.
   g). Belajar dengan kesendirian, yaitu ada sebagian orang yang gemar belajar dengan menyepi atau menyendiri.
C. Jenis - Jenis Gaya Belajar
   Tipe belajar secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu: Visual, Auditori, dan Kinestetik, yang tentunya terdapat dalam setiap individu peserta didik.
   a) Gaya belajar Visual
   Gaya belajar secara visual dilakukan seseorang untuk memperoleh informasi seperti melihat gambar, diagram, peta, poster, grafik dan sebagainya. Bisa juga dengan melihat data teks seperti tulisan dan huruf.
   b) Gaya belajar Auditori
   Gaya belajar dengan cara mendengar. Orang dengan gaya belajar ini, lebih dominan dalam menggunakan indera pendengaran untuk melakukan aktivitas belajar. Dengan kata lain, ia mudah belajar, mudah menangkap stimulus atau rangsangan apabila melalui alat indera pendengaran (telinga).
   c) Gaya belajar Kinestetik
   Cenderung lebih fokus pada pengalaman praktis dalam proses pembelajaran. Mereka lebih mudah memahami materi ketika terlibat langsung dalam aktivitas, dibandingkan hanya mendengarkan ceramah atau menonton video.
D. Jenis - Jenis Gaya Belajar Menurut Gagne, Bloom
   Teori Belajar Gagne Robert Mills Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian mengenai fase-fase belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hirarki belajar. Dalam penelitiannya ia banyak menggunakan materi matematika sebagai medium untuk menguji penerapan teorinya (Depdiknas, 2005: 13). Gagne (dalam Siregar, 2015: 4) mendefinisikan belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang direncanakan. Gagne (1992: 43) menggolongkan lima kategori hasil belajar yaitu (1) kemampuan intelektual, (2) Strategi kognitif, (3) Informasi verbal, (4) Keterampilan motorik, dan (5) Sikap.Â
   Sebagai teoritikus pembelajaran, Gagne selain mengutarakan kemampuan belajar sebagai hasil dari belajar, juga merumuskan hirarki belajar yang merupakan kemampuan intelektual peserta didik yang terbentuk dari sederhana ke kompleks yaitu mulai dari belajar diskriminasi, belajar konsep konkret, konsep definisi, belajar aturan dan belajar pemecahan masalah. Sedangkan untuk strategi kognitif, Gagne (1992: 66) mengatakan bahwa ada 5 macam strategi kognitif, yaitu (1) strategi menghafal, (2) strategi elaborasi, (3) strategi pengaturan, (4) strategi metakognitif, dan (5) strategi afektif. Dalam buku Principle of Instructional Design (Gagne, 1992: 190) mengemukakan sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
   Taksonomi Bloom Taksonomi berasal dari bahasa Yunani taxis yang berarti pengaturan dan nomos yang berarti ilmu pengetahuan (Yaumi, 2013: 88). Konsep taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S. Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan beserta dengan kawan-kawannya. Taksonomi ini mengklasifikasikan sasaran atau tujuan pendidikan menjadi tiga domain (ranah kawasan): kognitif, afektif dan psikomotor dan setiap ranah tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hierarkinya (Winkel, 1987: 149).
E. Memodifikasi Jenis - Jenis Belajar
   Modifikasi dalam kamus besar bahasa Indonesia (2002:372), Bahwa modofikasi artinya pengubahyan, perubahan. Menurut M. Dahlan, dkk (2003: 518) , modifikasi artinya penciptaan model baru dari model yang sudah ada, pengubahan, perubahan. Modifikasi juga dapat di artikan sebagai penyederhanaan dalam hal bentuk, ukuran alat, metode dan lain-lain. Modifikasi pembelajaran dapat dikaitkan dengan tujuan pembelajaran dari mulai tujuan yang paling rendah sampai tujuan yang paling tinggi.
Setiap individu memiliki gaya belajar yang unik. Modifikasi jenis-jenis belajar bertujuan untuk:
- Maksimalkan Potensi: Menyesuaikan metode pembelajaran dengan gaya belajar masing-masing individu agar lebih efektif.
- Meningkatkan Motivasi: Membuat proses belajar lebih menarik dan relevan dengan minat serta kebutuhan siswa.
- Mencapai Tujuan Pembelajaran: Memastikan semua siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Cara Memodifikasi Jenis-Jenis Belajar
Ada beberapa cara untuk memodifikasi jenis-jenis belajar, antara lain:
- Integrasi Jenis Belajar: Menggabungkan berbagai jenis belajar dalam satu kegiatan pembelajaran. Contoh: dalam pelajaran sejarah, siswa tidak hanya menghafal tanggal (kognitif), tetapi juga membuat presentasi (psikomotor) dan berdiskusi mengenai nilai-nilai sejarah (afektif).
- Pemanfaatan Teknologi: Menggunakan berbagai jenis teknologi seperti video, simulasi, dan game untuk membuat pembelajaran lebih interaktif dan menarik.
- Pembelajaran Berbasis Proyek: Memberikan siswa kesempatan untuk mengerjakan proyek yang menantang dan relevan dengan kehidupan nyata.
- Pembelajaran Kooperatif: Membagi siswa menjadi kelompok kecil untuk bekerja sama menyelesaikan tugas.
- Pembelajaran Berdiferensiasi: Menyesuaikan materi, aktivitas, dan penilaian sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing siswa.
- Pembelajaran Kooperatif: Membagi siswa menjadi kelompok kecil untuk bekerja sama menyelesaikan tugas.
- Pembelajaran Berdiferensiasi: Menyesuaikan materi, aktivitas, dan penilaian sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing siswa.
   Individu berasal dari kata yunani yaitu "individium" yang artinya "tidak terbagi". Individual diartikan sebagai perseorangan. Seperti menurut Lysen, mendefinisikan individu sebagai "individu", sesuatu yang merupakan keseluruhan yang tidak dapat dibagi (secara terpisah). Dalam kamus echols & shadaly ( 1975 ), individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang, perseorangan, dan oknum. Setiap orang, anak-anak atau orang dewasa, baik dalam kelompok maupun sendiri, disebut individu. individu. Oleh karena itu, individu menunjukkan posisinya sebagai individu. Sejauh sifat individu yang bersangkutan, itu adalah sifat relatif terhadap individu, dalam kaitannya dengan perbedaan individu individu. Karakteristik dan karakteristik seseorang berbeda dari yang lain. Perbedaan-perbedaan ini disebut perbedaan individu atau perbedaan individu. Ciri dan sifat orang yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini disebut perbedaan individu atau perbedaan individual. Maka "perbedaan" dalam "perbedaan individual" menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi yang aspek fisik maupun psikologis.
A. Faktor Yang Mempengaruhi Perbedaan Individual Dalam Belajar
   1) Faktor genetic (Nature)
     Faktor genetik, juga disebut faktor keturunan, adalah faktor biologis yang diturunkan dari generasi ke generasi melalui mekanisme genetik. Perbedaan genetik pada setiap individu mendasari perbedaan fisik, kepribadian, psikologis, dan perilaku, menghasilkan protein yang menjelaskan kekuatan, kecerdasan, sifat, dan perilaku lainnya, bahkan di antara saudara kandung.
   2) Faktor pengaruh lingkungan (Nurture)
     Perbedaan individu timbul pada rangsangan dasar yang diterima seseorang dari lingkungan internal dan eksternalnya, termasuk keluarga, teman, tingkat ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya
     I. Status Sosial
        Menurut Eggen dan Kauchak dalam Khodijah, pengaruh aspek ini pada belajar dimungkinkan karena tiga hal, yaitu: kebutuhan fisik dan pengalaman yang kurang terpenuhi, pola interaksi di rumah yang kurang demokratis, serta nilai-nilai dan sikap terhadap arti penting ilmu dan pendidikan yang kurang tertanam dirumah (Khadijah, 2006).Â
     II. Pola asuh
        Pola asuh adalah pola perilaku yang digunakan untuk berhubungan dengan anak. Pola asuh setiap keluarga berbeda dari yang lain. Dalam pola asuh ini, ada tiga gaya asuh yang berbeda: otoriter, permisif, dan otoriter. Pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh yang menekankan pada kontrol orang tua terhadap anak agar memperoleh kepatuhan atau ketundukan.
     III. Budaya
        Kebudayaan adalah pikiran, alasan, akibat, dan dapat juga diartikan sebagai kebiasaan. Kebudayaan dan kebudayaan sebagai seperangkat pola perilaku dan aktivitas manusia dapat dilihat dalam tiga bentuk. Bentuk pertama adalah bentuk budaya yang ideal.Â
   Menurut Oemar Hamalik (2011:181), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jenis-jenis perbedaan individual adalah (1) Kecerdasan (Inteligence); (2) Bakat (Aptitude); (3) Keadaan Jasmaniah (Physical Fitness); (4) Penyesuaian Sosial dan Emosional (Social And Emotional Adjusment); (5) Latar Belakang Keluarga (Home Background). Garry (1963) dalam dalam Sunarto dan Agung Hartono (2008: 10) juga mengkategorikan perbedaan individual ke dalam bidang-bidang sebagai berikut: 1) Perbedaan fisik: usia, tingkat dan berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan bertindak; 2) Perbedaan sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan keluarga, dan suku; 3) Perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat, dan sikap; 4) Perbedaan intelegensi dan kemampuan dasar; dan 5) Perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah.
   Disisi lain, menurut pendapat Lindgren dalam Nini Subini (2012:26-27) menyatakan bahwa jenis-jenis perbedaan individual yang terdapat pada diri individu dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Perbedaan Latar Belakang; 2) Perbedaan Kognitif; 3) Perbedaan Kecakapan Bahasa; 4) Perbedaan Kecakapan Motorik; 5) Perbedaan Bakat; 6) Perbedaan Kesiapan Belajar.
B. Implikasi Perbedaan Individu Terhadap Pembelajaran
   1. Perbedaan Biologis
     Menurut Djamarah (2010), tidak ada seorang pun yang memiliki kondisi jasmani yang persis sama, bahkan terhadap anak kembar dari satu sel telur pun tetap terdapat perbedaan dalam aspek jasmani. Perbedaan itu seperti pada jenis kelamin, bentuk tubuh,
warna rambut, warna kulit, bentuk mata, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar pada
aspek biologis (biasa disebut juga dengan istilah fisiologi) yang dimaksud, dalam perspektif Slameto (2010), yaitu: (1) faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan segenap badan beserta bagian-bagiannya bebas dari penyakit, dan (2) cacat tubuh. Cacat tubuh yang dimaksud adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan, seperti buta, tuli, bisu, lumpuh, dan lain sebagainya. Menurut Baharuddin (2010), menyatakan bahwa antara bentuk tubuh dan watak seseorang terdapat korelasi tertentu Aspek biologis ini tidak dapat dikatakan sebagai sesuatu yang tidak penting, karena pengelolaan pengajaran maupun pengelolaan sekolah seharusnya menyesuaikan kepada aspek ini. Kalau tidak, tentunya suasana belajar mengajar tidak akan kondusif. Berdasarkan ide-ide pokok tentang tingkah laku manusia tersebut, freud kemudian membedakan kepribadian menjadi atas tiga unit mental atau struktur psikis, yaitu id, ego, dan superego.
- Â Â Â Â Â Id merupakan aspek biologis kepribadian karena berisikan unsur - unsur biologis, termasuk di dalamnya dorongan- dorongan dan implus-implus instnkif yang lebih dasar. Id merupakan realitas psikis yang sesungguhnya karena hanya merupakan dunia batin/ dunia subjektif.
- Â Â Â Â Â Ego merupakan aspek psikologis kepribadian karena timbul dari kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan menjadi perantara antara kebutuhan instinkif organisme dengan keadaan lingkungan.
- Â Â Â Â Â Superego adalah aspek sosiologis kepribadian karena merupakan wakil nila-nilai tradisional dan cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya melalui berbagai perintah dan larangan.
   2. Perbedaan individu
     Perbedaan individual diantara anak didik merupakan hal yang tidak mungkin dihindari, karena hampir tidak ada kesamaan yang dimiliki oleh manusia kecuali perbedaan itu sendiri. Sejauh mana individu berbeda akan mewujudkan kualitas perbedaan mereka atau kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut. , Setiap orang, apakah ia seorang anak atau seorang dewasa, dan apakah ia berada didalam suatu kelompok atau seorang diri, ia disebut individu. Individu menunjukan kedudukan seseorang sebagai orang perorangan atau perseorangan.
     Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan orang perseorangan, berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan. Ciri dan sifat orang yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini disebut perbedaan individu atau perbedaan individual. Maka "perbedaan" dalam "perbedaan individual" menurut Landgren (1980) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi yang aspek fisik maupun psikologis.
   3. Perbedaan Psikologis
     Menurut Khadijah (2006), perbedaan psikologis pada siswa mencakup perbedaan dalam minat, motivasi, dan kepribadian. Ketiga faktor psikologis ini berkorelasi positif dengan hasil belajar yang dicapai. Dalam kondisi minat yang besar terhadap pelajaran, motivasi yang tinggi untuk belajar, dan kemampuan memori yang maksimal, maka hasil belajar yang dicapai juga akan maksimal.
   4. Perbedaan Intelegensi
     Perbedaan inteligensi ini terutama berkaitan dengan perolehan belajar. Menurut ackerman (dalam Berliner & calfee,) proses perolehan belajar ini tersusun dari tiga fase yang masing-masing membutuhkan kemampuan intelektual yang berbeda-beda, yaitu fase kognitif, asosiatif, dan otonomi. Salah satu ciri kematangan intelektual siswa adalah kemampuannya mentoleransi ketidakpastian, menahan persetujuan, kemampuan untuk menghadapi kontradiksi, serta mengakui manfaat atas konsep dan pendapat yang berlawanan tanpa skeptisme dan rivalitas. Orang yang sudah matang intelektualnya tidak akan mengembangkan sikap antagonistic ketika terjadi perbedaan pendapat.
   5. Perbedaan bakat
     Meski istilah bakat dan inteligensi sering digunakan dengan maksud yang sama, namun bakat hanyalah salah satu karakteristik inteligensi. bakat sebagai sebuah kondisi atau rangkaian karakteristik yang dianggap sebagai gejala kemampuan seorang individu untuk memperoleh melalui latihan sebagian pengetahuan, keterampilan, atau serangkaian respons seperti kemampuan berbahasa, kemampuan music dan sebagainya. Pertumbuhan dan perkembangan manusia. Dalam pribadi manusia, baik yang jasmaniah maupun yang rohaniah, terdapat dua bagian yang berbeda sebagai kondisi yang menjadikan pribadi manusia berubah menuju kearah kesempurnaan. Adapun dua bagian kondisional pribadi manusia itu meliputi Bagian pribadi material yang kuantitatif, dan Bagian pribadi fungsional yang kualitatif.
   6. Perbedaan Kecakapan Bahasa
     Perbedaan individual dalam perkembangan dan kecakapan bahasa anak ini telah menjadi wilayah pengkajian dan penelitian yang menarik bagi sejumlah psikolog dan pendidik. Banyak penelitian eksperimen telah dilakukan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam penguasaan bahasa anak. Dari sejumlah hasil penelitian tersebut diketahui bahwa faktor nature dan nuture individu itu bervariasi, maka pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa juga bervariasi. Perbedaan kecakapan berbahasa anak ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor kecerdasan, pembawaan, lingkungan, fisik, terutama organ bicara dan sebagainya.
C. Cara Mengatasi Perbedaan Individual
   Menurut Oemar Hamalik (2012: 186-192) cara-cara melayani perbedaan individual adalah sebagai berikut: akselerasi dan program
tambahan, pengajaran individual, pengajaran unit, kelas khusus bagi siswa yang cerdas, kelas remidi bagi para siswa yang lamban, pengelompokan berdasarkan abilitas, pengelompokan informal (kelompok kecil dalam kelas), supervisi periode individualisasi, memperkaya dan memperluas kurikulum, pelajaran pilihan (elective subjects), diferensiasi pemberian tugas dan pemberian tugas yang fleksibel, sistem tutorial (tutoring system), pelajaran padat, bimbingan individual, modifikasi metode-metode mengajar. Dengan adanya penanganan yang berbeda pada individu dalam proses pembelajaran diharapkan setiap individu merasa nyaman dengan pembelajaran yang diterimanya sehingga diharapkan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar individu.Â
   Disisi lain, menurut Nini Subini (2012: 44-53) menyatakan bahwa cara penanganan terhadap perbedaan individual dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: sistem modul, pembelajaran dengan bantuan komputer (computer assisted instruction), pembelajaran terprogram, sistem tugas, dan sistem keller (ARCS). Pada dasarnya proses penanganan pada setiap individu dilakukan dengan cara-cara yang berbeda-beda antara individu yang satu dengan yang lain. Setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga dalam melakukan suatu penanganan juga menggunakan cara yang berbeda-beda. Dengan adanya penanganan yang berbeda pada individu dalam proses pembelajaran diharapkan setiap individu merasa nyaman dengan pembelajaran yang diterimanya sehingga diharapkan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar individu.
D. Cara Guru Menangani Dalam Perbedaaan Individual Dalam Belajar
   Berikut ini cara yang dapat digunakan untuk menyikapi perbedaan karakterstik siswa.
   > Memilih Metode Pembelajaran yang sesuai dengan Siswa
     Memilih metode pembelajaran yang sesuai harus melibatkan pemahaman terhadap karakteristik yang dimiliki siswa. Guru sangat penting memilih metode yang tepat sehingga siswa mampu memahami materi pembelajaran dengan baik.
   > Menunjukan Sikap Adil kepada Semua Siswa
     Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda, sehingga kerap kali ada yang menunjukan kepintarannya dalam mata pelajaran
tertentu. Sikap yang paling bijak bagi seorang guru adalah memperlakukan siswa dengan adil tanpa adanya diskrimasi agar semua siswa dapat berkembang secara optimal tanpa rasa iri.
   > Memberikan Motivasi pada Siswa
     Siswa memiliki sikap yang bervariasi disamping kemampuan akademiknya, sehingga ada yang sulit berinteraksi dengan teman, ada yang mudah, dan yang lainnya. Sebagai seorang guru, memiliki tanggungjawab untuk memotivasi siswanya agar lebih percaya diri dan aktif di kelas. Gunakan salah satu pendekatan untuk mengatasi masalah ini dan mendorong siswa pendiam untuk menggunakan kelebihan dan bakatnya.
   > Mampu Berinteraksi dengan Siswa secara Baik
     Memahami perbedaan setiap siswa adalah penting bagi guru untuk berkomunikasi secara efektif. Salah satu cara mengatasi perbedaan tersebut dengan berinteraksi secara positif, berbicara tanpa menyakiti perasaan siswa, dan juga bersikap proaktif sebagai guru yang merangkul.
   > Memberikan Perhatian Lebih pada Siswa yang Kurang Mahir
     Seorang guru dapat memberikan perhatian ekstra kepada siswa yang kurang mahir, terutama yang kecerdasannya di bawah rata-rata yang dibutuhkan pengulangan berkali-kali dalam proses pembelajaran. Guru dapat meninjau Kembali materi yang telah diberikan kepada siswa.
   > Mendorong Kerjasama dan Kolaborasi
     Mendorong kerjasama dan kolaborasi antara siswa dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan saling mendukung. Guru dapat mengatur kegiatan kelompok atau proyek kolaboratif yang melibatkan partisipasi semua siswa.
   > Menciptakan Lingkungan Inklusif
     Guru dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif dengan menghargai dan merayakan keunikan setiap siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan menerima setiap siswa sebagaimana adanya, tanpa diskriminasi atau penilaian yang merugikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H