Mohon tunggu...
arum yuana
arum yuana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Masih Eksiskah “Dolanan” Tradisional, Tahukah Anak-anak Generasi Kini?

15 Mei 2015   10:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:02 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hadirnya teknologi yang dari waktu ke waktu semakin menjamur telah memberikan kemudahan pada hampir segala aspek kehidupan. Teknologi sangat membantu berjalannya proses pendidikan, baik guru maupun siswa menggunakan teknologi, salah satunya perangkat komputer yang menjadi salah satu media untuk memperlancar kegiatan pembelajaran. Segala hal berkenaan dengan administrasi sekolah pun juga membutuhkan peran teknologi mengingat kecanggihannya yang tak bisa digantikan oleh tenaga manusia. Para siswa pun membutuhkan komputer khususnya internet untuk menjelajahi berbagai ilmu pengetahuan yang belum disediakan oleh lembaran-lembaran berisi pengetahuan. Bahkan sekarang Ujian Nasional atau UN pun tak ingin tertinggal dalam menempatkan diri untuk memanfaatkan teknologi yang harapannya dengan UN berbasis komputer dapat mengurangi tingkat kecurangan.

Mengupas tentang perkembangan teknologi sepertinya tak akan ada selesainya. Sekarang teknologi semakin menjangkau ke tempat-tempat terluar maka bukan hal langka lagi ketika melihat semua orang mulai dari anak-anak hingga orang tua kemana-mana selalu ditemani gadgetnya. Internet misalnya, segala informasi dan hal-hal ter-update dari berbagai belahan dunia dapat kita akses melalui media yang satu ini. Maka tak heran apabila kecanggihan-kecanggihan baru selalu ditunggu semua orang. Namun di samping memudahkan yang sulit ada juga efek kecanggihan teknologi ini yang semakin menjauhkan kita dari nilai-nilai dan warisan budaya bangsa seperti semakin tergesernya dolanan/permainan anak-anak dahulu oleh berbagai games dalam gadget.

Mulai Tergeser, Berkurang hingga Punah

Tak hanya lagu anak-anak yang jarang kita dengarkan lagi, kini permainan “tradisional” pun sudah mulai terpinggirkan dengan hadirnya berbagai permainan yang disediakan olah gadget. Kemudahan mengakses segala hal dalam internet termasuk mengakses games telah membuat anak-anak beralih mainan dari yang dulunya bisa dikatakan tradisional ke permainan modern yang tersedia dalam gadget.

Disatu sisi bermain game di gadget akan meningkatkan kecerdasan otak kanan (Emotional Quotient/EQ) karena kebanyakan orang terlalu sering menggunakan otak kiri (Intelligence Quotient/IQ) untuk berbagai aktivitas seperti dalam menulis, membaca, bekerja dan kegiatan lainnya. Bermain game yang membutuhkan kecermatan dan kelincahan bisa menjadi sarana refreshing yang baik untuk mengistirahatkan sejenak otak kiri dan menghidupkan bekerjanya fungsi otak kanan. Terlebih lagi game bisa memberikan stimulus sebagai penyemangat bagi beberapa orang khususnya anak-anak untuk melakukan suatu hal.

Di sisi lain, hadirnya berbagai jenis game ini membuat kita semakin menjadi orang yang individualistis, tak terkecuali untuk perkembangan kepribadian anak-anak sendiri. Anak-anak yang sibuk bermain dalam gadgetnya cenderung melupakan orang-orang dan hal-hal di sekitarnya. Meskipun tidak semua anak yang suka bermain game di gadget memiliki respon kecil terhadap lingkungannya akan tetapi kecenderungan tidak peduli bisa saja berawal dari kurangnya interaksi dan komunikasi dengan orang-orang di sekitarnya yang salah satunya disebabkan oleh kebiasaan memainkan gadgetnya setiap waktu.

Anak yang sudah tidak memperhatikan keberadaan orang lain menyebabkan dirinya tidak ingin memperluas diri pada orang lain sehingga menjurus pada kepribadian disagreeable. Kepribadian disagreeable ini ditunjukkan dari sikap anak yang tidak mudah bersahabat, selalu curiga dan kurang mampu bekerja sama. Meskipun kepribadian ini nampaknya lebih bersifat individualistis, bukan berarti bahwa tipe pribadi disagreeable tidak baik karena tipe pribadi yang seperti ini cocok untuk menjadi kritikus bahkan juga ilmuwan.

Namun kecerdasan afektif anak-anak bisa dibentuk pada saat anak berinteraksi dengan lingkungannya. Internalisasi sikap, perilaku dan karakter yang baik harus dilakukan sejak anak masih dini karena “mengukir di atas batu jauh lebih mudah daripada mengukir di atas air.” Oleh karena itu pengawasan orang tua dalam bentuk membatasi fasilitas seperti gadget yang belum seharusnya diberikan kepada anak akan sangat membantu proses interaksi anak dengan sesama temannya dan membantu juga perkembangan emosi anak.

Hidupkan Kembali

Jenis permainan anak-anak seperti dahulu sangat kita rindukan kehadirannya baik di kota maupun di daerah-daerah tertentu. Mungkin di beberapa daerah anak-anak masih sering bermain bersama yang dari permainan yang mereka lakukan itu bisa menumbuhkan kebersamaan, kekompakan, kesolidan dan toleransi di antara mereka. Tidak dapat dipungkiri bahwa permainan-permainan anak seperti jamuran, gasing, engklek, bekel, egrang, jek-jekan (bentengan), gobak sodor dan lain-lain mulai tersisihkan di saat ini. Bagaimanapun juga permainan seperti itu bisa disebut sebagai salah satu warisan budaya yang apabila kita lupakan bahkan diacuhkan oleh generasi anak-anak masa kini akan tidak lagi menjadi sejarah unik dan bernilai, juga tidak lagi menjadi warisan budaya.

Oleh karena itu hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan anak seperti lagu-lagu anak dan dolanan-dolanan tradisional sudah seharusnya menjadi perhatian kita lagi. Mula-mula orang tualah yang berperan besar dalam menghidupkan kembali lagu dan permainan anak itu misalnya dengan tidak berlebihan dalam memfasilitasi anak. Kemudian sekolah dan masyarakat dapat ikut berperan melalui kegiatan-kegiatan peringatan hari-hari tertentu yang salah satu caranya dengan mengadakan perlombaan permainan tradisional untuk anak-anak. Dengan begitu, kita berharap warisan itu tetap eksis, bertahan, tidak ditelan waktu dan tidak tergeserkan oleh kecanggihan teknologi serta ikatan kebersamaan antara anak satu dengan lainnya yang sama-sama bernaung di bawah merah putih juga tidak mudah terkikis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun