Mohon tunggu...
Assyifa Nurul
Assyifa Nurul Mohon Tunggu... Freelancer - Assyifa Nurul Laisnta

Mahasiswa yang selalu bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pertunjukan Wayang Kulit sebagai Atraksi Budaya Baik atau Buruk?

15 Desember 2019   08:00 Diperbarui: 15 Desember 2019   10:36 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia kaya akan budaya. Budaya yang dimiliki oleh Indonesia tak terbatas jumlahnya karena setiap provinsi maupun wilayah ibu pertiwi memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda. Salah satu kebudayaan yang mencirikhaskan keunikan tradisional Jawa adalah Pertunjukan Wayang Kulit.

Ketika mendengar suatu hal berkaitan dengan pertunjukan wayang kulit, yang kita bayangkan adalah sebuah pertunjukan yang menceritakan kisah ramayana, mahabarata, atau kisah lainnya. Wayang-wayang kulit itu menggambarkan tokoh-tokoh yang berada di kedua cerita tersebut.

Tokoh protagonis pewayangan biasanya diletakan di sebelah kanan layar, sedangkan tokoh antagonis diletakan disebelah kiri. Selain tata letaknya, untuk membedakan watak tokoh pewayangan bisa dilihat dari warna wajahnya. Warna merah untuk tokoh antagonis, sedangkan warna hitam dan keemasan untuk tokoh protagonis.

sumber:infobudaya.net
sumber:infobudaya.net

Di dalam pertunjukan wayang kulit juga terdapat instrumen musik tradisional Jawa yang dikenal sebagai gamelan. Gamelan merupakan bagian krusial dan harus ada dalam pertunjukan wayang kulit. Hal itu dikarenakan gamelan membawa peran kunci untuk menguatkan suasana yang terjadi pada sebuah adegan cerita. Misalnya pada bagian peperangan, gamelan akan dibunyikan dengan keras dan tempo cepat sehingga menambah kesan keseruan dan ketegangan di cerita tersebut.

Perlu diketahui bahwa pertunjukan wayang kulit merupakan warisan budaya yang telah diakui oleh UNESCO dalam kategori Intangible Cultural Heritage sejak tahun 2008. Hal ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Indonesia dan seluruh masyarakatnya.

Dengan adanya pengakuan dari UNESCO, pemerintah dan masyarakat dituntut untuk senantiasa menjaga kelestarian pertunjukan tersebut. Selain itu, pertunjukan wayang kulit juga semakin dikenal oleh masyarakat global. Hal itu menyebabkan mereka semakin penasaran dan ingin melihatnya secara langsung dan akhirnya memutuskan untuk berwisata ke Indonesia.

Pada masa silam pertunjukan wayang hanya digelar untuk pemujaan, penghormatan kepada arwah nenek moyang dan acara-acara tertentu saja. Namun, pada masa modern ini di mana semakin berkembangnya kegiatan pariwisata, pertunjukan wayang kulit digunakan sebagai atraksi wisata budaya.

Salah satu motivasi wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara melakukan sebuah perjalanan ke suatu tempat adalah untuk mencari hal-hal baru dan berharap bisa mengetahui kebudayaan yang khas di daerah yang ia kunjungi. Bukan hanya mengetahui saja mereka juga berkeinginan untuk mempelajarinya.

Menjadikan pertunjukan wayang kulit sebagai atraksi wisata budaya merupakan hal yang tepat dilakukan karena dapat menarik wisatawan untuk datang. Selain itu, langkah tersebut bisa menjadi ajang pengenalan kebudayaan dan kearifan lokal Indonesia kepada masyarakat global dan juga dapat digunakan sebagai upaya pelestarian budaya.

Tentu saja terdapat perbedaan-perbedaan antara pertunjukan wayang kulit biasa dan yang digunakan sebagai atraksi wisata. Perbedaan yang paling jelas adalah tentang durasi pagelaran. Pertunjukan wayang kulit biasa akan digelar semalam suntuk hingga cerita sampai ke bagian akhirnya.

Museum Sonobudoyo Yogyakarta memiliki agenda pertunjukan wayang kulit yang khusus dipertontonkan kepada wisatawan. Durasi penayangannya jauh lebih pendek, yaitu selama dua jam. Cerita pewayangan di pertunjukan tersebut tidak diceritakan secara utuh tetapi dibuat per episode setiap penayangannya. Bahkan menurut beberapa orang ada beberapa bagian cerita yang dihilangkan.

Perbedaan-perbedaan lain yang paling mencolok adalah melihat pertunjukan wayang kulit biasa tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun. Hal itu berkebalikan dengan pertunjukan wayang kulit yang digunakan untuk atraksi wisata budaya. Wisatawan atau penonton harus mengeluarkan uang setidaknya Rp20.000,00 untuk menyaksikannya.

Ada satu hal lain lagi yang membedakan pertunjukan wayang kulit biasa dengan yang telah di jadikan sebagai atraksi wisata budaya, yaitu mengenai waktu penayangan. Pertunjukan wayang kulit biasa diadakan saat acara-acara tertentu saja seperti, hajatan, peringatan hari-hari bersejarah, penghormatan kepada nenek moyang dan lain sebagainya. Berbeda halnya dengan pertunjukan wayang kulit untuk wisatawan, pertunjukan tersebut diadakan setiap hari ketika ada permintaan dari wisatawan itu sendiri.

Walaupun perbedaannya tidak terlalu banyak, akan tetapi hal itu menyebabkan pertentangan pendapat diantara masyarakat dan para ahli. Ada beberapa masyarakat dan para ahli yang mendukung dan ada pula yang menyesalkan pertunjukan wayang kulit digunakan sebagai atraksi wisata budaya.

Masyarakat dan para ahli yang mendukung berpendapat bahwa dengan dijadikannya sebagai atraksi wisata budaya membuat pertunjukan wayang kulit tetap ada dan lestari sehingga tidak dilupakan oleh generasi muda. Masyarakat juga semakin bangga dengan kebudayaannya dan semangat untuk memperkenalkannya kepada wisatawan. Selain itu, masyarakat mendapatkan profesi baru sebagai dalang, sinden, maupun penabuh gamelan dengan penghasilan tetap.

Sedangkan kelompok masyarakat dan para ahli yang kurang setuju pertunjukan wayang kulit dijadikan sebagai atraksi wisata budaya berpendapat bahwa nilai autentisitas dari pertunjukan tersebut menjadi luntur. Menurut mereka pertunjukan wayang kulit yang asli akan diadakan semalam suntuk hingga ceritanya selesai. Selain itu, mereka juga berpendapat bahwa pertunjukan wayang kulit sebagai atraksi wisata budaya kehilangan nilai esensinya dan lebih mengutamakan uang atau money oriented.

Pertunjukan wayang kulit sebagai atraksi wisata budaya menjadi baik ketika ditayangkan dengan tidak menghilangkan esensi dan nilai-nilai luhurnya. Selain itu hal mengenai autentisitas juga perlu diperhitungkan walaupun yang menentukan autentik atau tidaknya suatu hal adalah wisatawan itu sendiri. Jangan jadikan pertunjukan wayang kulit sebagai komoditas utama untuk mendapatkan uang dari wisatawan, sehingga pertunjukan wayang kulit akan tetap ada walaupun wisatawan tidak tertarik lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun