Mohon tunggu...
Muhammad Bahrul Ulum
Muhammad Bahrul Ulum Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

a learner from others

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu: Hegemoni Partai vs Kedaulatan Rakyat

9 April 2014   12:13 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:52 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selain itu, rekrutmen calon anggota DPR juga dilakukan oleh partai politik dan pengusulan para calon anggota DPR dalam pemilu juga oleh partai politik. Namun, hingga kini tidak ada partai politik yang berjuang demi kepentingan rakyatnya, justru yang terjadi banyaknya korupsi anggota DPR melibatkan partai yang bersangkutan. Seolah keberadaan partai politik justru sebagai wadah untuk mengkonsolidasikan kejahatan demokrasi.

Partai politik yang didambakan akuntabel, transparan, partisipatif dan mampu mengartikulasi kepentingan konstituennya masih miskin terjadi di negeri ini. Keberadaanya justru sebatas berfungsi sebagai formalitas, yang untuk pengusulan calon anggota DPR, DPRD dan Presiden, belum berada pada posisi yang substantif sebagai penyambung kepentingan rakyat di akar rumput.

Sekiranya sangat masuk akal jika partai menjadi biang keladi permasalahn demokrasi di Indonesia. Keberadaan partai yang minim regulasi dan pengawasan akan akuntabilitas dan transparansi menjadi ancaman rakyat oleh hegemoni kelompok tertentu.

Hal senada disampaikan Acton, “power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely”. Suatu kekuasaan yang diberikan secara absolut tanpa ada regulasi yang membatasi dan mengontrol suatu kekuasaan itu dapat dipastikan akan terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang besar.

Pada intinya, demokrasi Indonesia akan berjalan dengan baik apabila ada reformasi kelembagaan di tubuh partai. Entah partai itu bervisi nasionalis atau bervisi agamis, jika tanpa pengaturan dan pengawasan yang baik tentu justru akan menjadi blunder dan mengingkari visinya sendiri.

Sesunggunya disini keterlibatan rakyat menjadi esensial. Namun selama ini rakyat tampak memiliki ruang yang sangat minim untuk melakukan pengawasan terhadap partai dan wakilnya secara langsung, karena regulasi masih belum memungkinkan partisipasi itu diatur dalam perundang-undangan.

Parahnya, ditengah hiruk pikuk suksesi kepemimpinan nasional tampak kasat mata bahwa demokrasi di Indonesia hanya dipahami dengan pemilihan umum. Seolah demokrasi diyakini telah selesai setelah rakyat memungut suara dalam pemilu dan seolah demokrasi akan kembali bekerja pada 5 tahun mendatang saat pemilu tiba.

Pemahaman rakyat akan demokrasi juga tampak pada pemilihan wakil rakyat yang lebih mengedepankan figur personal ketimbang latar belakang partai yang mengusungnya. Padahal suatu partai memmpengaruhi ideologi calon wakil yang rakyat pilih dan masa depan kepemimpinan yang partai jalankan.

Tentu hal ini menjadi sebuah fenomena yang menarik sekaligus kritik dan teguran terhadap partai. Tampak bahwa rakyat telah menegasikan peran partai politik. Dengan kata lain, masyarakat mulai cenderung memandang partai politik tidak lagi layak ikut serta mengoperasikan demokrasi.

Jika demikian yang terjadi, reformasi partai perlu ditekankan. Dari hubungan partai dengan konstituen hingga mekanisme rekrutmen yang bertumpu pada kualitas personal. Jika tidak, setiap orang boleh bertanya-tanya apa yang terjadi dengan demokrasi ini. Karena, rakyat yang sesungguhnya berkuasa tapi tidak punya daya untuk melawan kemunafikan demokrasi.

Dengan kita memilih anggota DPR berarti kita memilih orang yang akan mewakili kita. Kita mempercayakan kepemimpinan kepada orang yang kita anggap layak mewakili kita. Apabila wakil kita ternyata di kemudian hari melakukan tindak pidana, korupsi dan perbuatan tercela lainnya berarti itu merupakan wujud kepemimpinan kita juga, karena kepemimpinan kita diwakilkan kepada wakil rakyat yang kita pilih. Sebagaimana dalil dalam Islam di atas, bahwa kepemimpinan nasional ini tidak hanya ditanggung oleh wakil kita, namun kita juga akan kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun