Baca juga: Repotnya Memesan Akomodasi di Iran
Mungkin Anda heran, memangnya ada turis yang mau berkunjung ke Iran? Jangan salah, meski negeri ini sering disorot dengan berita-berita negatif, kenyataannya Iran sedang mengalami booming turis.Â
Pengunjungnya memang didominasi oleh turis-turis dari Eropa dan Tiongkok, masih sedikit sekali yang berasal dari Indonesia.
Mungkin destinasi sekitarnya seperti Turki dan Dubai dianggap sudah terlalu ramai dan mainstream, sehingga banyak yang beralih ke Iran.
Ramadan tahun 2017 lalu dimulai pada akhir Mei yang sudah termasuk awal musim panas di Iran. Suhu udara di kota Tehran berkisar 34 derajat Celcius pada tengah hari, kira-kira sepanas Jakarta.Â
Saat Ramadan, aktivitas di Tehran juga dimulai lebih lambat. Pagi hari, jalanan terasa sepi. Namun menjelang sore, suasananya berangsur menjadi ramai. Dan bagi wisatawan, inilah masa yang tepat untuk mulai mengeksplorasi denyut Ramadan di ibukota Iran itu.
Buat saya, memang lebih asyik punya teman jalan yang sama-sama berasal dari Asia. Sekitar pukul 4 sore, kami langsung meluncur ke kawasan Tajrish menggunakan metro.
Gerbong-gerbong metro nampak sudah sesak oleh orang-orang yang baru pulang dari tempat kerja. Untungnya, perjalanan dari hostel kami menuju Tajrish tak memakan waktu lama, hanya butuh waktu sekitar 20 menit saja.
Stasiun Tajrish adalah perhentian terakhir jalur metro nomor 1 yang terletak di kawasan utara Tehran.
Bagian utara kota Tehran ini dikenal sebagai area hunian kaum elit. Tak heran kalau tata kotanya lebih rapi, serta hawanya lebih sejuk karena dekat kawasan pegunungan.