Mohon tunggu...
Hairun Fahrudin
Hairun Fahrudin Mohon Tunggu... IG: pelancongirit -

Penghobi jalan-jalan dengan bujet murah. Baca cerita perjalanan saya lainnya di blog pelancongirit.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengapa Ada Coca-Cola di Iran?

22 April 2018   19:52 Diperbarui: 22 Mei 2018   11:44 1160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Coca-cola digemari semua kalangan di Iran | Dokpri

Akibat embargo ekonomi, merek-merek terkenal di dunia seperti Mc  Donald  dan Starbucks, tak bisa buka cabang resmi di Iran. Namun salah  satu merek minuman ringan kondang asal Amerika ternyata punya cabang  resmi di  Iran, dan lumayan laris manis. Proganda anti Amerika agaknya  tak berlaku untuk minuman bersoda asal negeri Pamam Sam itu.

Poster-poster  berisi propaganda anti Amerika cukup mudah ditemui di  berbagai sudut  jalanan di Iran. Demikian pula tayangan TV, materi propaganda muncul di  sela-sela program sinetron dan berita. 

Pendek kata, rakyat Iran telah  dibuat kenyang dengan propaganda anti barat. Namun hal itu tak membuat  merek-merek global yang jadi simbol dominasi Amerika  lantas diboikot. Bukan pemandangan aneh kalau orang lokal menyantap  kebab ditemani Coca  Cola atau Pepsi. Di pusat-pusat perbelanjaan,  anak-anak muda berdandan  trendi tak segan memamerkan Iphone terbaru  mereka.


Sebagian pengusaha di Iran juga hobi memakai merek-merek internasional  tanpa membayar lisensi. Logo KFC, Starbucks dan Burger King misalnya, bisa dipasang tanpa izin pemegang merek. Ironisnya, trik seperti ini  bisa membuat sebuah produk bertambah laris.

Pemegang asli merek tersebut  tak bisa berbuat apa-apa karena Iran memang tak menantangani perjanjian  internasional mengenai hak cipta. Inilah berkah tersendiri dari embargo ekonomi.

Saya lumayan dibuat penasaran dengan restoran-restoran yang memasang  merek tak berizin itu. Apakah kualitas produk mereka sama dengan yang asli? Untuk menuntaskan rasa ingin tahu, saya sempatkan mampir ke sebuah  restoran Burger King abal-abal di pusat kota Tehran. 

Tak disangka, pelayannya mahir berbahasa Inggris dan tentu saja mereka surprise karena  ada orang asing mengunjungi restoran mereka. Sambil tersenyum ramah, seorang pelayan menyodori daftar menu yang ditulis dalam dua bahasa,  Parsi dan Inggris. Dan astaga, menu mereka persis sama seperti yang ditawarkan Burger King asli.


Saya lalu memesan steak burger yang jadi menu favorit Burger King.  Saya juga ingin memesan salad, tapi dibilang sedang tidak tersedia.  Menu-menu lainnya seperti chocolate cake dan cookies juga tidak  tersedia. Walah, jangan-jangan gambar menu tersebut cuma buat hiasan,  biar mirip Burger King asli.

Saya harus menunggu  sekitar 15 menit sampai pesanan saya disajikan. Saat itu restoran sedang  sepi, selain saya hanya ada satu orang pengunjung lain. 

Dan bagaimana  rasa Burger King buatan Iran itu? Rasanya ternyata tak jauh beda dengan  hidangan Burger King dari restoran berlisensi. Hanya saja cara  penyajiannya tidak seperti di gambar daftar menu mereka. Kentang goreng  tidak disajikan, dan tak ada kertas pembungkus berlogo Burger King  seperti yang lazim ditemui di restoran asli. Tapi namanya juga Burger  King abal-abal, haha...

Baca juga: Mendapatkan Visa Iran itu Gampang!

Saat jalan-jalan di Jolfa, sebuah distrik Armenia di kota Isfahan, saya  juga menemukan kedai kopi berlogo Starbucks. Karena memang sedang ingin minum kopi dan beristirahat setelah lelah jalan kaki, saya putuskan  masuk ke kedai kopi itu. Interior kedai Starbucks ala Iran ini  benar-benar membawa kita seperti berada di gerai yang asli. Pilihan  minuman kopinya juga kurang lebih sama. 

Tapi karena bukan pelanggan  setia kedai Starbucks asli, saya tak bisa membedakan rasa kopinya. Meski  begitu, saya sangat menikmati sajian iced latte buatan Starbucks Iran  itu.


Walaupun sebagian besar produk bermerek asing yang beredar di Iran tidak  membeli lisensi, segelintir perusahaan besar seperti Coca Cola dan  Pepsi benar-benar punya cabang di Iran. 

Tentu saja mereka membayar  lisensi dan uangnya akan mengalir ke Amerika. Loh, katanya perusahaan  Amerika tak boleh  beroperasi di Iran karena  embargo ekonomi? Memang benar, untuk sebagian besar perusahaan Amerika,  aturan tersebut benar-benar diterapkan. Tapi Coca Cola rupanya mendapat  keistimewaan, sehingga mereka boleh beroperasi di Iran.

Walaupun sebagian besar produk bermerek asing yang beredar di Iran tidak  membeli lisensi, segelintir perusahaan besar seperti Coca Cola dan  Pepsi benar-benar punya cabang di Iran. Tentu saja mereka membayar  lisensi dan uangnya akan mengalir ke Amerika. Loh, katanya perusahaan Amerika tak boleh  beroperasi di Iran karena  embargo ekonomi? Memang benar, untuk sebagian besar perusahaan Amerika,  aturan tersebut benar-benar diterapkan. Tapi Coca Cola rupanya mendapat  keistimewaan, sehingga mereka boleh beroperasi di Iran.


Meski punya lisensi, merek Coca Cola tetap saja ada versi palsunya.  Pemegang merek Coca Cola yang resmi sampai harus memasang tulisan "original" di kemasan produk mereka. Produk Coca Cola palsu bisa beredar  luas tanpa bisa ditindak secara hukum karena Iran tidak menantangani perjanjian internasional soal merek dagang ini. Itulah sebabnya, pemalsu  merek-merek internasional lainnya juga tidak bisa ditindak.

Sebagai bekas sekutu dekat Amerika Serikat, orang Iran sebenarnya tak  asing dengan merek-merek dari negara adidaya itu. Coca Cola misalnya, sudah hadir di Iran sejak 1950-an. Di kota-kota kecil masih sering  dijumpai mobil bermerek Cadillac dan Ford, tapi tentu saja keluaran  tahun 70-an.

Dominasi produk Amerika di Iran harus berakhir pada penghujung 1970-an,  ketika pecah revolusi Islam yang dipimpin Imam Khomeini. Saat itu perusahaan-perusahaan Amerika terpaksa hengkang dan asetnya  dinasionalisasi. Namun jejak dominasi Amerika di Iran tidak sepenuhnya  hilang, buktinya Coca Cola dan Pepsi masih berjaya. Urusan selera  agaknya tak bisa dikaitkan dengan masalah politik.

Baca juga:Hal-hal yang Wajib Dimengerti Sebelum Bertandang ke Iran

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun