Mohon tunggu...
Muhammad Azry Zulfiqar
Muhammad Azry Zulfiqar Mohon Tunggu... Ilustrator - Independent Writer

Coffee, Fee, Fee muhammadazry34@gmail.com Blog: https://horotero.wordpress.com/ Bekerja dan mencuri waktu berselingkuh dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Flexing yang Menyamar sebagai Motivasi

23 Juni 2022   12:30 Diperbarui: 23 Juni 2022   12:34 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membuka instagram, tiktok, Facebook dan media sosial apapun itu pasti ketemu sama yang namanya flexing. Tak heran lagi, flexing bagai candu tak hanya bagi para si pelaku melainkan penikmatnya juga.

Melihat mobil-mobil sport mewah, rolex yang melingkar di tangan dan hunian yang membuat siapapun iri sepertinya menjadi konten yang wajib di sosial media. Walaupun kita belum punya namun melihatnya saja sudah menyukai nya bukan? Atau minimal mengetik komentar berupa doa untuk mendapatkan itu semua.

Flexing sih berarti pamer. Tapi konotasi pamer dimanapun memang tak baik. Status lingkaran sosial yang masih sulit saat ini dan belum sepenuhnya normal serta keadaan ekonomi setiap orang juga berbeda membuat flexing banyak menjadi bulan-bulanan orang yang menyuarakan suara kontra.

Tapi banyak juga yang merasa sah-sah saja sih. Jadi mempertimbangkan kebenaran dan salah pun agak sulit. Tapi bagaimana untuk yang setuju dan merasa sah-sah saja? Baik pelakunya maupun sang followers penikmat kontennya pun beralasan motivasi.

Ya, mereka bilang bermaksud memotivasi sih katanya. Ya, tapi sebenarnya itu baik. Namun seharusnya jika motivasi maka adakalanya secara logika dibuat lebih menitikberatkan proses mendapatkan semuanya. Bukan memamerkan tunggangan, hunian dan semua yang mereka telah dapatkan alias hasil.

Kita tak bilang itu salah karena memang mungkin ada yang murni memotivasi. Menjudge pun pasti salah. Namun adanya perbaikan konten harus ditanamkan kepada para kreator. Salah satunya jika ingin memotivasi maka membuat konten yang memblow up prosesnya, bukan hanya hasilnya.

Maka dengan itu edukasi akan kita dapatkan di pola pikir masing-masing dan tak akan menimbulkan iri hati, hujatan dan cap pamer belaka.

Sah-sah saja kok. Tak ada yang melarang untuk kita kaya dan semua wajib menghargai kepunyaan atau hak milik orang lain.

Ini hanya masalah tema konten atau postingan saja yang siapa tahu memang lebih unik mengedukasi penonton. Karena pastinya tak semua konten berbau flexing.

Sangat ironi jika,

 Si Kreator berkata 'Wah murah banget!'

Tapi si penonton dalam hati berkata pelan 'Wah mahal banget!'

Ironi Ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun