Mohon tunggu...
EDI SAPUTRA
EDI SAPUTRA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Selalu Menjadi Yang Terbaik walau itu Sulit

Lagi nyoba nulis, kadang ada ide tapi kaku kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Anak yang Senang Menggambar"

10 April 2018   14:34 Diperbarui: 10 April 2018   14:49 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dikisahkan ada seorang bangsawaan yang memiliki seorang anak  yang berusia enam tahun yang sangat aktif. 

Keaktifan si anak akan  terhenti ketika ia mulai menggores tinta pada alas apapun untuk  menggambar, ia senang sekali menggambar dan mencoret-coret tanah di  halaman belakang tempat ia bermain.

Pada suatu ketika terjadilah suatu hal yang tidak di inginkan  saat itu sianak bermain di dalam rumah dan melihat kain sutra emas di  sebuah kursi, kemudian diambilah sutra tersebut untuk di jadikan alas  menggambar.

Tak  lama kemudian ayah dan ibunya (sang bangsawan dan istrinya) pulang dan  disambut gembira oleh anaknya lalu diperlihatkan hasil coretanya  kepada sang ayah. Melihat coretan tersebut sang ayah benar-benar marah  besar , lalu dipukulah tangan kanannya sambil dicaci maki oleh ayahnya dan  berkata "dasar  anak bodoh, nakal, apa kamu tidak tahu kain sutra ini sangat berharga,  jatuhlah kehormatan ayah karena coreta ini, sang anak pun menjawab  sambil menangis "ampun ayah, sakit."

-Kain sutra tersebut adalah pemberian dari sang raja (karena sang bangsawan sangat berjasa pada Negara).

Hari-hari  sang bangsawan sangat sibuk dengan pekerjaanya begitu pun  dengan isterinya yang memiliki kegiatan diluar rumah, sehingga anak hanya  didampingi oleh pengasuhnya karena mereka tak ada waktu untuk mengajak  atau untuk sekedar menemani si anak bermain.

Ibunya terdiam melihat anaknya di pukuli ayahnya dan merasa terenyuh melihat kain sutra yang kotor oleh coretan gambar.

Bekas luka pukulan sang ayah ditangannya, memang tidak nampak tapi akibatnya setiap anaknya mandi selalu  menjerit-jerit karena kesakitan, Beberapa  hari kemudian si anak demam, si pengasuh pun segera melapor kepada sang  bangsawan dan isterinya karena takut terjadi sesuatu pada si anak.

Karena masih menyimpan perasaan marah pada si anak , kemudian istri bangsawan atau ibunya hanya memberi obat penurun panas. 

Pada  suatu hari si anak kesakitan dan panas makin tinggi lalu sipengasuh  melapor lagi pada bangsawan dan isterinya, kemudian dibawalah sianak pada  tabib.

Setelah tabib memeriksa keadaan si anak, terlihat tangan  si anak membiru bekas pukulan. "satu-satunya jalan untuk menyembuhkan  anak tuan maka tangan sianak harus di amputasi (potong) karena jika  tidak, maka penyakit si anak akan menjalar pada semua bagian tubuhnya."  kata sang tabib pada sang bangsawan.

Dengan berbagai  pertimbangan dan karena takut terjadi sesuatu yang akan lebih  membahayakan anaknya maka kedua orangtuanya sepakat dan rela tangan  anaknya di amputasi, walau dengan perasan sedih.

Setelah sianak diamputasi, kedua orangtuanya dan pengasuhnya duduk didekatnya sambil menangis, merasa sedih dan pilu. 

Akibat  perbuatan yang emosional, sang ayah dalam hatinya berbisik"maafkan ayah  anakku, ayah sangat menyesal akibat kesalahan ayah engkau menderita  seperti ini". Namun sang ayah menyadari bahwa penyesalan sedalam apapun  tidak akan mengembalikan tangan si anak.

Tiba-tiba si  anak siuman dan kemudian memanggil ayah dan ibunya, "Ayah,ibu mengapa bersedih maafkan kesalahan ananda, ananda minta maaf tapi tolong ayah, ibu  kembalikan tangan kanan ananda karena bagaimana ananda bisa mencium  tangan ayah dan ibu jika tangan ananda tiada.

Mendangar perkataan  dari si anak meledaklah tangisan kedua orang tuanya,"karena sedalam  apapun penyesalan tidak dapat mengembalikan tangan kanan sianak"

-sumber : Andri Wongso  talk show 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun