"Nduk, ngaji ya", kepala ku tolehkan spontan melihat wajah ibuku. "Wis suwe kamu ndak ngaji. Eman kalau ndak dimulai lagi", lanjut ibu ku.
Aku tak bisa langsung mengiyakan ataupun menolak. Lidah terasa kelu untuk berucap. Kukernyitkan kening sambil berpikir ulang. Pada akhirnya kata "Heehm"- lah yang kusodorkan padanya sebagai bukti mengiyakan perintah itu.
Keesokan harinya aku berusaha mencari informasi tentang kegiatan ngaji tersebut. Mulai dari kuhubungi saudara yang kawannya sering ikut ngaji. Kutanyai berbagai hal dan berakhir saudaraku jengah karena aku yang terlalu banyak bertanya. Maklum, sudah sangat lama aku tidak ikut kegiatan ini. Kegiatan ngaji yang terakhir kuikuti terjadi sekitar 3 tahun yang lalu. Â Sudah sangat lama bukan ?
Banyak alasan yang menyebabkan aku mandek waktu itu. Kesibukan dan hal lain sebagainya yang menyita waktu serta situasi dan kondisi yang tidak mendukung.  Karena waktu vakum yang panjang inilah yang menyebabkan aku banyak bertanya berbagai hal pada saudaraku hingga ia jengah  dan kesal menjawab kecerewetan ku.
Aku terlalu takut untuk memulai dan melaksanakan kegiatan ngaji ini lagi. Ingin berangkat, akan tetapi hati, pikiran, dan tubuh saling menolak. Hati ku merasakan gusar tapi sebenarnya aku merasa antusias, pikiranku kalut dipenuhi keraguan, akan tetapi ingin segera mangkat. Sayangnya tubuhku tidak bisa diajak sinkron, dipaksa melangkah antara mau dan tidak mau.
Hari H pun datang, untung saja aku ada kawan yang menemani. Dia sepupuku, yang kebetulan juga ingin kembali melaksanakan kegiatan ngaji ini. Beruntungnya aku tidak sendirian. Perasaan ragu, malu sedikit demi sedikit mulai sirna.
Berangkatlah kami berdua waktu itu. Sepanjang perjalanan mataku lurus memandang ke depan, sambil mengingat kenangan yang tak sengaja terlintas.Â
"Ndut, tau ndak ? Aku jadi ingat kenangan-kenangan saat ngaji dulu. Mulai berangkat dari rumah sampai di rumahnya pak hakim. Pokoknya banyak kenangan", kataku sambil tetap fokus mengendarai motorku.
"Ingat masa lalu ceritane", gurau nya.
 "Iya. Gimana nek udah ngene Iki ? Aku ingat pas berangkat panas-panas jam setengah tiga waktu itu pakai sepeda. Ngayuh cepat ben sampai tempat lebih awal. Biar dapat tempat duduk yang pas", jawabku sambil ketawa.Â
"Sayange, sekarang aku ndak terlalu kenal sama anak-anak yang ngaji ndek sini. Mungkin nek kamu masih kenal, soale tak lihat ada beberapa temanmu pas MI dulu", kata ku.
"Iya, Amel, Evi, temanku sekolah dulu kalau Yanti aku tau dia tetangganya Evi. Masak sih sampean ndak mengenali wajahe temanmu mbak ? Â Satupun ?", tanyanya dengan ekspresi penasaran.