Mohon tunggu...
Nurul Hasanah
Nurul Hasanah Mohon Tunggu... Animator - Universitas Airlangga

saya sebenarnya itu anime

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memandang Kasus Pelecehan di Lingkungan Kampus dalam Upaya Mengurangi Intimidasi Kaum Perempuan

29 Juni 2022   12:25 Diperbarui: 29 Juni 2022   12:38 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelecehan seksual terjadi karena adanya suatu perbedaan antara hubungan relasi antar gender. Sistem patriarki yang sudah mengikat memposisikan laki-laki derajatnya lebih tinggi dibandingkan perempuan. 

Perspektif ini seringkali mengintimidasi bahwa perempuan dipandang rendah dan sebelah mata. Meskipun demikian memang sulit memberikan suatu batasan mana saja yang disebut suatu pelecehan seksual. 

Adanya suatu pemaksaan adanya ketidaknyamanan sering direndahkan terkait seksual itu termasuk ke dalam suatu pelecehan seksual. Di era digital sekarang toleransi semakin dikedepankan artinya toleransi semakin lentur yang berimbas pada kebablasan. 

Dominan korban yang menjadi suatu pelecehan seksual enggan berbicara karena adanya sepatu lembaga yang tinggi antara satu pihak yang merasa dilemahkan. Hal tersebut yang menjadi korban pelecehan seksual berani menaikkan standar keberanian harga diri dan harus memandang sama rata serta penting untuk memberantas yang ada dalam perspektif baru di masyarakat mengenai pelecehan seksual. 

Pelecehan seksual di lingkungan kampus bukan hanya terjadi satu ataupun dua kali akan tetapi seiring beredarnya informasi pelecehan seksual di kampus makin banyak kasus-kasus yang mengalami pelecehan seksual bahkan kekerasan. Banyaknya kasus-kasus yang terjadi di lingkungan kampus mengenai pelecehan seksual membuat korban enggan berbicara di lingkungan luas bahkan di media. 

Seiring perkembangan teknologi yang menjadi korban pelecehan seksual berani untuk berbicara, walaupun demikian banyak kecaman yang didapatkan oleh korban. Hal tersebut justru masyarakat melihat bahwa ada banyak kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus.

Ini menjadi perhatian untuk para pelaku pelecehan seksual di lingkungan kampus yang harus mendapatkan hukuman yang setimpal. Banyaknya masyarakat yang memiliki media sosial semakin terbantu dalam memberantas kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di kampus.

Perasaan Malu Berbicara Karena Adanya Tekanan .

Korban yang mengalami pelecehan seksual enggan melapor ke pihak kampus karena hal ini ada beberapa diantaranya, seperti memalukan diri korban , ada suatu ketakutan atau ketimpangan di salah satu pihak yang berada dalam posisi di atas. 

Akhirnya korban pelecehan terjadi karena diri sendiri yang salah dan membiarkan ini terjadi sehingga menimbulkan perilaku menyalahkan diri sendiri. Perspektif ini menjadi sebuah pemicu pemikiran mengakar dan sulit untuk diubah. Korban dilecehkan bukan karena diri sendiri yang salah tapi dikaji dari berbagai perspektif.

Media Sebagai Tempat Dalam Mengawasi Kasus Pelecehan Seksual.

Seiring berkembangnya waktu media menjadi salah satu sarana dan tempat untuk mengawal pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. 

Dengan adanya media berbagai kasus pelecehan seksual yang terjadi akan mudah tersebar sehingga publik mengetahui. Banyaknya kasus yang terungkap di media menjadi salah satu upaya untuk menekan kasus pelecehan seksual supaya tidak terjadi kembali. Media kini sebagai tempat untuk membagikan informasi, publik atau yang biasa disebut netizen mempunya pengaruh yang besar di media, terkhususnya di Twitter. Banyak kasus pelecehan seksual yang diungkapkan lewat aplikasi tersebut. 

Media sosial mempunyai dampak yang begitu besar bagi perkembangan informasi, berita kasus mengenai pelecehan seksual pun kerap kali sering tersebar.

Aturan Permendikbud PPKS Sebagai Sebuah Solusi Dalam mereda Kasus Pelecehan

Masih munculnya kasus mengenai tindakan asusila di lingkungan Pendidikan Kebudayaan riset dan teknologi mengeluarkan peraturan nomor 30 tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. 

Peraturan yang dikeluarkan untuk meminimalisir hal-hal yang sebelumnya tidak diatur secara spesifik sehingga menyebabkan banyaknya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. 

Substansi permendikbusristek PPKS jangan dengan tujuan pendidikan yang diatur dalam UU sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan merupakan sebuah usaha sadar dan terencana untuk merealisasikan nuansa belajar serta proses pembelajaran agar mahasiswa dapat mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual pengendalian diri kepribadian serta kecerdasan. 

Pelecehan seksual merupakan sebuah penghalang terwujudnya pendidikan yang harmoni. Peraturan yang dikeluarkan oleh Kemendikbud ristek merupakan langkah strategis yang menunjukkan bahwa komitmen negara dan perguruan tinggi dalam melihat tingginya angka pelecehan seksual yang terjadi di ranah perguruan tinggi. 

Peraturan ini dapat menjadi dasar serta acuan bagi sistem pelapor serta penanganan kasus pelecehan seksual dan perlindungan bagi korban yang lebih memadai serta dapat mengurangi risiko terjadinya kasus yang serupa. Peraturan yang dikeluarkan ini mendapatkan respon yang positif dan mendukung karena sebagai wujud implementasi pembelajaran di lingkungan kampus yang terciptanya kampus merdeka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun