Menurut American Psychology Association, berbagai penelitian epidimiologi menunjukan prevalensi gangguan kecemasan berpisah 4-5% pada anak-anak dan remaja. Menurut survey epidimiologi kanada (1999), prevalensi gangguan kecemasan berpisah adalah 4,9% pada anak usia 6-8 tahun dan 1,3% pada remaja usia 12-14 tahun (Fadilah et al., 2023).Â
Pada penelitian Rahmadipta (2015) (dalam Cahyady & Mursyida, 2021), berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2013, gangguan kecemasan yang dialami oleh remaja di Indonesia yang berusia kurang lebih 15 tahun adalah sekitar 37 ribu penduduk dengan prevalensi gangguan kecemasan pada remaja di Jawa Tengah tercatat sebanyak 4,7%.Â
Sedangkan, berdasarkan data Kemenkes 2013 menyatakan bahwa prevalensi penduduk yang mengalami gangguan mental emosional seperti ansietas dan depresi secara nasional adalah 6,0% dan Sumatera Barat memiliki angka 4,5% (Cahyady & Mursyida, 2021).
Beberapa tahun terakhir, prevalensi remaja yang mengalami depresi mulai meningkat. Salah satunya merupakan hasil penelitian Mojtabai, Olfson, dan Han (2016) (dalam Dianovinina, 2018) terhadap 172.495 remaja yang berusia 12-17 tahun dan 178.755 usia dewasa antara 18-25 tahun di Amerika Serikat, menunjukkan prevalensi terjadinya depresi pada remaja dan dewasa awal meningkat di tahun-tahun terakhir ini, yaitu dari 8.7% di tahun 2005 menjadi 11.3% di tahun 2014 pada usia remaja, dan dari 8.8% menjadi 9.6% pada usia dewasa awal.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Vardanyan (2013) (dalam Dianovinina, 2018) yang menggunakan 713 siswa di Armenia menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi kemungkinan terjadinya depresi adalah 16.7%, 6.2% adalah laki-laki dan 21.6% adalah perempuan.Â
Dalam penelitian lain pada studi Los Angeles Epidemiologic Catchment Area Project, 20-25% orang dewasa dengan depresi mayor melaporkan bahwa episode pertama dari penyakit ini terjadi sebelum usia 18 tahun. Dalam sebuah tinjauan terbaru mengenai epidemiologi gangguan depresi pada anak-anak dan remaja, ditemukan bahwa angka kejadian depresi mayor pada anak-anak adalah 0,4-3,0%, dan 3,3-12,4% pada remaja (Bahls, 2002).
Berdasarkan penelitian (Emily & Mclaughlin, 2019) dan (Dianovinina, 2018), para orang tua memiliki beberapa strategi dalam menangani kecemasan perpisahan dan depresi pada anak-anak dan remaja. Strategi itu antara lain:
- Strategi Afektif
Dalam strategi afektif, orang tua berfokus untuk menunjukkan cinta dan perhatian mereka secara eksplisit dan membangun kepercayaan serta ikatan dengan anak-anak mereka.
- Strategi Verbal
Strategi verbal berfokus pada komunikasi yang dilakukan oleh para orang tua kepada anak-anak mereka.
- Strategi Kognitif
Dalam strategi kognitif, orang tua membantu anak-anak mereka memahami perasaan dan situasi mereka. Mereka juga membantu mencari jawaban atas pertanyaan mereka melalui internet dan pengetahuan yang tersedia secara online. Strategi ini berkaitan dengan rasionalisasi dan penelitian.
Kehadiran orang tua dalam keluarga merupakan elemen penting bagi perkembangan anak, terutama pada masa kanak-kanak hingga remaja. Namun, tidak semua orang tua menyadari peran vital mereka, terutama dalam mendeteksi dan menangani gangguan kecemasan seperti kecemasan berpisah dan depresi yang umum terjadi pada anak-anak dan remaja. Gangguan ini dapat mempengaruhi kognisi, psikomotor, dan fisiologis anak, dengan dampak yang dapat bertahan hingga dewasa.