Mohon tunggu...
Artika Puspitasari Salsabila
Artika Puspitasari Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030046 UIN Sunan Kalijaga

Seorang anak perempuan kelahiran Kabupaten Fakfak yang senang bercerita kepada teman-temannya dan memberikan aura positif ke semua orang serta mempunyai bakat bernyanyi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Memahami Gangguan Penumpukan Barang: Tantangan dan Solusi untuk Hoarding Disorder

31 Maret 2024   16:19 Diperbarui: 31 Maret 2024   16:26 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.alodokter.com/hoarding-disorder

Belakangan ini, banyak sekali konten mengenai seseorang yang tidak membersihkan kamar kosnya bahkan menumpuk barang-barang yang sudah tidak digunakan maupun sampah di dalam kamar kosnya. Bahkan terkadang di dalam kamar kos tersebut terdapat botol yang berisi urine atau terdapat feses di atas lantai. Mengenai hal tersebut, sebagian masyarakat masih cenderung berpikir bahwa perilaku tersebut hanya disebabkan oleh kemalasan dan kurang kesadaran akan pentingnya kebersihan. Kurangnya pengetahuan masyarakat terkait masalah tersebut, menyebabkan sebagian masyarakat mengolok-olok orang yang melakukannya, baik di dunia nayata maupun di dunia maya. Bahkan terdapat pemilik kos yang memarahi hingga mengusir penghuni kos yang memiliki kebiasaan tersebut. Masyarakat sekitar berkerumun untuk melihat fenomena tersebut, tak jarang mereka juga melihat dengan tatapan yang jijik. Mereka mengontenkan hal itu tanpa memikirkan apa penyebab serta dampak yang akan dialami oleh seseorang yang melakukannya.

https://harianbanyuasin.disway.id/read/642846/hoarding-disorder-perilaku-gemar-menumpuk-sampah-kenali-gejala-dan-penyebabnya
https://harianbanyuasin.disway.id/read/642846/hoarding-disorder-perilaku-gemar-menumpuk-sampah-kenali-gejala-dan-penyebabnya

Sebenarnya seseorang yang tidak membersihkan kamar kosnya bahkan menumpuk barang barang yang sudah tidak digunakan maupun sampah di dalam kamar kosnya, berkemungkinan besar memiliki gangguan jiwa "hoarding disorder". Kring, Johnson, Davidon, Neale (dalam Zulfa, 2020), mendefinisikan Hoarding Disorder adalah seseorang yang memiliki barang-barang yang jumlahnya berlebihan dan juga memiliki kesulitan dalam membuang objek dan berakhir menimbun barang-barang ini, bahkan ketika secara objektif tidak bernilai.

Mereka akan lebih cenderung untuk menyimpan barang-barang yang dianggap bernilai, mempunyai nilai sentimental dan juga mempunyai kegunaan untuk masa depan. Hal ini juga menyebabkan, seseorang individu yang mempunyai tingkah laku hoarding pada tahap serius di mana meraka merasa selamat atau nyaman walaupun berada bersama dengan himpunan barang yang berlebihan. Mereka menganggap bahawa perbuatan atau tingkah laku tersebut adalah normal dan tidak memberi masalah kepada diri mereka. Walau bagaimanapun, kajian mengenai penyakit hoarding ini masih kurang dan penyebab-penyebab sebenarnya dari tingkah laku hoarding disorder ini masih tidak dapat dikenal dengan pasti (Mohamad et al., 2018).

Tingkah laku hoarding merupakan sejenis penyakit mental di bawah kecelaruan obsesif kompulsif menurut Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). Individu yang mengalami tingkah laku hoarding ini tidak dapat menjalani kehidupan seharian secara normal dan mengalami masalah mental (Mohamad et al., 2018). Hoarding sebelumnya telah dianggap sebagai subtipe dari gangguan obsesif kompulsif (OCD), sebagian besar penelitian tentang penimbunan menggunakan sampel yang diambil dari pasien yang mencari pengobatan di klinik khusus OCD. Namun, tinjauan terhadap bukti-bukti yang terkumpul telah menghasilkan kesimpulan bahwa keduanya adalah gangguan yang berbeda (Frost et al., 2015).

Gangguan mental hoarding disorder tidak boleh dianggap remeh, karena penimbunan tersebut mengganggu kehidupan sehari-hari mereka, yang dapat menyebabkan stres dan rasa malu dalam kehidupan sosial, keluarga, dan pekerjaan mereka. Gangguan penimbunan juga dapat menciptakan kondisi kehidupan yang tidak sehat dan tidak aman. Beberapa orang dengan gangguan penimbunan hidup dalam kondisi yang tidak sehat (jorok) yang mungkin merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari ruang yang sangat berantakan (misalnya, kekacauan membuat sulit untuk dibersihkan) atau mungkin terkait dengan kesulitan perencanaan dan pengorganisasian.

Namun, kebanyakan orang yang hidup dalam kemelaratan rumah tangga yang parah (di mana terdapat sampah, makanan busuk, atau kotoran) memenuhi kriteria untuk gangguan organik atau mental lainnya (misalnya demensia, psikosis, atau gangguan obsesif-kompulsif) dan akibatnya tidak memenuhi syarat untuk diagnosis gangguan penimbunan (Mataix-cols & Ph, 2015).
Dalam penelitian lain (Mataix-cols & Ph, 2015) dijelaskan bahwa, orang dengan gangguan penimbunan barang mungkin tidak dapat tidur di tempat tidur mereka, duduk di ruang tamu, atau memasak di dapur. Dalam beberapa kasus, kekacauan meluas hingga ke luar ruang keluarga dan mengganggu penggunaan ruang lain, seperti kendaraan, halaman depan dan belakang, tempat kerja, dan rumah kerabat.

Pada kasus yang parah, penimbunan dapat menimbulkan berbagai resiko kesehatan, termasuk kebakaran, terjatuh, dan sanitasi yang buruk. Penimbunan juga dapat meningkatkan resiko kematian akibat kebakaran rumah atau terjebak di bawah "longsoran sampah". Kualitas hidup sangat terpengaruh, dan hubungan keluarga sering kali menjadi renggang. Kadang-kadang ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan meluas ke tetangga dan orang lain yang tinggal di dekatnya.

Laporan tentang perbedaan gender dalam komorbiditas penimbunan telah beragam. Labad et.al., (dalam Frost et al., 2015) tidak menemukan perbedaan gender dalam frekuensi penimbunan di antara pasien OCD, sedangkan Wheaton et.al., (dalam Frost et al., 2015). melaporkan tingkat keparahan gejala OCD yang lebih besar di antara wanita dibandingkan dengan tanpa penimbunan, meskipun tidak ada perbedaan yang muncul di antara pria. Sebaliknya, Samuels et.al., (dalam Frost et al., 2015) menemukan frekuensi yang lebih tinggi dari sebagian besar jenis obsesi dan beberapa dorongan pada pria dengan OCD terkait penimbunan dibandingkan dengan pria dengan OCD tanpa penimbunan. Di antara wanita, hanya obsesi simpati dan obsesi pemesanan yang lebih sering terjadi pada penimbunan dibandingkan dengan pasien OCD yang tidak menimbun. Tidak ada penelitian yang melaporkan perbedaan gender dalam sampel yang direkrut untuk penimbunan. Karena ketidakkonsistenan dalam temuan dan populasi yang sempit dari mana sampel ini diambil (pasien OCD), tidak ada hipotesis yang jelas mengenai gender dapat dibuat sehubungan terhadap penyakit terkait.

Dalam (Zulfa, 2020) terdapat tingkat gejala hoarding disorder yaitu:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun