Mohon tunggu...
Artika Positive
Artika Positive Mohon Tunggu... lainnya -

Positive

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Motif Lain "Penipuan" di Bandara

22 Agustus 2012   01:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:28 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Lebaran identik dengan mudik, kerumah sanak saudara yang berjauhan, yang kerja pulang kekampung halaman, dan lain sebagainya. Pengalaman pertamaku mudik, yaitu lebaran tahun kemarin, tepatnya 27 Agustus 2011. Rasa kangen dengan kedua orangtua, membuat detik2 hari mudik menjadi terasa lama. Kangen yang tak tertahankan. Sejak kurang dua bulan dari hari H mudik, aku sudah menyuruh majikan untuk pesan tiket. Karna bulan agustus di Hongkong adalah libur anak sekolah, dan musimnya orang Hongkong liburan. Di Indonesia sendiri sedang menyambut lebaran Idul Fitri, jadi pesan tiket lebih awal lebih aman.

Bagian belakang pesawat, kelas ekonomi penuh yang kebanyakan adalah BMI, ada beberapa TKI pria dari Taiwan dan Korea juga yang transit disini. Kabin yang isinya kebanyakan wanita ini riuh suara penumpang, saling bercerita dengan teman yang duduk disebelah. Mulai cerita pengalaman masing-masing sampai cerita ke KTKLN. Ternyata banyak penumpang yang berniat tidak  membuat kartu ini, dan aku hanya memgamini(makhlum rumah jauh dari kantor BP3TKI). Perjalanan 4jam jadi terasa cepat, dan tibalah sampai bandara Juanda.

Setelah selesai pengambilan koper semua TKI/TKW ini digiring menuju pintu keluar yang dipisahkan dari penumpang non non TKI/TKW. Disitu kita disuruh mengisi lembaran yang berisi alamat rumah dan lain-lain. Kebetulan aku berjalan di depan, karna sudah tidak tahan ingin bertemu keluarga, jalanku percepat. Ada penjaga didepan pintu, bukan satpam, dan dia mengarahkanku untuk menuju meja yang berseberangan dengan pintu, buat pendataan katanya. Di meja ini ada 3-4petugas wanita, diantaranya berjilbab, meminta ku untuk menukar dolar dengan alasan buat pendataan. "Tadi sudah isi lembaran kok masih bilang pendataan?" Tanya ku. Jawabannya, ini berguna sebagai bukti kalau kamu aman dan telah keluar dari bandara. Aku dan tetanggaku yang kebetulan pulang bareng, bilang kalau kita tidak membawa dolar, semua telah dikirimkan. Mereka memaksa untuk mengecek di tas yang melekat ditubuh kami. Akhirnya kita menyerahkan $200, mereka memberi kita Rp 200ribu (kurs 1000/$). Kurs yang rendah dan jauh dari kurs sebenarnya (1110/$) pada waktu itu. Berapa keuntungan yang diperoleh dari semua penumpang yang jumlahnya ratusan? Banyak.

Diluar adik perempuanku dan bapak sudah berdiri menyambut ku. Kami berjalan menuju mobil sewaan, dan pulang menuju rumah. Kuceritakan kejadian tadi, adik juga bilang, kalau saat dia pulang di awal puasa dari Taiwan sudah ada penodongan seperti ini. Tapi karna adik tidak membawa uang sepeserpun, jadi dia tidak takut diperiksa.
Siapakah yang menikmati keuntungan ini? Pihak bandara? Atau pekerja yang bersangkutan? Karna dengan penukaran kurs dibawah jumlah sebenarnya akan  banyak keuntungan yang mereka peroleh. Apalagi sekarang kurs dolar naik.

Waktu cuti yang hanya 2minggu, dan jarak rumah yang jauh dari tempat pembuatan KTKLN, maka saya memutuskan tidak membuat kartu yang katanya sakti tersebut. Banyuwangi-Surabaya, memakan waktu kurang lebih 9-10jam, biaya travel 125sekali jalan (pp 250), dan ditambah biaya konsumsi dan pembuatan KTKLN sendiri. Maka bulat sudah keputusan tidak membuatnya. Apalagi masa laku KTKLN sendiri hanya 1-2tahun, tergantung kontrak kerja.

Waktu cuti telah habis, dan saya bersiap meninggalkan keluarga lagi. Naik travel sampai bandara pukul 5pagi. Pesawat yang saya naiki mulai check in pukul 7pagi, saya duduk dulu ditaman luar. Disini saya dihampiri petugas bandara dan bilang akan membantu saya mengurus KTKLN. Rupanya teman yang satu travel dengan ku tadi memberitahunya. Apes pikirku. Akhirnya aku menurutinya, karna saya tidak mau ada masalah, mengharapkan hanya kelancaran. Dia mengurus semua keperluanku dan meminta imbalan, kuberikan 3ratus ribu, tapi kurang, dia meminta 5ratus ribu. Setelah semuanya beres aku masuk kedalam ruang tunggu penerbangan. Setelah aku perhatikan tidak semua penumpang ditanyai kartu tersebut. Yang apes ya harus bayar. Kesalahan ku adalah ketika naik travel, aku memberitahu. teman  kalau aku tidak memiliki KTKLN, jadilah petugas tadi menghampiriku.

Penipuan tidak hanya terjadi di bandara Soeta. Penipuan bisa ada dimana-mana dengan motif yang berbeda. Sebenarnya apa sih gunanya KTKLN? Toh semua TKI/TKW yang bekerja keluar negri sudah memiliki asuransi. Apa dengan KTKLN ketika kita sakit, dengan menunjukkan KTKLN ke KJRI, mereka akan menanggung semua biaya pengobatan? Kenapa tidak dihapus kalau KTKLN tidak bisa berfungsi untuk melindungi TKI/TKW. Yang katanya KJRI Hongkong bisa mengurus pembuatan KTKLN, tapi sampai sekarang belum ada kapan kepastiannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun