Mohon tunggu...
Artie Ahmad
Artie Ahmad Mohon Tunggu... Karyawati Swasta -

Saya lahir dan besar di Salatiga.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

'Perempuan di Novel-novel Ahmad Tohari'

26 April 2015   19:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:39 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama kali saya mengenal novel Ahmad Tohari saat duduk di bangku SMP. Novel pertama yang saya baca trilogi 'Trilogi: Ronggeng Dukuh Paruk'. Satu hal yang terpenting setelah membaca novel ini, saya menjadi ketagihan membaca novel-novel yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Novel kedua yang saya baca 'Belantik' ini buku kedua yang kala itu masih terbagi menjadi dwilogi dengan 'Bekisar Merah' yang menjadi buku pertama. Belakangan dwilogi ini dijadikan satu dan diberi judul 'Bekisar Merah'. Tak hanya novelnya, saya juga menggemari kumpulan cerpennya, khususnya 'kumcer' pertama yang saya baca 'Senyum Karyamin'.

Hal yang paling ketara ketika membaca tulisan-tulisan Ahmad Tohari, yang paling menonjol adalah peran tokoh perempuan di novel-novel yang Ahmad Tohari tulis. Hampir semua tokoh perempuan di sana mengalami nasib yang tak jauh berbeda. Lasi, tokoh utama di novel 'Bekisar Merah' dan Srintil di novel 'Ronggeng Dukuh Paruk' . Saya katakan bahwa nasib keduanya mirip. Terkungkung dalam keadaan yang tak diinginkan oleh semua perempuan di jagad raya. Kebebasan yang terampas, bahkan kemanusiaan yang 'abstrak' untuk mereka. Meski dalam hal ini saya tak melihat di tokoh Rifah dalam novel 'Kubah'.

Tak berlebihan andaikan sebenarnya ada bagian-bagian feminisme yang ditonjolkan seorang Ahmad Tohari dalam setiap karyanya. Ketidak adilan gender juga menonjol di karyanya (khususnya yang saya sebutkan di atas). Bahkan 'perlawanan' hegemoni patriaki yang menjerat kaum perempuanterlihat jelas atas gambaran tokoh Srintil dan Lasi. Feminisme yang diusung oleh seorang pengarang pria, hmm, begitu menarik bukan. Meski banyak pengarang pria yang mengusung tema tentang perempuan, namun jarang ada yang seperti Ahmad Tohari.

Ahmad Tohari tak ubahnya pengarang pria yang ingin menyelamatkan tokoh perempuan di setiap karya yang ditulisnya. Meski pada kenyataannya, ada hal-hal yang akan membuat para pembacanya mengerutkan kening, emm, bukan karena 'ada sesuatu' di tulisannya, tapi bagaimana cara penulis ini menggambarkan betapa rumitnya menjadi perempuan yang 'menawan' . Bahasa yang lugas, penggambaran setting yang jernih, dan beberapa poin plus akan ditemui ketika membaca novel-novel Ahmad Tohari dengan 'mesra' dan nyaman.

Tokoh perempuan dan pengarangnya begitu lekat menjadi satu meski ia seorang penulis pria. Penulis yang menyelamatkan tokoh perempuan dengan cara yang berbeda dan sedikit 'aneh'. Atau mungkin ingin menyelamatkan tokoh perempuan lewat tangan tokoh pria yang diutus. Andai Lasi dan Srintil benar-benar hidup dalam dunia nyata, mungkin dia akan menemui pengarangnya dan mengucapkan, "Terima kasih, Bapak."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun