Mohon tunggu...
Arta Yenta Harefa
Arta Yenta Harefa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Akuntansi/Universitas Mercu Buana/ NIM (43223010204)

Mahasiswa Sarjana S1-Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo Daito, S.E, Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

KUIS - 12 Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

5 Desember 2024   02:55 Diperbarui: 5 Desember 2024   02:55 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mens rea menurut Coke mencakup berbagai tingkat niat atau kesadaran, seperti:

  1. Intention (niat langsung)

Dalam hal ini, yang dimaksud adalah apabila seseorang telah memiliki niat atau memiliki keinginan sadar untuk menghasilkan akibat tertentu. Dimana pelaku kejahatan memiliki tujuan yang jelas untuk mencapai hasil yang diinginkan serta tidak hanya sekadar tahu akibat yang mungkin terjadi, tetapi secara aktif mengejarnya. Contohnya seseorang merencanakan dan dengan sengaja menusuk orang lain untuk membunuhnya. Dalam kasus ini, niat membunuhorang lain tersebut adalah bentuk intention 

  1. Recklessness (kelalaian berat)

Hal ini merujuk pada ketidakhati-hatian yang menunjukkan ketidakpedulian terhadap risiko yang diketahui. Ini dapat terjadi ketika seseorang menyadari risiko dari tindakannya tetapi tetap melakukannya tanpa memperhatikan konsekuensi buruk yang mungkin terjadi, yang artinya ia telah menunjukkan sikap ceroboh atau tidak peduli terhadap keselamatan orang lain. Contohnya seseorang mengemudi dengan kecepatan tinggi di jalan ramai, mengetahui bahwa ini dapat menyebabkan kecelakaan tetapi tetap melakukannya. Jika kecelakaan terjadi, ini dapat dianggap sebagai tindakan reckless. 

  1. Negligence (kelalaian)

Maksdunya yaitu seseorang tidak memenuhi standar kewaspadaan yang diharapkan dalam situasi tertentu. Berbeda dengan intention dan recklessness, negligence tidak memerlukan kesadaran pelaku terhadap risikonya, tetapi dilihat dari sudut pandang orang yang "sewajarnya berhati-hati." Dalam hal ini pelaku tidak menyadari risiko yang seharusnya diketahui oleh orang yang hati-hati dalam situasi serupa. Contohnya Seorang dokter tidak memeriksa pasien secara memadai sebelum melakukan prosedur medis, yang kemudian mengakibatkan kematian pasien. Tindakan ini bisa dianggap kelalaian. 


Why

Unsur Actus Reus Pada Kasus Korupsi

Untuk membuktikan adanya sebuah tindak pidana korupsi, tindakan fisik atau actus reus harus dapat dibuktikan. Berdasarkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berikut adalah unsur-unsur actus reus yang dapat dibuktikan:

  • Perbuatan melawan hukum

Yang pertama adalah tindakan melawan hukum, dimana tindakan tersebut adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Dalam konteks korupsi sendiri, ini meliputi seperti penyalahgunaan wewenang, kecurangan dalam pengelolaan anggaran, atau tindakan jahat lainnya yang dapat merugikan negara.

  • Menguntungkan diri sendiri atau orang lain

Actus reus dapat berupa tindakan mengambil keuntungan secara tidak sah, seperti menerima suap, komisi ilegal, atau hadiah dari pihak tertentu.

  • Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Dalam kasus korupsi, actus reus sering kali melibatkan pengurangan atau penyalahgunaan anggaran negara, seperti proyek fiktif atau penggelembungan dana.

Dalam proses penegakan hukum di Indonesia, actus reus menjadi dasar utama untuk memastikan kepastian dakwaan. Tanpa pembuktian tindakan nyata yang melanggar hukum, seseorang tidak akan dapat dikenakan sanksi pidana, meskipun mungkin ada bukti kuat tentang niat jahat (mens rea). Oleh karena itu, aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus fokus pada pengumpulan bukti-bukti tindakan fisik sebagai bagian integral dari penyidikan.

Dengan kata lain, actus reus dalam tindak pidana korupsi tidak hanya menjadi elemen penting untuk membuktikan adanya kejahatan, akan  tetapi juga merupakan sarana untuk menunjukkan hubungan kausal antara tindakan pelaku dan dampaknya terhadap keuangan negara.

Unsur Mens Rea dalam Kasus Korupsi

Mens rea dalam korupsi dapat diidentifikasi melalui beberapa elemen mental yang relevan, yaitu:

  • Kesengajaan (dolus)

Hal ini dimaksud bahwa pelaku memiliki niat untuk melakukan perbuatan melawan hukum, seperti menerima suap, memalsukan dokumen, atau melakukan penggelapan. Contohnya seorang pejabat sengaja meminta uang komisi dari kontraktor dengan janji akan memenangkan tender proyek pemerintah.

  • Kesadaran akan pelanggaran hukum

Hal ini dapat dikatakan bahwa pelaku telah mengetahui bahwa tindakan yang dilakukan adalah ilegal, tetapi ia tetap melanjutkannya. Contohnya pegawai negeri yang memalsukan laporan anggaran mengetahui bahwa perbuatannya melanggar hukum, tetapi ia tetap melakukannya untuk keuntungan pribadi.

  • Motif ekonomi atau kekuasaan

Dalam banyak kasus korupsi, mens rea sering kali didorong oleh keinginan untuk memperkaya diri sendiri atau mempertahankan kekuasaan.

Mens rea menjadi elemen kunci dalam membuktikan tindak pidana korupsi di Indonesia. Tanpa adanya niat jahat atau kesengajaan, tindakan yang merugikan negara belum tentu dapat dikategorikan sebagai korupsi. Oleh karena itu, penyidik, penuntut, dan hakim harus cermat dalam mengumpulkan bukti yang menunjukkan bahwa pelaku memiliki kesadaran penuh atas kejahatan yang dilakukan. Ini menegaskan pentingnya pendekatan menyeluruh dalam membongkar kasus korupsi, baik dari segi tindakan fisik (actus reus) maupun niat pelaku (mens rea). 

How

Milik Pribadi
Milik Pribadi

Milik Pribadi (cc pict google)
Milik Pribadi (cc pict google)

Kasus Bank Century berawal dari keputusan pemerintah Indonesia melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada tahun 2008 untuk memberikan dana talangan (bailout) sebesar Rp6,7 triliun kepada Bank Century. Keputusan ini diambil dengan alasan mencegah potensi dampak sistemik terhadap perekonomian Indonesia saat itu, yang sedang dilanda krisis keuangan global.  Kasus Bank Century menjadi salah satu skandal keuangan terbesar di Indonesia, melibatkan isu keuangan, hukum, dan politik yang kompleks. Hingga kini, kasus ini masih menjadi bahan diskusi terkait transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana publik.

Bank Century, merupakan hasil dari merger tiga bank, yaitu Bank Danpac, Bank CIC, dan Bank Pikko, yang mengalami permasalahan likuiditas serius pada 2008. Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memutuskan untuk menyelamatkan bank ini dengan alasan dampaknya yang dianggap sistemik. Sebanyak Rp6,7 triliun disalurkan melalui Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penyertaan modal sementara (PMS) oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) .

Dalam kasus ini, beberapa pejabat terlibat, seperti Budi Mulya yang merupakan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, mantan pemilik bank centuty, yaitu Robert Tantular, serta beberapa pejabat tinggi seperti Boediono yang merupakan mantan Gubernur BI, dan kemudian Wakil Presiden serta Sri Mulyani yang merupakan mantan Menteri Keuangan juga mendapat sorotan karena kebijakan penyelamatan, meskipun tidak dikenai hukuman pidana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun