Mohon tunggu...
Arta Yenta Harefa
Arta Yenta Harefa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Akuntansi/Universitas Mercu Buana/ NIM (43223010204)

Mahasiswa Sarjana S1-Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo Daito, S.E, Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 3 - Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Katatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

30 Oktober 2024   23:27 Diperbarui: 31 Oktober 2024   07:13 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melalui Serat Kalabendhu, Ranggawarsita menyampaikan pesan moral dan peringatan agar masyarakat tetap mempertahankan nilai-nilai moral yang luhur, sekalipun berada dalam situasi yang sulit. Ia mengkritik perilaku kalangan elit yang semakin terasing dari nilai tradisional dan cenderung meniru gaya hidup kolonial. Menurut Ranggawarsita, kesengsaraan yang dialami masyarakat pada masa Kalabendhu adalah akibat dari meninggalkan prinsip-prinsip hidup yang berlandaskan pada tata susila dan spiritualitas. Dalam pandangannya, kebahagiaan yang sesungguhnya hanya bisa dicapai jika masyarakat kembali pada nilai-nilai kebijaksanaan dan spiritualitas tradisional. 

MENGAPA TIGA ERA MENURUT RAGGAWARSITA INI DAPAT DIKAITKAN DENGAN FENOMENA KORUPSI DI INDONESIA?

Tiga era yang digambarkan oleh Ranggawarsita, yaitu Kalasuba, Kalatidha, dan Kalabendhu, dapat dikaitkan dengan fenomena korupsi di Indonesia karena masing-masing era tersebut mencerminkan masa-masa kritis yang ditandai oleh kemerosotan nilai, ketidakadilan sosial, dan hilangnya moralitas. Korupsi, yang merusak tatanan masyarakat dan mengakibatkan ketimpangan sosial, merupakan fenomena yang dapat dilihat sebagai manifestasi dari "zaman kerusakan" yang diuraikan Ranggawarsita dalam karya-karyanya.

Era Kalasuba menggambarkan masa di mana masyarakat mulai kehilangan orientasi nilai-nilai yang telah tertanam dalam budaya mereka, akibat pengaruh asing yang kuat. Saat ini, banyak yang mulai meninggalkan nilai tradisional tanpa menggantinya dengan nilai baru yang jelas. 

Korupsi dapat muncul dalam situasi di mana masyarakat kehilangan arah moral dan mengabaikan nilai-nilai kejujuran, integritas, dan tanggung jawab. Dalam konteks Indonesia, hal ini bisa dilihat ketika pejabat atau pegawai negeri merasa lebih terikat pada keuntungan pribadi daripada menjalankan tugasnya untuk kepentingan publik. Kalasuba menjadi simbol awal ketika orang mulai menoleransi tindakan menyimpang karena standar moral yang kabur. 

Era Kalatidha mencerminkan masa ketidakpastian yang penuh keraguan, kekacauan moral, dan hilangnya pedoman hidup. Di masa ini, nilai-nilai luhur dan prinsip sosial yang selama ini menjadi pondasi kehidupan masyarakat dianggap semakin hilang, sehingga mengakibatkan krisis kepercayaan di antara sesama manusia. 

Fenomena korupsi di Indonesia sering kali mencerminkan ketidakpastian moral, di mana individu dalam birokrasi dan pemerintahan justru mengambil keuntungan dari ketidakjelasan hukum atau regulasi yang ada. Sama halnya dengan Kalatidha, korupsi memperlihatkan bagaimana masyarakat berada dalam krisis kepercayaan, di mana norma-norma lama tidak lagi menjadi pegangan dan muncul rasa pesimisme mengenai masa depan. Hal ini memperkuat praktik korupsi karena masyarakat merasa bahwa perubahan sulit dicapai. 

Era Kalabendhu menggambarkan masa kehancuran dan penderitaan, di mana keadilan hampir tidak ada, ketidakadilan merajalela, dan masyarakat mengalami krisis sosial yang mendalam. Pada era ini, muncul "bendhu" atau murka zaman, yang seolah menjadi kutukan akibat hilangnya nilai luhur yang dulu dijunjung tinggi. 

Fenomena korupsi di Indonesia mencerminkan Kalabendhu dalam bentuk penderitaan masyarakat akibat perilaku korup para pejabat dan pengusaha yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan rakyat. Banyak masyarakat yang terjebak dalam kemiskinan dan ketimpangan sosial sebagai akibat langsung dari korupsi, sehingga korupsi ini seperti "kutukan" yang membuat masyarakat menderita. Sama seperti dalam Kalabendhu, penderitaan dan kemiskinan akibat korupsi adalah "murka" yang dirasakan masyarakat karena ketidakadilan yang terus berlangsung. 

Ketiga era ini menggambarkan siklus kerusakan moral dan ketidakadilan sosial yang terus berulang di Indonesia. Korupsi terjadi ketika individu dan kelompok dalam masyarakat memilih untuk meninggalkan prinsip moral yang telah lama dipegang teguh.

Di era modern, Kalasuba mengingatkan tentang hilangnya identitas moral, Kalatidha menggambarkan krisis kepercayaan dan moralitas, dan Kalabendhu menunjukkan penderitaan dan kerusakan yang disebabkan oleh hilangnya nilai-nilai luhur dalam masyarakat. Ketiga era ini memberikan refleksi bagi Indonesia tentang pentingnya mengembalikan kejujuran, integritas, dan komitmen terhadap kesejahteraan masyarakat.

BAGAIMANA KARYA SASTRA RANGGAWARSITA DAPAT MEMBANTU MEMBERANTAS KORUPSI DI INDONESIA?

Karya sastra Ranggawarsita, terutama yang mencakup konsep Kalasuba, Kalatidha, dan Kalabendhu, dapat berperan penting dalam memberantas korupsi di Indonesia karena memuat refleksi filosofis dan nilai-nilai etika yang masih relevan sebagai pedoman moral masyarakat. Sastra Ranggawarsita tidak hanya mencerminkan kondisi zamannya, tetapi juga memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana perilaku manusia, termasuk moralitas dan keadilan, berperan dalam membentuk peradaban yang seimbang dan sejahtera. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun