Tanpa aba-aba, benda besi tajam diarahkan ke bagian belakang tubuhku oleh salah satu dari mereka. Kurasakan ketajaman pisau itu menembus jaket. Mengancam.
Sial. Aku telah terperangkap. Jalan yang sangat sepi, tempat yang gelap, dan tiga orang yang menghadang. Ini semua jebakan pembegalan. Pikiran berkecamuk di kepalaku. Tiga banding satu, tentu bukan lawan yang sepadan. Aku tidak mau menyerahkan isi tas berisi ponsel yang melingkar di pinggang, mengingat fakta bahwa ponsel itu kudapat setelah menabung selama setahun.
"Boleh, kan?" Mereka mendesak dengan mata pisau yang semakin didekatkan. Sedikit menusuk. Aku merogoh saku dan mengeluarkan uang berjumlah lima puluh ribu.
"Ambil uang ini saja. Hanya ini uang yang ada." Pasrah dengan keadaan, aku menyodorkan uang berwarna biru tersebut.
Salah satu dari mereka mengambil uang itu dengan cepat. Saat mereka sedikit menjauh, tanpa pikir panjang aku langsung tancap gas meninggalkan para pembegal juga tempat kejadian perkara.
Beruntung, aku bertemu mobil polisi yang sedang berpatroli tidak lama setelahnya. "Pak, tadi saya mengalami pembegalan dan uang saya diambil di daerah sana." Aku menunjuk ke arah kedatanganku.
"Terima kasih informasinya, Nak. Akan kami periksa dan tindak lanjuti. Daerah ini memang rawan terjadi pembegalan. Lain kali diusahakan untuk menghindari pulang larut malam, ya."
"Baik Pak,"
Aku pamit dan melanjutkan perjalanan pulang. Walau uang telah diambil, aku bersyukur tidak terluka dan bukan motor yang dirampas. Pengalaman ini aku jadikan sebagai pembelajaran agar lebih berhati-hati dan menghindari untuk pulang larut malam di kemudian hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H