Mohon tunggu...
Artanti Indira
Artanti Indira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Stoicisme, Egois untuk Meraih Hidup Tenang

4 Juni 2023   13:17 Diperbarui: 4 Juni 2023   13:19 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah berbagai ajaran filsafat di dunia ini, terdapat satu ajaran filosofi yang cukup menarik banyak perhatian berbagai kalangan, terutama masyarakat modern yaitu stoicism. Berasal dari bahasa Yunani "stoikos" berarti "dari stoa", mengacu pada Stoa Poikile atau "Beranda Berlukis".

Stoicism merupakan filosofi yang dapat membawa kita ke jenjang kebahagiaan, meskipun dalam stoicism arti dari bahagia itu sendiri tak perlu dikejar karena berisi ajaran tentang bagaimana cara melepaskan diri dari segala hasrat nafsu, baik rasa suka maupun rasa sedih. Semua hal yang terjadi didalam hidup merupakan netral, tidak ada yang negatif dan positif.

Memerlukan self-control untuk mengendalikan nalar yang bersifat rasional agar dapat meredam emosi -- emosi yang muncul sebagai bagaimana reaksi kita menghadapi suatu peristiwa. 

Hal tersebut yang membuat stoicism seringkali dikira egois karena terkesan mempedulikan kepentingan personal bukan kepentingan bersama. Karena ego merupakan bagian dari pikiran kita mengenai bagaimana orang lain menerima kita. 

Dengan kecenderungan mencari validitas dan pengakuan mengenai diri kita, namun dalam stoicism mengajarkan kita untuk berfokus kepada hal yang dapat kita kendalikan dan menerima atau pasrah menerima hal yang diluar kendali kita.

Dibalik kesalahpahaman mengenai stoicism dan sifat egois, stoicism bukan berarti hanya berfokus pada kebahagian diri kita sendiri melainkan menjauhkan diri kita dari sifat tidak mementingkan diri dan mengorbankan kebahagian kita untuk orang lain. 

Seorang individu yang menerapkan filosofi Stoic didalam hidupnya memiliki pemikiran rasional yang melepaskan diri dari faktor eksternal. Dengan kemampuan mengakali ego yang dimilikinya dapat mencapai ketenangan batin dan kebahagian hidup. 

Namun ego merupakan bagian dari personality kita yang tentunya tidak dapat lepas, namun bila kita dapat mengendalikannya akan membuat kita menjadi bijak dalam pengembangan diri kita dan bagaimana kita menyikapi kejadian -- kejadian tak terduga dalam hidup kita.

Dapat kita simpulkan bahwa filosofi stoicism merupakan ilmu yang mengajarkan kita melakukan pengendalian diri dan mementingkan kebahagiaan menggunakan sikap rasional bukan sikap egois yang tentunya dapat membawa individu yang menganutnya meraih kebahagiaan melalui ketenangan hidup. Dimana untuk mencapai suatu tahap tersulit dalam diri kita adalah merelakan atau bersikap ikhlas atas apapun yang telah terjadi pada diri kita. 

Dengan mengurangi luapan emosi baik kesedihan maupun kebahagian untuk mencapai ketenangan hidup melalui menjadi netral terhadap segala hal. Sehingga kita tidak memiliki kecenderungan terikat pada nafsu duniawi agar kita dapat meraih ketenangan hidup secara hakiki.

Dengan demikian pengendalian diri berperan aktif guna meraih makna filosofi stoicism, dan hal itu bukan lah hal mudah yang dapat dilakukan semua orang. Kerap kali nafsu mengendalikan bagaimana cara kita bertindak dan juga bagaimana sudut pandang orang lain menjadi acuan kita menilai diri kita. Terlalu peduli dengan sekitar sehingga mengesampingkan kebahagiaan diri kita sendiri, serta mudah terkontrol emosi menjadi lawan dari stoicisme. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun