Mohon tunggu...
Arta Elisabeth
Arta Elisabeth Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca, Penulis dan Penghayat Sastra

Pembaca yang sedang senang-senangnya membaca dan menghayati sastra

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tuhan, Beta Mau Dia

20 Agustus 2018   15:28 Diperbarui: 20 Agustus 2018   15:48 1440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya sudahlah, semoga pria pria kota sejenis pithecantrhropus erectus demikian segera berevolusi menjadi spesies yang jauh lebih berguna.

Dari kejauhan, beta lihat ia membuka joknya kembali. Ia mulai mengambil uang recehan yang ada di dalamnya dan mulai menyeberang jalan menuju ke arah kios. Beta sempat mengira bahwa ia akan membeli sebatang rokok dari uang recehan tersebut, tapi dugaan beta salah. Ia malah memberikannya pada seorang bapak tua cacat yang duduk di depan kios kecil itu. Beralaskan tikar lusuh, ia menunggu belas kasihan setiap orang yang lewat.

Beta masih terheran-heran kenapa ia mau menyebrang dan memberikan uang recehan itu. Bahkan beta sampai tidak menyadari si bapak tua ada di depan kios.

"Kenapa lu pung uang kasih sama tu bapak tua? Bisa sa dong pura-pura cacat, " ucap beta.

"Sonde apa, selagi katong masih ada kenapa sond mau kasih? Sond semua orang mau kasih dong pung uang untuk tu bapak tua. Dong sond ada uang untuk beli dong pung makan. Bapak tua tu pasti su lapar," tuturnya lembut.

Beta hanya terdiam. Ya, memang tak ada seorangpun yang memberikan si bapaktua sedekah kecuali dia. Tuhan, baik sekali hati pemuda ini. Ia memberikan recehan itu meskipun beta tahu ia juga tak ada uang pegangan. Air mata beta hampir menetes. Apalagi beta tahu bahwa ia benar-benar sangat membutuhkan uang itu juga. Bahkan membeli barang kebutuhannyapun ia masih kurang.

Pada kesempatan lain, beta juga masih ingat saat berkeliling kota dengannya untuk yang kesekian kalinya. Ketika di perempatan lampu merah, ada seorang bapak yang membawa ember di sebelah kiri dan kanan motornya. Dari ember tersebut, terjuntai tali yang sangat panjang hingga menyentuh dasar aspal. Ia segera turun dan memasukkan tali itu ke dalam ember.

"Kenapa lu harus turun, biarkan sa bapak tua tu memasukkan talinya," ujar beta dari belakang.

"Kasihan na, nanti kalau orang datang dong injak bisa sa cilaka, jatuh semua na, kasihan," jelasnya singkat.

Tuhan, hal sekecil itupun diperhatikan olehnya. Hatinya sangat peka sekalipun itu bukan hal yang menguntungkan baginya. Beta sungguh tersentuh. Lagi lagi beta heran dengan sikap spontannya yang tulus. Sangat jarang menemukan sosok dengan kepekaan dan inisiatif sebaik ini.

Belum lagi gaya pemikirannya yang kritis dan logis namun tetap tak menggurui siapapun. Ia mampu menarasikan segala peristiwa dan merekam realita yang ada lewat permainan kata dengan sangat sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun