"Ya wajar sa, zaman dulu tu memang dong serba sulit na. Itu dulu, katong beda deng sekarang," ucap beta membela ketika mereka mulai membandingkan segala sesuatu yang dialami di zaman itu dengan zaman sekarang yang serba gampang.
Apapun yang beta butuhkan, puji Tuhan sampai saat ini selalu ada. Namun kali ini beta mendengar pengakuan yang nyata dari teman seumuran beta di zaman ini. Beta terkesima.
Pernah suatu kali beta minta nyong itu membonceng keliling kota kecil dengan sepeda motor butut miliknya. Layaknya sahabat, ia memberitahu beta semua tempat-tempat yang dikunjungi dengan logat khas Timornya. Ini kali pertama nyong jalan dengan beta.
Ketika hendak mengisi bensin di sebuah pom bensin, beta lihat ada beberapa koin uang logam yang diletakkannya di jok motornya.
"Itu uang  apa?" tanya beta sambil mulai menerka berapa nominal keseluruhan.
"Uang yang be sisihkan dari kembalian belanja tu hari. Kalau be kumpul lumayan ju," ujarnya sembari menutup joknya.
Diperjalanan, beta memintanya berhenti untuk membelikan es kelapa muda. Beta tahu ia tak mempunyai uang pegangan karena tanggal gajian masih sangat lama. Segera beta hampiri penjual es kelapa muda dan merogoh saku untuk mendapatkan dua kantong es kelapa muda.
Sesekali tak apa wanita yang traktir. Toh tidak menurunkan harkat dan martabatnya sebagai seorang pria, ya meskipun beta tahu gengsi pria jauh lebih besar dari badannya.
Tapi, ya tidak semua pria demikian, ada juga beberapa yang sangat senang ditraktir oleh teman wanitanya, bahkan untuk beberapa kali dan seterusnya, atau bahkan sampai keterusan dan selamanya.
Miris kalau memiliki teman yang demikian. Tapi memang ada dan beta pernah mengalaminya. Justru tanpa bersalah malah ketagihan seakan urat malunya sudah terputus.
"Dong mau bawa kemana lu pung dunia? Kere sah-sah sa, Â tapi ya sond gitu ju!"