Di Yogyakarta terdapat fenomena bunuh diri yang telah lama terjadi dan memakan banyak korban. Fenomena ini terjadi di Kabupaten Gunungkidul, banyak yang menganggapnya sebagai mitos. Mitos tersebut adalah pulung gantung yang diyakini sebagai isyarat bagi seseorang untuk melakukan bunuh diri dengan cara gantung diri. Fenomena ini seringkali dikaitkan dengan hal mistik oleh masyarakat, pulung gantung diawali dengan adanya bola api berekor yang akan jatuh di rumah korban yang akan melakukan percobaan bunuh diri, bola api tersebut diyakini sebagai pertanda kematian.Â
Fenomena ini seperti wabah, cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya korban selanjutnya adalah dengan menggali tanah yang berada di bawah terjadinya seseorang dengan melakukan gantung diri untuk mengambil gelu yaitu bulatan tanah. Keyakinan masyarakat terhadap mitos ini dapat menghambat pencegahan kasus bunuh diri, karena masyarakat tidak dapat berpikir logis mengenai penyebab dari fenomena ini sehingga cenderung menyelesaikannya hal mistis.Â
Sebagian besar kasus bunuh diri di Gunungkidul disebabkan oleh faktor ekonomi, Â American Cohort Analyses menyatakan bahwa orang-orang yang berada di kategori pendapatan rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk melakukan bunuh diri.Â
Dari hasil penelitian mengenai korban bunuh diri di Gunungkidul menyatakan bahwa usia yang melakukan tindakan bunuh diri didominasi oleh kelompok usia lanjut usia (lansia >60 tahun) atau 44%, kemudian dewasa lanjut yakni 46 -- 60 tahun sebanyak 31% dan usia dewasa muda 18-45 tahun sebanyak 24% dan sisanya 1% untuk usia >18 tahun pada periode 2015-2017. Pada periode tersebut kelompok usia dewasa muda dan dewasa lanjut atau yang biasa disebut usia produktif bekerja menunjukkan prevalensi kelompok tertinggi pelaku bunuh diri yaitu sebanyak 55%.
 Profesi atau pekerjaan berdasarkan data kejadian tahun 2005-2008, pelaku bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul didominasi oleh warga yang bekerja sebagai petani yakni sebesar 79%, lalu oleh kelompok yang berprofesi sebagai pegawai swasta, buruh, wiraswasta) 11%, pelajar 5%, lain-lain 3%  dan PNS/TNI/Polri/Pensiunan 2%. American Psychiatric Association (APA) mengatakan bahwa perilaku bunuh diri adalah bentuk tindakan dari individu dengan cara membunuh dirinya sendiri, bunuh diri diakibatkan oleh berbagai faktor. Pada tulisan kali ini saya ingin mengungkap kasus pulung gantung dengan salah satu teori pada psikologi sosial yaitu self regulation.Â
Bandura (Alwisol, 2010) mendefinisikan regulasi diri sebagai kemampuan individu dalam mengontrol perilakunya dengan mengatur pengaruh lingkungan, menghasilkan dukungan kognitif, dan  membuat  konsekuensi  atas  tindakannya  untuk  mencapai  dan  mengantisipasi  tujuan. Untuk mengawali pembahasan mengenai regulasi diri kita mengawali dengan konsep diri yang bekerja yaitu aspek dari diri yang memengaruhi pemikiran dan perilaku kita akan bergantung pada aspek konsep diri yang relevan dengan situasi tertentu.Â
Seorang individu ketika mendapat masalah akan muncul pikiran untuk menyelesaikan permasalahan, namun jika kecemasan akan ketidak mampuan menyelesaikan masalah mendominasi maka diri yang memiliki motivasi rendah akan lebih mendominasi dan pada situasi ini individu akan mengalami penurunan terhadap harga diri.Â
Kemudian di dalam regulasi diri kita mengenal self-complexity, cara individu memandang diri mereka, apakah hanya berorientasi pada hal-hal tertentu atau berorientasi pada beberapa hal yang bersifat lebih kompleks. Individu yang memiliki konsep hidup sederhana akan sangat mendambakan kesuksesan. Individu yang hanya memandang hidupnya dari satu aspek misalnya mahasiswa yang hanya fokus pada nilai akademiknya pada saat mendapatkan nilai yang buruk mungkin akan tertekan.Â
Namun jika mahasiswa memiliki pandangan yang kompleks tentang dirinya jika mendapatkan nilai yang buruk mungkin akan mengalihkan perhatian nya ke aspek yang lain sehingga mampu untuk bertahan. Di dalam kasus pulung gantung banyak korban melakukan bunuh diri karena factor ekonomi, ini menunjukkan bahwa korban hanya melihat kebahagiaan dari segi capaian ekonomi. Kemudian aspek lain yang memengaruhi regulasi diri adalah self efficacy atau kecakapan diri, yakni ekspektasi kita tentang kecakapan melakukan tugas tertentu (bandura, 1986).Â
Self efficacy mengacu pada pemahaman seseorang tentang kapasitas yang dimiliki untuk melakukan suatu hal. Apakah kita akan melakukan suatu kegiatan atau tidak itu bergantung pada keyakinan apakah kita dapat melakukannya atau tidak. Keyakinan ini mendorong individu untuk menyusun rencana sebagai upaya untuk mencapai tujuannya.Â
Dalam kasus bunuh diri pelaku memiliki penurunan harga diri yang tajam dan menganggap bahwa dirinya sudah tidak memiliki sesuatu yang berharga pada diri mereka, sehingga ketika dihadapkan suatu masalah maka individu akan lebih memilih untuk mengakhiri hidup sebagai jalan keluar terbaik untuk masalahnya, kemudian menganggap bahwa korban tidak dapat melakukan upaya untuk menyelesaikan permasalahannya.Â
Pembahasan berikutnya adalah aktivasi dan penghindaran behavioral. Regulasi diri melibatkan keputusan fundamental mengenai aktivitas yang harus dilakukan dan aktivitas yang dihindari. Psikolog berpendapat bahwa orang memiliki dua system motivasi yang independent dan megontrol tugas ini yaitu system apetitif yang disebut sebagai "behavioral activation system" (BAS) dan sistem aversif yang disebut sebagai "behavioral inhibition system" (BIS). Ketika BAS diaktifkan maka individu akan melakukan aktivitas sedangkan ketika BIS diaktifkan maka cenderung  menghindari aktivitas.
 Orang yang mengalami berbagai kejadian positif dan juga perasaan positif biasanya memiliki system aktivasi behavioral, sedangkan jika individu di dominasi oleh perasaan negtif maka akan memiliki kecenderungan BIS. Orang yang melakukan bunuh diri memiliki berbagai permasalahan di dalam hidupnya, dan banyaknya pengalaman negative akan memicu kecenderungan adanya BIS pada diri seseorang, dalam kasus ini seseorang yang memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya itu karena dia tidak ingin menghadapi kenyataan dan menyelesaikan persoalan yang ada dihidupnya,maka jalan yang dipilih untuk menghindar dari hal tersebut adalah dengan bunuh diri. Kemudian kesadaran diri,regulasi diri juga dipengaruhi oleh arah perhatian kita, kita mulai memikirkan bahwa kita bukan lah aktor di lingkungan, namun sebagai objek perhatian orang lain. Keadaan ini desbut dengan self awareness (kesadaran diri).Â
Kesadaran diri mengakibatkan seseorang mengevaluasi diri mereka dengan standar. Perhatian ini membuat seseorang membandingkan diri mereka dengan orang lain.Kita akan terus melakukan penyesuaian terhadap standar atau jika kita tidak mampu maka akan menyerah. Ketika mengalami kondisi ekonomi yang buruk maka untuk memenuhi kebutuhan akan kesulitan, dan keluarga miskin cenderung akan menerima pandangan negative dari orang-orang di sekitar mereka. Keadaan ini menjadi faktor seseorang melakukan bunuh diri, yaitu standar di lingkungan dimana mereka tinggal yang memberikan tekanan pada diri mereka.Â
Efektivitas regulasi diri dapat meningkatkan kualitas hidup dalam mencapai kesuksesan dan menjauhkan diri dari perbuatan yang merugikan diri. Miller dan Brown mengkonsepkan tujuh tahapan dalam regulasi diri yaitu menerima informasi yang relevan, jika seseorang memiliki masalah dihidupnya sebaiknya mencari informasi mengenai solusi sebagai jalan keluar bagi masalahnya, dengan begitu seseorang akan mendapatkan informasi yang relevan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Kemudian mengevaluasi informasi yang didapat dengan membandingkan dengan norma yang ada, langkah selanjutnya melakukan perubahan dengan cara berfikir maupun berperilaku secara kreatif dalam menanggapi suatu masalah, kemudian yang dilakukan adalah memilih solusi yang sekiranya dapat membantu menyelesaikan masalah.Â
Menyusun suatu strategi untuk menyelesaikan permasalahan dengan melihat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyelesaian masalah tersebut. Kemudian melakukan evaluasi terhadap strategi yang dilakukan. Dengan pemahaman mengenai regulasi diri maka akan mengurangi pandangan mistis mengenai fenomena bunuh diri.
DAFTAR PUSAKA
Alwisol. (2010). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press.
Kashimoto, K., & Okada, M. (2021). Analysing the Impacts of Financial Expenditure of Prefectures. Psychiatry Int. , 1.
Rachmawati Faika, S. T. (2020). Suicide Myth In Gunungkidul Special Region Of Yogyakarta (DIY). Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, 36.
Salleh, R. R. (2021). The Relationship Between Self-Regulation, Self-Efficacy, and Psychological Well-Being Among tha Salahaddin University Undergraduate Students in Kurdistan. International Journal of Islamic Educational Psychology, 106.
Steven, S. (2021). Contributing factors to suicide: Political, social, cultural and economic. Preventive Medicine, 9.
Taylor E, S. (2009). Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H