Mohon tunggu...
arsy mutiara
arsy mutiara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya merupakan mahasiswa universitas airlangga jurusan statistika

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Pengaruh Penceraian Orang Tua Terhadap Mental Anak

19 Mei 2024   14:08 Diperbarui: 19 Mei 2024   14:10 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Pengaruh Perceraian Orang Tua Terhadap Mental Anak

Dalam kehidupan sehari-hari, individu senantiasa melakukan hubungan sosial dengan individu atau kelompok lain. Hubungan sosial yang timbul antar individu dan kelompok tersebut   juga   dikenal   dengan   istilah   interaksi sosial. Interaksi antara berbagai aspek kehidupan yang sering kita nikmati dalam kehidupan sehari-hari akan membentuk pola hubungan yang saling mempengaruhi sehingga akan terbentuk suatu perangkat sosial dalam masyarakat.. Oleh karena itu,adanya interaksi social menjadi faktor utama terjalinnya hubungan antar makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya. Dalam kehidupan masyarakat,banyak dari mereka yang berpasang-pasangan antara perempuan dan laki-laki yang menjalin suatu hubungan,banyak dari mereka juga yang melanjutkan hubungannya hingga jenjang pernikahan.

Pernikahan dapat diartikan sebagai bersatunya dua orang dewasa yang diakui secara sah di mata hukum yang terikat secara seksual, bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan keuangan dan mempersiapkan kelahiran dan pendidikan anak. Pernikahan sering diasumsikan sebagai hubungan yang kekal   dan abadi. Pernikahan juga harus atas dasar kemauan sendiri bukan berdasarkan paksaan dari orang lain. Pernikahan ini tidak bisa dilakukan dengan main- main, harus ada persiapan yang matang dari kedua belah pihak. Cobaan tersebut adalah penguji kesabaran kita, apakah kita mampu bertahan atau tidak terhadap ujian tersebut? jika kita tidak bisa bertahan dalam ujian tersebut, maka bisadiakhiri oleh perpisahan atau perceraian. Ujian dalam keuarga bisa berupa pertengkeran- pertengkaran kecil yang diakibatkan oleh kesalahpahaman antara kedua belah pihak. Akan tetapi, ujian/problematika tersebut sangat wajar dalam sebuah keluarga. Kehidupan dalam keluarga juga akan senantiasa mengalami perubahan dan pasang surut,inilah yang disebut dinamika perkawinan banyak hal yang akan memengaruhi dinamika perkawinan ini, sebagian perkawinan berubah menjadi tidak harmonis karena suami istri tidak siap dalam menjalani perannya dalam perkawinan.Terbukti belakangan ini banyak masalah yang kerap kali terjadi dalam kalangan keluarga. Salah satu masalah yang sangat nampak adalah banyaknya kasus perceraian yang terjadi dan adanya peningkatan angka perceraian. Masalah perceraian yang terjadi dikalangan keluarga sekarang ini sangat sukar dihindari dan dikendalikan.

Perceraian merupakan terputusnya ikatan perkawinan karena kehendak kedua belah pihak, yang secara hukum dan agama tidak ada lagi hal yang mengikat sebagai pasangan suami istri, karena status sebagai suami istri berakhir seiring perceraian diputuskan. Perceraian terjadi apabila kedua belah pihak merasa tidak bisa hidup bersama lagi atau sudah tidak ada lagi kecocokan dalam menjalin bahtera rumah tangga. Keluarga broken home adalah keluarga yang hubungan antara anggota keluarga tidak stabil atau tidak berjalan dengan baik; antar anggota keluarga tidak berkomunikasi dengan baik dan ada kurangnya koneksi di antara mereka. Kondisi orangtua dalam keluarga yang bercerai memang tidak semua bisa menghadapinya. Beberapa orang tua mungkin merasa sangat berbeda tentang kemampuan mengasuh mereka, apalagi jika ditambah pandangan dan komentar buruk dari masyarakat. Anak adalah korban yang paling terluka ketika ayah ibunya memutuskan untuk bercerai. Dalam keluarga, pertama kali anak mengenal arti hidup, cinta, kasih sayang, simpati, mendapat bimbingan dan pendidikan serta terciptanya suasana yang aman. Hal ini dapat dikatakan, keluarga memegang peranan penting untuk membentuk kepribadian. Anak merasakan ketakutan ketika orangtua bercerai, anak takut tidak akan mendapatkan kasih sayang ayah ibunya yang tidak tinggal satu rumah.

  • Dampak-Dampak Yang Timbul Dari Perceraian Orang Tua Terhadap Anak Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka peneliti telah menemukan beberapa dampak yang ditimbulkan dari perceraian orang tua terhadap

anak.

Berikut hasil wawancara dengan beberapa anak yang yang mengalami perihal tersebut sebagai berikut :

Berdsarakan hasil wawancara dengan sofiyah ia mengatakan :

“Dampaknya si tidak ngerasain keluarga utuh lagi terus kayak minder gitu karena orang tua gak lengkap gara-gara perceraian”

Dapat disimpulkan bahwa dampak yang dialami sofiyah dari perceraian orang tuanya adalah ia tidak pernah lagi merasakan keluarga yang utuh.

Berikut hasil wawancara dengan Gyna, ia mengatakan :

“jadi sering merasakan kesepian aja si”

Dapat disimpulkan bahwa dampak yang dialami perceraian orang tuanya adalah ia merasa kesepian.

Berikut hasil wawancara dengan Rian, ia mengatakan :

“gada sih udah biasa dari kecil soalnya.”

Dapat disimpulkan bahwa rian tidak merasakan dampak dari perceraian orang tuanya karena ia sudah terbiasa dari kecil ditinggal oleh salah satu orang tuanya.

Berikut hasil wawancara dengan Via, ia mengatakan :

“lebih ke pergaulan gitu kayak pergaulan bebas dan lebih mencari kasih sayang diluar yang ga didapetin dari orang tuaku.”

Dapat disimpulkan bahwa dampak terbesar yang dialami Via akibat perceraian orang taunya yaitu pergaulan lebih bebas dan lebih mencari kasih sayang ke orang lain atau diluaran sana.

  • Kondisi Psikologis Anak Terhadap Perceraian Orang Tuanya

Kondisi psikologis adalah kondisi yang bisa memengaruhi kehidupan sehari-hari seorang individu. Terkadang, kondisi psikologis seseorang bisa terganggu. Kondisi inilah yang disebut dengan gangguan psikologis atau gangguan mental.

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan 4 anak yang terlibat dalam fenomena perceraian orang tuanya peneliti mendapatkan tersebut memberi sebuah pertanyaan kepada apa yang akan diteliti. Adapun responden dari beberapa anak mengenai kondisi psikologis anak tersebut sebagai berikut :

Berdasarkan hasil wawancara dengan sofiyah, ia mengatakan :

“awalnya kecewa terus kek sering mengurung diri dikamar, cuma ya mau gimana lagi kalo jalannya harus pisah ya udah aku ikhlas”

Dapat disimpulkan dari pernyataan dari sofiyah bahwa ia tidak mengalami gangguang psikologis setelah kedua orang tuanya bercerai hanya saja sedikit kecewa.

Berikut hasil wawancara dengan Gyna, ia mengatakan :

“sedih sampe nangis git terus kayak hamper mau depresi sih pasti, tapi ya biasa aja ehehh.”

Dapat disimpulkan dari pernyataan Gyna bahwa ia tidak mengalami perubahan psikologis pada dirinya.

Berikut hasil wawancara dengan Rian , ia mengatakan :

“biasa aja.”

Dapat disimpulkan dari pernyataan diatas bahwa Rian tidak mengalami perubahan psikologis.

Berikut hasil wawancara dengan Via, ia mengatakan :

“sedih pasti, kek frustasi terus kayak nyari perhatian keluar gitu.”

Dapat disimpulkan dari pernyataan Via bahwa ia merasa frustasi sehingga ia mencari kasih sayang kepada orang lain.

  • Perubahan Emosi Dari Anak Tersebut

Dari hasil penelitian berupa wawancara dari beberapa anak yang kedua orang tuanya cerai terdapat perubahan emosi pada anak tersebut seagaimana hasil wawancara sebagai berikut :

Berdasarkan hasil wawancara dengan Sofiya, ia mengatakan :

“awalnya sedih, cuma ya mau gimana lagi kalo jalannya harus pisah ya udah aku ikhlas”

Dapat disimpulkan dari pernyataan dari sofiyah bahwa ia mengalami perubahan emosi yang dipenuhi dengan rasa kecewa terhadap orang tuanya yang bercerai akan tetapi tidak lama dari itu ia harus mengikhlaskan apa yang telah terjadi.

Berikut hasil wawancara dengan Gyna, ia mengatakan :

“sedih sih pasti, tapi ya biasa aja ehehh.”

Dapat disimpulkan dari pernyataan Gyna mengalami perubahan emosi bahwa ia merasa sedih dan sedikit tertekan tapi lama kelamaan biasa aja ketika orang tuanya bercerai.

Berikut hasil wawancara dengan Rian , ia mengatakan :

“biasa aja.”

Dapat disimpulkan bahwa Rian hanya bersikap biasa aja tidak mengalami perubahan emosi karena rian sudah terbiasa dari ia masih kecil.

Berikut hasil wawancara dengan Via, ia mengatakan :

“cemburu ke anak-anak yang lain bias barengan sama kedua orang tuanya

terus”

Dapat disimpulkan dari pernyataan Via bahwa ia mengalami perubahan

emosi, ia merasa sedih dan bingung dengan apa yang terjadi pada orang tuanya yang awalnya baik-baik aja tapi tiba-tiba pisah.

Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Perceraian merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Perceraian dipahami sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami istri yang kemudian

hidup terpisah dan diakui secara sah berdasarkan hukum yang berlaku.

Dampak adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya. Dampak adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya.

Perceraian dalam rumah tangga seseorang sangatlah memberi dampak besar terutama pada anak. Sebagaimana dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dampak yang dialami setiap orang itu berbeda-beda antara lain dampak dari berceraian :

  • Keluarga tidak utuh

Perceraian yang berarti keterpisahan antara ibu, ayah, dan anak-anak apapun penyebabnya, bisa memberi dampak buruk pada anak. Karena sebuah keluarga tidak lagi utuh, dan umumnya yang terjadi adalah ibu bersama anak-anak disatu pihak, dan ayah hidup sendiri. Akibatnya, anak kehilangan salah satu tokoh identifikasi mereka. Hal ini tentunya menuntut penyesuaian diri lagi setelah anak mampu mengatasi kesulitan menghadapi perceraian orangtua kandungnya.

Anak korban perceraian akan merasa sedih, malu, minder karena orang tua yang dibanggakannya ternyata berakhir cerai. Sebagai pelampiasan perasaan tersebut, anak melampiaskan dengan:

  • Mengurung diri di kamar, tidak bergaul dengan teman-teman karena merasa malu, sedih, dan minder
  • Keluyuran, sebagai tanda protes terhadap orangtua. Berharap dengan cara ini orangtua akan rujuk kembali, tetapi dengan cara seperti itulah akan menjerumuskan anak ke hal-hal yang negative
  • Aktif dalam kegiatan, pengalaman pahit karena perceraian orangtua justru memicu semangat bekerja, belajar, dan melakukan aktivitas yang positif. Meski aktif dalam kegiatan tetapi masih terbayang-bayang sedih, malu dan minder atas perceraian orang tua.

Sebagaimana hasil wawancara dengan anak atas nama sofiyah ia menyatakan bahwa ia tidak merasakan hangatnya kelurga yang utuh sehingga membuat ia merasa minder terhadap temannya. Apalagi keluarganya yang tidak utuh disebabkan karena perceraian. 

  • Kesepian

Seorang anak tentunya akan merasa kesepian tanpa ada belaian kasih sayang dari kedua orang tuanya. Seorang anak sangat membutuhkan belaian dan bimbingan orang tuanya untuk masa selanjutnya. Misalnya anak yang baru menempuh pendidikan sekolah dasar, biasanya anak membutuhkan oarng tuanya untuk membimbingnya dalam mengerjakan tugas. Tapi berbeda, dengan anak yang ditinggalkan oleh kedua orang tuan yang bercerai, anak tersbeut akan merasa kesepian, meskipun anak tersebut di asuh oleh handai-taulan dari pihak ayah/ibu, bahkan diasuh oleh salah satu pihak: ayah atau ibu, sebagai single parent.

Menurut ungkapan informan, dalam penelitian ini, kesepian ini timbul karena orang tuanya tak pernah memperhatikannya, meskipun anak mendapat perhatian dari saudaranya, yang mengasuhnya, ia merasa perhatian itu hanya sebatas klise, tidak berpengaruh secara signifikan psikologi anak. Seperti yang diungkapkan oleh Papalia, Olds & Feldman (2008:54) kesepian (loneliness) bagi anak yang menjadi korban perceraian yang dilakukan oleh orang tuanya karena beberapa faktor, antara lain:

  • Orang tua tidak lagi menghiraukan perilaku dan perkembangan anaknya, sebab ia lebih mementingkan egonya dalam mencari pasangan hidup selanjutnya.
  • Tidak ada lagi perhatian yang dicurahkan pada anak karena masing-masing pihak (ayah/ibu) lebih memperdulikan egoismenya masing-masing untuk segera melakukan perceraian.

Hal tersebut sejalan dengan ungkapan gyna bahwa ia merasa kesepian tanpa hadirnya sosok kedua orang tuanya.

  • Pergaulan bebas

Menurut Kartono (2002), kenakalan adalah perilaku jahat atau dursila. Kejahatan atau kenakalan anak-anak muda merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan tingkah laku yang menyimpang.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi sebelum perceraian orang tuanya subjek tidak mengalami kenakalan pada dirinya. Subjek masih berprilaku baik dalam kehidupan sosial nya dan subjek juga masih aktif dalam kegiatan 

sekolahnya, namun setelah orang tua subjek bercerai subjek melakukan beberapa tindakan yang tergolong kenakalan remaja seperti, subjek terlihat meminum- minuman keras bersama teman-temannya. Kondisi ini terjadi karena ia bergaul dengan kelompok anak-anak yang terbiasa meminum minuman keras tersebut sehari-hari. Subjek menghabiskan hampir seluruh waktunya berada di luar rumah. Ia memilih untuk berada di jalan bersama teman-teman merupakan suatu hal yang memberikan ketenangan dibandingkan harus pulang ke rumah dan mendapati kondisi keluarga yang tidak utuh. Di dalam dirinya masih tidak bisa terima kenyataan yang terjadi, kekecewaannya terlalu dalam dan membuatnya tidak mampu berdamai dengan keadaan.

Wildaniah (2007) menyebutkan bahwa perceraian orangtua dapat menjadikan anak mempunyai resiko yang tinggi untuk menjadi nakal dengan tindakan-tindakan anti sosial, penyebab kenakalan anak dan remaja yang berasal dari keluarga yg kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian orang tuanya. Hal tersebut terlihat pada diri subjek yang sangat menyesali tindakan kedua orangtuanya sampai akhirnya ia merasa bahwa dirinya tidaklah diharapkan karena ia merasa orangtuanya tidak berusaha untuk mempertahankan pernikahan mereka demi anak-anaknya. Ia merasa dirinya lebih nyaman berada dijalanan bersama teman-temannya dibandingkan dirumah karena ia merasa bersama teman-teman ia dihargai dan diterima sebagai bagian dari anak-anak tersebut.

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan anak atas nama via bahwa perceraian orang tuanya lebih memberi dampak pada pergaulannya atau kenakalan remajanya sehingga ia lebih banyak mencari kasih sayan dari orang luar daripada dirumah.

Kondisi Psikologis Anak Terhadap Perceraian Orang Tuanya

Perceraian dalam rumah tangga seseorang sangatlah berpengaruh terhadap kondisi psikologis terutama pada anak. Sebagaimana dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kondisi psikologis dari perceraian :

  • Sedih

Dampak perceraian terhadap anak akan lebih berat dibandingkan pada orangtua. Terkadang anak akan merasa terperangkap di tengah-tengah saat orangtua bercerai. Rasa marah, takut, cemas akan perpisahan, sedih dan malu merupakan reaksi-reaksi bagi kebanyakan anak dari dampak perceraian. Perceraian yang terjadi pada suatu keluarga memberikan dampak yang mempengaruhi jiwa dan kondisi anak. Anak yang mengalami hambatan dalam pemenuhannya terkait rasa cinta dan memiliki orangtua harus mengahadapi kenyataan bahwa orangtuanya telah bercerai. Anak mendapat gambaran buruk tentang kehidupan berkeluarga. Dalam perasaan anak, perceraian adalah suatu kekurangan yang memalukan. Perceraian hampir selalu membuat anak bersedih, pemarah, dan lemah jiwanya, intinya anak berada dalam dilema dan merasakan berbagai masalah secara psikologis.

Problem psikologis (psychological p r obl e ms) mengacu kepada kategori besar masalah dalam pendidikan atau bimbingan, yang meliputi kelainan perkembangan, kegagalan dalam pelaksanaan tugas perkembangan, terhambatnya pemenuhan kebutuhan atau masalah toleransi frustasi, masalah penyesuaian dan 

kesulitan mengelola diri, dan berbagai mekanisme pertahanan beserta perilaku ikutannya. 35 Problem psikologis juga diartikan sebagai gangguan dalam cara berfikir (cognitive), kemauan, emosi, perilaku (psychomotor). Dari berbagai penelitian dapat dikatakan bahwa problema psikologis adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Gangguan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu: gangguan saraf (neurosis), dan gangguan jiwa (psikosis)

Menurut T. O Ihromi bahwa reaksi anak terhadap perceraian sangat tergantung pada penilaian mereka sebelumnya terhadap perkawinan orang tua mereka serta rasa aman di dalam keluarga. Diketahui bahwa lebih dari sebagian anak yang berasal dari keluarga tidak bahagia menunjukkan reaksi bahwa perceraian adalah yang terbaik untuk keluarganya. Trauma yang dialami anak karena perceraian orang tua berkaitan dengan kualitas hubungan dalam keluarga sebelumnya. Apabila anak merasakan adanya kebahagiaan dalam kehidupan rumah sebelumnya maka mereka akan merasakan trauma yang sangat berat. Sebaliknya bila anak merasakan tidak ada kebahagiaan kehidupan dalam rumah, maka trauma yang dihadapi anak sangat kecil dan malah perceraian dianggap sebagai jalan keluar terbaik dari konflik terus-menerus yang terjadi antara ayah dan ibunya.

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari anak yang telah diwawancarai bahwa ia akan merasa sedih saat kedua orang tuanya bercerai.

Perubahan Emosi Dari Anak Tersebut

Perceraian merupakan keadaan berpisahnya orang tua atau berpisahnya seorang istri dengan suaminya begitupun sebaliknya suami meninggalkan istrinya, sehingga anak hanya bisa memilih untuk tinggal bersama ayah atau ibunya. Dalam keluarga yang dinodai dengan perceraian membawa dampak yang berbeda bagi anak.

Menurut Crow & Crow (dalam Sunarto & B. Agung Hartono dalam Perkembangan Peserta Didik, 2008)pengertian emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Menurut Santrock (2007:6) emosi sering diistilahkan juga dengan perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang sedang berada dalam suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting olehnya, terutama well-being dirinya. Sedangkan menurut LeDoux dalam Beaty (2013:159) menjelaskan sebuah emosi merupakan pengalaman subyektif, invasi kesadaran yang bersemangat, sebuah perasaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan ungkapan perasaan dan merupakan bagian dari aspek afektif seseorang. Adapun perubahan emosi yang dialami oleh subjek dari hasil penelitian sebagai berikut :

  • Cemburu

Rasa Cemburu anak-anak pada umumya lebih sering tumbuh di dalam rumah (di dalam), contohnya anak ingin mendapatkan kasih sayang dan ingin diperhatikan lebih oleh orang tuanya sehingga ketika masing-masing orang tua sibuk dengan rutinitas anak akan merasa cemburu.

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan via :

“cemburu ke anak-anak yang lain bias barengan sama kedua orang tuanya terus”

Ia merasa cemburu dengan temannya yang mempunyai kasih sayang penuh kedua orang tuanya.

  • Sedih

Duka Cita atau Kesedihan merupakan ungkapan perasaan (emosi) kesedihan bisa diakrenakan kehilangan sesuatu, terjatuh, tersakiti dan lain sebagainya. Anak yang kehilangan keutuhan sosok kelurga akan merasa sedih.

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Sofiyah bahwa ia merasa sedih dengan apa keputusan orang tuanya sehingga membuat ia lebih sering mengurung dikamarnya.

“awalnya sedih, cuma ya mau gimana lagi kalo jalannya harus pisah ya udah aku ikhlas”

Dan pernyataan Gyna :

“sedih sih pasti, tapi ya biasa aja ehehh.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun