Bahkan saat persidangan korban diperhadapkan langsung dengan pelaku, Hakim tidak sama sekali memikirkan kondisi psikis korban ketika diperhadapkan langsung dengan pelaku. Perbuatan Hakim ini melanggar pasal 21 ayat (1) UU TPKS.
Untuk lebih lengkap, baca https://www.konde.co/2024/10/perkosaan-anak-di-manado-korban-melahirkan-8-pelaku-belum-ditangkap-aktivis-ajukan-amicus-curiae/.
Perlu kita ketahui bahwa seringan apapun bentuk kekerasan seksual, maka ia tetapah kekerasan seksual, korban tetaplah korban, korban bukan pelaku. Dan pelaku tetaplah pelaku, bentuk belas kasih jika pelaku masih dibawa umur tidak harus memberikan sanksi yang kecil bagi pelaku. Dengan iming-iming pelaku harus di edukasi. Bagaimana dengan kondisi korban? Apakah hanya ditangani begitu saja? Bagaimana dengan kondisi psikis korban? Apakah ditangani oleh negara? Bentuk tanaggung jawab negara kepada korban hanya sampai pada batas sanksi penjara dan uang bagi pelaku. Tidak sampai pada penanganan psikis korban.
Tulisan ini adalah bentuk keresahan saya terhadap korban penyintas kasus kekerasan seksual yang sampai sekarang tidak pernah di adili, se adil-adil nya. Negara harus berpihak pada korban kekerasan seksual, dengan mempertimbangkan sanksi sebaik-baik nya. Bukan semau-mau nya saja. Mari untuk saling memberikan edukasi bagi siapa saja yang ada di dekat kita. Sebab siapa saja bisa jadi korban, dan siapa saja bisa jadi pelaku. Bahkan orang terdekat sekalipun.
Dan untukmu Rahayu Arsy, tumbuh dan mekarlah seperti bunga yang sering kau sebut. Jadilah indah dengan proses yang tidak mudah.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI