Nama Wakatobi sudah mulai dikenal sejak Nadine Chandra Winata, diangkat sebagai duta Wakatobi oleh bupati wakatobi, Hugua, Wakatobi adalah singkatan dari beberapa gugusan pulau besar, Wangi-Wangi ,Kaledupa, Tomia dan Binongko. Pulau ini berbatasan antara laut Banda dan selatan laut Flores.
Keinginan menyelami laut wakatobi dimulai dari cerita beberapa orang teman yang sudah berkunjung kesana. Rasa penasaran saat melihat Nadine dalam sebuah tayangan televisi swasta, melayang diantara balik karang warna warni, ikan-ikan barracuda, schooling fish, bergerombol melintas dibalik siluet cahaya matahari menembus air wakatobi yang bening bak kristal. Seorang rekan bernama Seto Ariyadi yang menekuni bisnis wisata bawah laut, adalah diver yang sekaligus punya keahlian underwater fotography mengabadikan banyak foto-foto yang kemudian di share melalui instagram 'wakatobi dive trip' atau social media lain seperti facebook atau sekedar menandai (tag) dokumentasi  tamu-tamu yang meminta fotonya dibagikan melalui saluran social media.
Akhirnya keinginan itu tercapai setelah tiga orang teman mengajak untuk melakukan penyelaman di wakatobi, berangkat dari kota Kendari, naik kapal laut selama 8 jam perjalanan menuju Wangi-wangi.
Saat pertama kali tiba di Wakatobi, seorang Guide sekaligus instruktur penyelaman selama kami di wakatobi Seto Ariyadi menjemput kami di Pelabuhan Wanci, Ibukota Kabupaten Wakatobi. saya datang bersama tiga orang teman yang juga diver sebenarnya sudah tidak sabar untuk langsung ingin menyelam, karena perjalanan kami melalui laut memakan waktu cukup lama, Mas seto menganjurkan kami untuk beristirahat lebih dulu, jadwal dive dimulai esok harinya.
Setelah Sarapan kami lalu dijemput untuk bergabung dengan tamu lain yang juga ingin menyelam sambil menyiapkan peralatan penyelaman, kami hanya membawa peralatan standar ke wakatobi, pasalnya Mas Seto sudah menyiapkan, yah lumayan mengurangi beban perjalanan. Spot pertama adalah yang terdekat dari tempat kami menginap, namanya Sombu Jetty, sebuah dermaga berstruktur beton membentang lurus mendekati titik penyelaman, jadi di spot ini kita tidak perlu menggunakan kapal. Di bibir dermaga itulah kami melakukan briefing, instruktur Seto mendeskripsikan dengan singkat tentang struktur terumbu karang, jenis-jenis spesies unik, jenis coral dan tumbuhan yang akan kita temui dibalik wall, Entry point, kecepatan arus di beberapa tempat serta dimana exit pointnya. Penjelasan singkat itu cukup bagi penyelam yang sudah mengantongi lisensi diving dan akhirnya setelah mengecek kembali dive gear yang terpasang, kami mulai turun satu persatu melalui tangga yang tersedia disisi kanan ujung jetty.
airnya yang bening membangkitkan gairah, bahwa kita berada ditengah aquarium raksasa. satu persatu menghilang dari permukaan, BCD atau Bouyonce Compensator Device serupa rompi mengeluarkan gelembung-gelembung oksigen agar gravitasi menarik kita turun lebih dalam.
waauww adalah kata yang ingin terlontar tapi tersumbat oleh octopus yang melekat di mulut, kami hanya saling melempar kode dalam bahasa tubuh seperti ingin bercakap-cakap dibawah sana. keindahan bawah laut wakatobi memang indah dan para diver menyebutnya paradise atau surga.
bergerak lamban, melayang dan "menari" sunyi tapi semarak dengan keragaman biota, tidak jauh dari jarak kami sekumpulan bule dari agen trip yang berbeda terlihat mengeluarkan gelembung nitrogen dari balik punggungnya. owh ternyata bukan hanya kami di spot ini yang sedang menjelajah, mereka turun satu persatu dari sebuah boat putih milik sebuah resort di wakatobi. kami sempat berdekatan jarak disebuah fara-fara (istilah lokal sekumpulan bilah bambu yang dianyam, bekas tempat upacara 17 agustusan underwater pada saat Sail Wakatobi.
Dari penuturan mas Seto, di bulan-bulan tertentu misalnya bulan juni-juli ratusan turis mancanegara berdatangan untuk diving di wakatobi, sebuah capaian ecotourism yang luar biasa untuk sebuah pulau di ujung Sulawesi Tenggara yang lebih terpencil dari Kendari sebagai ibukota Provinsi.
setelah berkelana selama kurang lebih 50 menit, kapasitas tanki nitrogen mulai menipis hingga 50 Bar, kami mulai melakukan safety stop agar tidak terkena Decompresi, sebuah aturan baku dalam penyelaman sehat bergerak statis di kedalaman 5 meter selama 10 menit sesaat sebelum muncul ke permukaan.
saat satu persatu muncul, kita hanya saling melempar senyum sambil geleng-geleng kepala, nice trip buddy..hahh. lalu kami bergerak mendekati kembali jetty, disambut beberapa teman lain hanya sekedar snorkeling dipinggiran jetty.
Spot pertama selesai, hari semakin siang kami bergeser ke arah pantai, namanya Waha Cemara, pantai berpasir putih, beserta deretan pohon cemara dan pohon kelapa, sehingga nyaman untuk berteduh sambil santap siang yang disediakan oleh Mas Seto. Penjelajahan Spot Kedua pun tiba, semua peralatan kembali disiapkan, kali ini kami memakai kapal untuk menjangkau lokasi penyelaman lebih cepat meski jaraknya tidak begitu jauh dari bibir pantai kira-kira 500 meter depan pantai Waha Cemara.
Spot kali ini jauh lebih beragam, disinilah kami menemukan banyak tumbuhan Sea Fan (kipas laut) yang menempel di sepanjang wall dengan ukuran sangat lebar dan sedang. Dikedalaman 20 meter saya menengok keatas hamparan tebing cadas, alami, ekstrem tapi begitu memukau.
Penyelaman Spot kedua selesai, kami lalu diantar ke penginapan masing-masing untuk berisitrahat. setelah shalat subuh dan sarapan, peralatan kembali disiapkan, kali ini kami akan menuju sebuah pulau, Pulau Hoga. mobil jemputan datang dan membawa kami ke sebuah dermaga yang ramai dengan aktifitas masyarakat pesisir yang melakukan bongkar muat bahan sembako, semen, dan keperluan lain. dermaga ini ramai, hiruk pikuk para penumpang naik turun dari pulau satu ke pulau lain. beberapa toko-toko kecil dekat dermaga tempat kami berbelanja bekal selama di Hoga. Maklum di hoga tidak ada listrik maupun penjual makanan atau cemilan. yang ada hanya puluhan cottage yang disediakan untuk menginap beserta satu resto kecil tempat makan para tamu.
Perjalanan ditempuh kurang lebih 45 menit, melewati sebuah pulau berpenghuni, tampak banyak rumah-rumah warga permanen dan semi permanen berderet di dekat dermaga, jalan-jalan kampung yang tidak begitu lebar, beberapa motor atau ojek menuggu penumpang yang turun, pulau ini bernama Kaledupa, di pulau ini kami berganti kapal yang ukurannya lebih kecil khusus melayani rute menuju pulau Hoga yang berjarak tidak begitu jauh lagi, sesaat sebelum tiba di Hoga kami menyaksikan rumah-rumah penduduk bajo diatas laut berjejer rapi berstruktur kayu dan beratap rumbia dan alang-alang, melintas dan semakin menjauh.
Saat tiba Di hoga, kelihatan Gasebo berjejer di tepi pantai berpasir putih, air yang bening dan karang-karang yang memantulkan kilap-kilap pantulan cahaya matahari, kapal pun merapat di dermaga, barang-barang dan peralatan dinaikkan lalu kami menuju cottage yang telah disediakan.
Istirahat sebentar, beberapa teman lain memanfaatkan waktu untuk berfoto, tuan rumah menyapa dan menyiapkan tanki yang kami butuhkan. Hari mulai sore, kami bergegas menyiapkan peralatan kali ini dive gear berupa senter diperlukan untuk kebutuhan cahaya selama memotret objek yang terselip di tebing-tebing. Matahari sore yang mulai merendah cahayanya tidak lagi bisa menyinari kesemua objek dibalik dinding yang curam dan datar sehingga senter cukup membantu visibility dalam menangkap objek seperti ikan dan lobster atau kuda laut kecil serupa pigmy, lion fish yang berkamuflase dengan terumbu karang.
tanki meter menunjukkan low bar, kami harus naik ke kapal, matahari telah terbenam, hanya sisa-sisa cahaya yang membias di sepanjang horison dan langit sebelah barat pulau hoga. kapal lalu kembali ke dermaga menurunkan kami untuk selanjutnya mandi dan beristirahat di cottage masing-masing.
Saat malam tiba, Mas Seto mengajak para tamu untuk makan malam di ruang makan yang telah disediakan tidak jauh dari pondok, sebelum memasuki ruang makan, terlihat lukisan atau boleh juga disebut coretan-coretan beserta tanda tangan pengunjung yang pernah berkunjung di hoga, terlukis dan tampak beberapa turis asing yang berpasangan ditepi pantai, dibawah pohon, seorang anak yang menangis dijepit kepiting kecil dan berbagai kisah yang mungkin menggambarkan bahwa telah banyak orang yang sudah berkunjung ke pulau ini.
Beberapa teman lain yang sudah mengambil tempat lebih dulu mempersilahkan saya untuk masuk, Makan malam bersama rekan-rekan sesama tamu yang semakin akrab sambil foto bersama sebagai kenang-kenangan.
makan malam selesai, tubuh yang lelah ini terbayar rasanya setelah menikmati keindahan bawah laut wakatobi yang mempesona. saatnya beranjak ke peraduan, hanya ada cahaya dari sebuah lampu minyak yang menempel disudut kamar, rasa kantuk menghampiri,saatnya tidur. Besok harus bagun pagi untuk melanjutkan perlajanan ke Pulau lain.
Kami belum sempat ke pulau Tomia dan Marimabuk, karena keterbatasan waktu selama di wakatobi, Dua pulau yang banyak dikunjungi Diver Mancanegara. Kami berharap masih ada waktu yang akan membawa kami kembali menikmati semua yang ada di wakatobi. Amazing...yahh luar biasa rasanya bisa menyelam di laut wakatobi.
Bagi anda yang ingin menikmati wakatobi, silahkan kunjungi www.jelajahwakatobi.com atau facebook Seto Ariyadi, Mas seto akan menjamu anda dengan ramah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H