Mohon tunggu...
Arsyad RahmatullahSyamil
Arsyad RahmatullahSyamil Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

peduli terhadap isu terkait perubahan iklim dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Analisis Implementasi Akuntansi Ijarah Pada Bank Syariah Indonesia Tahun 2023

26 Desember 2024   23:30 Diperbarui: 26 Desember 2024   23:26 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Analisis Implementasi Akuntansi Ijarah Pada Bank Syariah Indonesia Tahun 2023

Penulis :

  • Arsyad Rahmatullah Syamil
  • Dr.Sigid Eko Pramono,CA

Program Studi Akuntansi Syariah

Institut Agama Islam Tazkia

Pengertian Akad Syariah

Akad syariah merupakan perjanjian atau kontrak yang disepakati oleh dua pihak atau lebih sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Akad ini bertujuan untuk menghindari unsur riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi), yang dilarang dalam Islam. Beberapa jenis akad yang umum diterapkan dalam lembaga keuangan syariah meliputi akad jual beli (murabahah), bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), sewa (ijarah), dan pinjaman tanpa bunga (qardh hasan). Akad ini menjadi dasar operasional dalam transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah.

Akad ijarah adalah kegiatan sewa-menyewa antara dua pihak dengan biaya yang telah ditetapkan. Istilah Ijarah berasal dari bahasa Arab “al-’Ajr” yang artinya “imbalan”, “kompensasi”, atau “substitusi”. Akad Ijarah juga dapat diartikan sebagai suatu perjanjian yang bertujuan untuk memindahkan manfaat (hak guna) suatu barang selama periode masa berlaku akad Ijarah, yaitu setelah pembayaran upah sewa, tanpa diikuti oleh pergantian kepemilikan atas barang tersebut. Dilihat dari fiqih, akad ijarah adalah kontrak untuk menyewa jasa orang atau menyewa properti dalam periode dan harga yang telah ditentukan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, akad Ijarah merupakan perjanjian penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna (manfaat) dari suatu barang, yang didasarkan pada transaksi sewa-menyewanya. Pihak penyewa disebut musta’jir sementara pihak yang menyewakan disebut ajir. Ijarah dalam konteks tradisional tidak membuat properti berpindah tangan.

Dalam dunia perbankan dan sektor keuangan, istilah akad ijarah adalah kontrak sewa properti seperti tanah, rumah, kendaraan bermotor dan lainnya, yang disewakan kepada seorang penyewa. Metode pembayarannya sendiri dilakukan dalam serangkaian pembayaran sewa dan pembelian, yang berujung pada perpindahan kepemilikan properti kepada pihak penyewa.

Dasar Fatwa Ulama dan Dasar Standar Akuntansi

Dalam memastikan kesesuaian praktik keuangan dengan syariah, lembaga keuangan syariah merujuk pada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa ini mencakup pedoman tentang berbagai akad, seperti fatwa mengenai murabahah, ijarah, dan mudharabah. Fatwa DSN-MUI menjadi dasar hukum yang mengikat bagi lembaga keuangan syariah dalam operasionalnya. Fatwa ini juga didukung oleh pandangan ulama internasional melalui lembaga seperti AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions).

Pedoman hukum dalam akad ijarah yakni:

  • Al-Qur’an
  • Surah at-thaalaq : 6 “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya.”
  • Surah al-qashash : 26 “salah seorang dari wanita itu berkata: wahai bapakku, jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapar dipercaya.”

  • Al- Hadist
  • H.R Ibnu Majah : “Berikanlah upah kepada orang yang kamu pakai tenaganya sebelum keringatnya kering.”

  •  UU Nasional & Fatwa Dewan Syariah Nasional
  • Tentang Surat berharga syariah Negara berdasarkan UU No.19 tahun 2008
  • Tentang Obligasi Syari’ah Ijarah berdasarkan Fatwa NO: 41/DSN-MUI/III/2004
  • Tentang Surat Berharga Syariah Negara berdasarkan berdasarkan Fatwa NO: 69/DSNMUI/VI/
  • Tentang akad sale and lease back berdasarkan Fatwa No 71/DSN-MUI/IV2008
  • Tentang Surat Berharga Syariah Negara ijarah sale and lease back berdasarkan Fatwa No: 72/DSN-MUI/VI/2008
  • Tentang SBSN ijarah asset to be leased berdasarkan Fatwa No: 76/DSN-MUI/ VI/2010
  • Tentang Ijarah Muntahiyah Bit at-Tamlik (IMBT) berdasarkan Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002
  • Tentang Pembiayaan Ijarah berdasarkan Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000

Selanjutnya, dari sudut pandang hukum yuridis, agar suatu perjanjian sewa-menyewa dapat sah, maka harus memenuhi pilar-pilar dan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Salah satu faktor terpenting dalam kasus ini adalah kedua pihak yang terlibat harus mempunyai kemampuan bertindak sesuai hukum. Artinya para pihak harus bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jahat (rasional) dan telah mencapai usia dewasa (balig).

Rukun-rukun sewa meliputi adanya para pihak sebagai subjek hukum (mujir dan mustajir), adanya harta yang disewakan dan harus ada perjanjian persetujuan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan syarat sahnya kontrak sewa adalah sebagai berikut:

  • Mu’jir dan musta’jir yang telah berakal, sehat, tamyiz , dan sedang tidak dalam tahanan.
  • Mu’jir merupakan pemilik sah dari barang sewa, walinya atau orang yang menerima wasiat (washiy) untuk bertindak sebagai wali
  • Pihak yang bersangkutan harus melakukan perjanjian terlebih dahulu, yang didamnya terdapat perjanjian sewa-menyewa dan tidak diizinkan adanya paksaan dikarenakan dapat berakibat batalnya perjanjian tersebut.
  • Objek yang telah disetujui harus jelas dan tepat yaitu benar-benar milik mu’jir.
  • Objek sewa menyewa boleh dipergunakan jika sejalan nilai kegunaanya barang/jasa tersebut.
  • Objek sewa menyewa dapat diserahkan
  • Objek yang diperjanjikan harus sesuai keamanfaatannya oleh agama.
  • diharuskan adanya bukti usia barang tersebut yang akan disewakan dan berapa harga sewa nya.

Jenis-jenis Akad Ijarah

Skema akad Ijarah adalah “menyewakan atau menyediakan suatu jasa dan barang yang bersifat sementara dengan imbalan berupa upah”. Di dalamnya terdapat jenis akad ijarah yang terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:

  • Akad Ijarah Thumma Al-Bai (AITAB)

Untuk Ijarah thumma al bai’, penyewa akan menyewa sebuah barang dan bertujuan untuk membeli barang tersebut. Sehingga di akhir masa sewa, barang tersebut menjadi hak miliknya.

  • Akad Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)

Akad Ijarah ini terjadi dimana suatu perjanjian atau wa’ad pemindahan hak milik atas suatu benda yang disewakan pada suatu waktu tertentu. Pengalihan kepemilikan dapat dilakukan setelah transaksi pembayaran atas objek Ijarah telah selesai.

Pengalihan kepemilikan kemudian bisa dilakukan dengan menandatangani akad baru yang terpisah dari skema akad Ijarah sebelumnya. Pembayaran pengalihan kepemilikan bisa dilakukan dengan hibah, penjualan, atau pembayaran angsuran.

  • Akad Ijarah Wadiah (AIW)

Perjanjian penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu. Akad wadiah memiliki dua jenis, yaitu Wadiah Yad adh-Dhamanah dan Wadiah Yad al-Amanah.

Akad wadiah Yad adh-Dhamanah mengacu pada penerima titipan yang dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya, dengan jaminan pengembalian utuh, saat si pemilik menghendakinya. Lain halnya dengan Wadiah Yad al-Amanah, si penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan barang titipan, selama hal ini bukan kelalaian atau kecerobohan penerima titipan.

Syarat dan Ketentuan Akad Ijarah dalam Ekonomi Islam

Dalam kegiatan sewa-menyewa, penting untuk kita selalu memperhatikan syarat-syarat dari akad ijarah, agar proses transaksi dapat terjalin dengan sah. Berikut adalah syarat-syaratnya.

  • Persetujuan dan Kesepakatan Para Pihak
  • Pihak penyelenggara akad, baik penyewa maupun yang menyewakan tidak atas keterpaksaan. Kemudian, orang yang tidak sah melakukan akad ijarah adalah orang yang belum dewasa atau dalam keadaan tidak sadar.
  • Barang atau Jasa yang Disewakan
  • Objek yang disewakan harus berwujud sama sesuai dengan realitas dan tidak dilebih-lebihkan, sehingga meminimalisir unsur penipuan.
  • Pembayaran Sewa atau Ijarah
  • Pemberian imbalan atau upah dalam transaksi Ijarah harus berwujud sesuatu yang dapat memberikan keuntungan bagi pihak penyewa.
  • Durasi dan Waktu Sewa
  • Waktu sewa ditentukan oleh kesepakatan antara peminjam dan penyewa. Namun, transaksi ijarah akan berakhir bila adanya cacat atau kerusakan pada barang sewa, meninggalnya salah satu pihak dan tujuan transaksi telah tercapai.
  • Tanggung Jawab atas Perbaikan dan Pemeliharaan
  • Tanggung jawab akad ijarah disesuaikan dengan jenis dari akad itu sendiri. Hal ini mencakup penerapan seluruh biaya yang keluar, maupun tanggung jawab atas perbaikan dan pemeliharaan yang sebelumnya telah disepakati oleh peminjam maupun penyewa.

 

 

 

Contoh-contoh Akad Ijarah dalam Praktik Bisnis

Akad ijarah dapat diaplikasikan pada beberapa industri, di antaranya industri properti, industri transportasi, dan industri perbankan.

  • Akad Ijarah pada Industri Properti

Contoh akad ijarah dalam bidang properti di Indonesia dapat kita lihat dalam Kredit Pemilikan Rumah (KPR), terutama KPR Syariah.

Pengaju KPR mencicil pembayaran rumah dalam periode tertentu, lalu menempati rumah yang dicicil tersebut (dalam artian menyewa rumahnya). Selanjutnya, kegiatan ini berujung pada kepemilikan rumah tersebut ketika proses cicilan selesai.

  • Akad Ijarah pada Industri Transportasi

Akad ijarah kendaraan operasional bisa dilihat dari penyewaan rental mobil. Akad ini dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh penyewa dengan saling menyetujui isi perjanjian. Isi perjanjian tersebut harus mencakup orang yang menyewakan mobil, penyewa mobil, ada mobil yang disewakan, dan ada uang sewa yang diberikan penyewa mobil kepada pemilik rental yang penjelasan dari awal sampai berakhirnya sewa menyewa.

  • Akad Ijarah pada Industri Perbankan

Penerapan akad ijarah pada industri perbankan bisa dilihat melalui layanan kartu kredit syariah. Pada akad ini, penerbit kartu dianggap sebagai penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu (nasabah). Dengan demikian, iuran keanggotaan harus dibayar oleh pemegang kartu.

Salah satu keuntungan yang bisa didapatkan dari penggunaan kartu kredit syariah, baik itu menggunakan akad ijarah maupun lainnya, pihak bank bisa memberi kepastian besaran cicilan yang tetap, dengan tujuan pertahanan terhadap suku bunga yang akan terjadi sewaktu-waktu.

Pemahaman mendalam terhadap pengertian, jenis-jenis, syarat, dan ketentuan akad ijarah sangat berguna untuk menghindari kerugian saat melakukan kegiatan sewa-menyewa.

Permasalahan dalam Implementasi

Meskipun akad syariah telah ditetapkan, implementasinya dalam lembaga keuangan syariah sering menghadapi berbagai permasalahan, seperti:

  1. Kurangnya Pemahaman Masyarakat: Banyak nasabah yang belum memahami sepenuhnya perbedaan antara akad syariah dan transaksi konvensional.
  2. Kompleksitas Pengaturan Akad: Beberapa akad memerlukan dokumentasi yang kompleks dan prosedur yang lebih panjang dibandingkan transaksi konvensional.
  3. Tantangan Kepatuhan Syariah: Ada kasus di mana lembaga keuangan syariah tidak sepenuhnya mematuhi prinsip syariah, baik karena keterbatasan sumber daya atau tekanan bisnis.
  4. Kurangnya SDM yang Kompeten: Ketersediaan sumber daya manusia yang memahami akuntansi syariah dan hukum Islam masih terbatas.

 

 

 

Analisa

Penerapan akuntansi ijarah di Bank Syariah Indonesia (BSI) pada tahun 2023 menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam mematuhi standar akuntansi syariah, khususnya PSAK 407. Akad ijarah, yang merupakan kontrak sewa menyewa tanpa transfer kepemilikan, menjadi salah satu produk unggulan BSI yang mendukung inklusi keuangan syariah di Indonesia.

Penerapan Akuntansi Ijarah

1. Kepatuhan terhadap PSAK 407: BSI telah menerapkan PSAK 407 secara konsisten, yang mengatur pengakuan, pengukuran, dan penyajian transaksi ijarah. Dalam laporan tahunan 2023, BSI mencatat bahwa semua transaksi ijarah telah dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan regulasi yang berlaku, termasuk fatwa DSN-MUI.

2. Kontribusi terhadap Kinerja Keuangan: Pada tahun 2023, BSI mencatat laba bersih sebesar Rp5,70 triliun, meningkat 33,88% dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini sebagian besar didorong oleh produk pembiayaan berbasis akad ijarah yang menarik bagi nasabah yang ingin memanfaatkan aset tanpa harus memilikinya secara langsung.

3. Inovasi Produk: BSI terus mengembangkan produk ijarah untuk memenuhi kebutuhan nasabah. Dengan memperkuat jaringan operasional dan layanan digital, bank ini berusaha untuk meningkatkan aksesibilitas dan kenyamanan bagi nasabah dalam menggunakan produk ijarah.

Kekurangan dalam Penerapan Akuntansi Ijarah

Meskipun penerapan akuntansi ijarah di BSI menunjukkan hasil positif, terdapat beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan:

1. Kompleksitas Transaksi: Pengelolaan transaksi ijarah sering kali melibatkan banyak pihak dan tahapan, yang dapat menyebabkan kesulitan dalam pencatatan dan pelaporan. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidaksesuaian dengan standar akuntansi syariah jika tidak dikelola dengan baik.

2. Kurangnya Pemahaman Karyawan: Salah satu tantangan utama adalah kurangnya pemahaman di kalangan karyawan mengenai standar akuntansi syariah. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas pencatatan dan pelaporan transaksi ijarah, yang penting untuk menjaga kredibilitas bank di mata nasabah.

3. Keterbatasan Sistem Informasi: Sistem informasi yang digunakan untuk mencatat transaksi ijarah mungkin belum sepenuhnya optimal dalam menangani kompleksitas data yang diperlukan untuk laporan keuangan. Keterbatasan ini dapat menghambat efisiensi dan akurasi dalam pelaporan.

Dalam rangka meningkatkan penerapan akuntansi ijarah, BSI perlu fokus pada pelatihan karyawan mengenai prinsip-prinsip akuntansi syariah serta memperbaiki sistem informasi untuk mendukung pengelolaan transaksi yang lebih baik. Ini akan membantu bank untuk tetap kompetitif dan memenuhi harapan nasabah di pasar keuangan syariah yang terus berkembang.

Penerapan akuntansi syariah di lembaga keuangan syariah menunjukkan perkembangan yang positif, tetapi masih terdapat tantangan besar yang perlu diatasi. Kesadaran masyarakat dan kepercayaan terhadap produk syariah terus meningkat, namun transparansi dan efisiensi operasional masih menjadi perhatian utama. Selain itu, adanya persaingan dengan lembaga keuangan konvensional sering memengaruhi fleksibilitas lembaga keuangan syariah dalam menerapkan prinsip syariah.

Di sisi lain, standar akuntansi syariah telah memberikan landasan yang kokoh untuk pencatatan transaksi, tetapi implementasinya masih menghadapi hambatan karena kurangnya harmonisasi dengan regulasi internasional. Selain itu, pengawasan oleh otoritas keuangan syariah perlu ditingkatkan untuk memastikan kesesuaian dengan prinsip syariah secara konsisten.

Solusi dan Rekomendasi

  1. Edukasi Masyarakat: Meningkatkan pemahaman masyarakat melalui sosialisasi dan literasi keuangan syariah.
  2. Peningkatan Kompetensi SDM: Mengadakan pelatihan dan sertifikasi bagi tenaga kerja di sektor keuangan syariah.
  3. Penguatan Pengawasan Syariah: Memperkuat peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) di setiap lembaga untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip syariah.
  4. Digitalisasi Proses Akad: Mengembangkan teknologi digital untuk menyederhanakan proses akad tanpa mengurangi nilai syariahnya.
  5. Harmonisasi Standar: Mengintegrasikan standar akuntansi syariah dengan standar internasional untuk meningkatkan daya saing global.
  6. Kolaborasi dengan Akademisi: Mendorong analisis akademis untuk inovasi produk keuangan syariah yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Kesimpulan

Pada analisis ini mengangkat implementasi akuntansi akad ijarah melalui produk pembiayaan bank syariah di Indonesia, yang berlandaskan pada PSAK 407. Ijarah adalah suatu perjanjian sewa-menyewa yang tidak melibatkan transfer hak milik atas aset. Dalam praktiknya, pelaksanaan akad ijarah di bank syariah telah sesui dengan prinsip-prinsip syariah, baik dalam hal pengukuran, pengakuan, pengungkapan, maupun penyajian.

Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan akad ijarah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap inklusi keuangan syariah, Serta mencerminkan tingkat kepatuhan yang baik terhadap regulasi yang berlaku, seperti fatwa DSN-MUI dan PSAK 407. Meskipun demikian, tantangan utama yang dihadapi adalah kompleksitas dalam pengelolaan transaksi ijarah serta kebutuhan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan akuntansi syariah di kalangan praktisi industri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun