Mohon tunggu...
Arsyad Salam
Arsyad Salam Mohon Tunggu... -

http://arsyadsalam.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sebuah Roman Sebuah Penyelaman Batin

7 Agustus 2011   12:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:01 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pergesekan Feodalisme dan Rasionalitas yang Tragis

Sebuah tradisi bagaimanapun pada suatu ketika akan menghadapi benturan zaman yang pedih. Pada saat rasionalitas alias akal sehat berkuasa atas pikiran,  segala soal akan disederhanakan menjadi kategori-kategori yang harus bisa diterima akal sehat itu.

Perbenturan  antara feodalisme dengan akal sehat itu sangat kentara dalam roman tetralogi pertama Pramoedya Ananta Toer : Bumi Manusia.

Pergeseran seperti itu, memang tak bisa dihindari. Zaman menginginkan perubahan. Orang resah dan mencari jawab. Dan modernitas dengan anasir rasionalitas pun jadi pegangan bagi sebagian orang.

Minke, sang tokoh utama Bumi Manusia memang adalah pribumi tulen. Tetapi seluruh tindak-tanduk, daya pikir dan imajinasinya adalah adalah eropa seutuhnya. Eropa yang menjunjung tinggi bekerjanya akal sehat dalam anomali pikiran itu, sungguh mengguncangkan jiwanya.

Kita lihat misalnya adegan pertemuan Minke dengan sang ayah yang tak lain adalah pejabat feodal pribumi. Di sini Minke menghadap  bersujud sembari merangkak-rangkak. Sebuah tradisi yang menurut Minke menghina martabat manusia dengan merendahkan diri serendah-rendahnya dengan tanah. Budaya apa ini? Saya bersumpah anak cucuku tak kurelakan melakukan ini, begitu batin Minke.

Sebuah adegan sentimentil yang tragis. Perbenturan dunia tradisional feodal dan modernitas akal sehat. Di sinilah Pramoedya menunjukkan bahwa tak ada perlunya mempertahankan tradisi yang menghambakan diri di hadapan orang lain. Termasuk kepada pihak kolonial.

Roman ini oleh karena itu mengajak kita melakukan penyelaman batin ke dalam sanubari kita sendiri sejauh mana dan bagaimana kita melihat anasir feodal tradisional dengan modernitas yang menjunjung tinggi rasionalitas itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun