Ini buku sedang on fire di Kota Makassar, ratusan endorsement di media sosial. Pula ditenggerkan di kolom khusus "PODIUM" berjudul: "Buku dan Profesor Arsunan". Hasrullah Firadaus-lah pemilik kolom itu yang telah lama sekali ia menjagai kolom istimewa itu di Harian FAJAR, Makassar. Empat penekanan Hasrullah di sini: 1). Relasi sosok Soe Hok Gie dan Arsunan. 2). Moral Force gerakan mahasiswa era 80-an. 3). Pemberontakan cendekiawan 4). Kisah naik-turun gunung si penulis buku. Buku itu sendiri memilih judul: "Mengalir Melintasi Zaman". Malahpun, Arlin Adam (alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat-Universitas Hasanuddin, kini menjabat Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Pejuang Republik Indonesia) mengapresiasi judul buku ini: "Prof.Arsunan pandai memilih judul buku", sahutnya kepada penulis yang juga Kompasianer Makassar ini. Selekas juga penulis menyahut: "Saya kerap membaca buku dari judulnya, semuanya biasa dan umum.. Buku menjadi luar biasa adalah teknik menuliskannya di tiap-tiap lembar dan halaman".Â
Ucapanku ini, mengadopsi perkataanku kepada tiap mahasiswa (i) Strata Satu (S-1) yang mengajukan judul penelitian kepadaku dan kulayani dengan bahasa seperti ini: "Judul penelitian itu seluruhnya biasa saja. Isi penelitianlah membuatnya luar biasa!". Buku ini, pun menjadi halaman OPINI di Harian Tribun Timur, Makassar: "Chunank, Gie dan Gerakan Mahasiswa" dibuah-penakan oleh Rustan Ambo Asse. Tutur Rustan di opininya: "Kini mozaik dinamika dan romantika kemahasiswaan itu telah diikat dan abadi, ditulis dalam buku dan dibaca oleh banyak orang serta bangkit sebagai kekuatan kebenaran, seolah-olah apa yang terjadi pada saat itu sejatinya adalah palu godam yang siap menghantam benak para akademisi, para dosen, dan eksistensi pergerakan mahasiswa masa kini. Bahwa kampus hakikatnya bukan hanya tempat melahirkan lulusan sarjana yang ber-IPK tinggi, tapi kampus adalah miniatur demokrasi. Tempat membentuk karakter yang kuat sebagai mahasiswa".
"Watak ketimurannya tak lekang oleh segala cuaca. Ini tokoh agak 'rumit'. Pandai mengelola ritme pergaulan di pelbagai lini" Muhammad Arsyad Rahman, Dosen Unhas/Kompasianer aktif
Lalu pembaca barangkali saja menaruh tanya: "Lantas mana trik klasik seperti judul tertera di atas? Maka, penulis menjawabnya dengan pandangan terselubung terhadap sosok penulis buku itu. Perkara-perkara memasarkan buku adalah perkara umum, seumpama mengiklankan di media sosial, whatsapp, twitter dan se-species-nya ataukah cara-cara lain yang sifatnya -mulai dri bujukan sampai pemaksaan- dan semacamnya. Penulis dan barangkali juga Anda kerap 'dikagetkan' dengan teknik-teknik seperti ini.Â
Namun, ada sudut lain yang penulis temukan pada Prof.Dr.Andi Arsunan Arsin bahwa ia sukses melakukan investasi emosional kepada khalayak baik kolega, mahasiswa, keluarga, teman sejawat, pembesar-non pembesar. Dia ini humanis! Penulis sangat meyakini ini faktorial yang teramat signifikan terhadap 'Best Seller' Mengalir Melintasi Zaman.
Tualang A.Arsunan Arsin, di sini, berkisah era yang berlalu. Ini literasi magis! Peletakan gaya bahasa, tak berjarak antara penulis dan pembaca. Prosesor bahasa di buku ini amatlah bersahaja. Tak rumit! Kemasan kalimat putra Andi Arsin-Sumarti Hasanuddin ini, tiada perlu memaksa kening pembaca dalam kerutan. Tak perlu luangan waktu khusus untuk menyiangi buku ini, cukup duduk relaks dan pembaca akan memapasi aksi A.Arsunan Arsin dalam mogok makan, tak mogok minum. Ini kelucuan dalam serius dan keseriusan dalam lucu (Hal.81).
Hadir ragam gerakan ide, langgam dinamika dus tanggungjawab atas deretan tindakan A.Arsunan Arsin, di masa nan lalu. Pulalah, terkuak kisah lemparan liar sepatu Hasan Walinono ke sekauman mahasiswa dalam prosesi posma (opspek zaman old). Sang rektor dalam murka! Ada parodi di sini, musabab sepatu rektor disetengahtiangkan, sepatu itu raib tak berimba. Sayang, tak seorangpun memuseumkan sepatu berkandung sejarah di era 'G-80-an' itu.
Buku bergenre autobiografi ini, dihantar sekaligus bikin bangga Rektor Universitas Hasanuddin: "Berpikir Merawat Impian", tulis Prof.Dwia Aries Tina Pulubuhu, di buku itu selaku apresiasi kepada penulis. Pada ruas-ruas buku ini, seolahlah penulisnya melontar pesan; setiap insan telah siaga berarung samudera hidup. Yang tertinggal ialah mau arungi sepenuh atau setengah hati!
Di halaman 70, pembaca akanlah tertegun, kala A.Arsunan terima aksara sarkas dari petinggi dekanat:"Arsunan itu brengsek tapi baik orangnya...". Aturan alam dan teori kesan -yang membekas cumalah kata brengsek- bukan kata yang lain. Manusiawilah jikalau Alwy Rahman, pula meringkus ucapan itu di bait-bait indah di prolog buku ini. Ini salah satu peristiwa majas ironik di "Mengalir Melintasi Zaman". Mestinya Chunank --sapaan akrabnya- sudah game over and down di tempat itu. Peresensi ber-alhamdulillah karena ahli epidemiologi itu, tertemukan di sana, malah ada puisi telah sedang bersalin: "Meilan". Ini teknik lain A.Arsunan dalam berdemonstrasi. Terciduklah multi-talenta, ia bisa menjajal organisasi, sanggup belajar serupa mahasiswa lainnya, juga dapat bersentuhan dengan cinta-asmara bak pemuda lainnya. Katakanlah itu Dilan 1980! Soe Hok Gie, pun begitu. Tiba sisi-sisi puitika pada dua tokoh mahasiswa berlainan jaman itu. Chunank memang suka Gie, jua Rendra.