Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nyanyian Pilu Orang Terinfeksi HIV di FKM UPRI Makassar

16 Maret 2016   00:51 Diperbarui: 17 Maret 2016   03:37 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Dr.Arlin Adam (Dekan FKM UPRI), Mas G dan Penulis (Foto;Muhammad Azwar Risman)"][/caption]

15 Maret 2016, sore itu. Kujemput seorang lelaki berusia 30-an di pelataran Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Pejuang Republik Indonesia (UPRI) Makassar, kuinisialkan ia sebagai Mas G. Wajah manis, terbalut spirit hidup yang lebih dari rerata manusia. Berkesempatan tertawa bersama plus pelukan sebelum Mas G menuju ruang Dekan FKM UPRI Makassar. Adalah Dr. Arlin Adam menghangati Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) itu. Dari rupa yang ceria itu, Mas G sempat heningkan suasana, saat ia bernyanyi pilu bahwa ia dan teman-teman, sesama penderita AIDS masih akrab dengan pengucilan-pengucilan di tiap maps dan zona. Pun penulis turut tertegun dan setengah tertunduk atas ucapan-ucapan murni dari penderita AIDS bernama Mas G itu. Kuanggap saja perlakuan yang diterima oleh saudaraku/saudara kita semua, Mas G seperti "Kisah Lama Bersemi Kembali".

Relatif jelas bahwa segala ini adalah deskripsi perilaku diskriminatif terhadap penderita AIDS semacam Mas G yang berdomisili di Jakarta ini. Sebagai penghantar bacaan di artikelku, kali ini. Mas G (sejak november 2015) beraksi seorang diri yang bertajuk: "Langkah Kaki Jelajah Negeri Cegah Penularan HIV". Mas G melakukan ini, untuk sebuah misi kemanusiaan sesama penderita AIDS: "Memberi support kepada sesama penderita!", deklaratifnya.

Lelaki itu telah start berjalan kaki, mulai di Jakarta, november silam. Rangsel di punggung dengan kain bendera Merah Putih Indonesia dan sebuah 'banner' seruan kepada warga yang dilewatinya dan foto diri Mas G yang melekat pada seruan pro kemanusiaan itu. Alangkah luar biasanya lelaki ini, betapa mulia misi kemanusiaan dari seorang penderita AIDS yang kelahiran Jawa Timur ini. Menjadilah pemandangan ini, unik! Sebab penderita sendiri yang melakukan seruan dan memutari nusantara, berkeliling negeri yang ia sebut Jelajah Negeri. Sebuah inisiasi yang butuh kenekatan dan sedikit 'kekonyolan' bagi seorang yang sedang 'sakit' dari tinjauan medikal. Tetapi, jiwanya begitu kuat. Tiada luka di batinnya. "Saya bahagia saat ini dan saya ingin bahagia selamanya", ucapnya dengan mata berbinar.

[caption caption="Mas G dan Penulis (Foto: Pak Zey Balombong, Makassar-15 Maret 2016)"]

[/caption]

Berikutnya, Dekan FKM UPRI Makassar, yang seorang expert di area HIV/AIDS Nasional, FKM UPRI yang lekat penguatan pemberdayaan manusia dan public health for all tanpa kecuali, sepenuhnya memberi dukungan moril, motivasi dan juga dukungan kantong pribadinya yang dimasukkan di kantong Mas G.

Arlin paham sepenuhnya apa yang diderita oleh Mas G. Dua derita dahsyat yang menerpa Mas G yakni: Derita jasmani oleh serangan virus, dan yang kedua; derita batin yang ditimpakan padanya atas stigma buruk/negatif oleh masyarakat. Lalu, apa yang salah dari semua ini? Jawabku,  tiada yang salah. Segalanya telah terjadi! Tak mainstream lagi untuk berada di kubangan saling salah-menyalahkan! 

Orang dengan HIV/AIDS atau orang (tak) dengan HIV/AIDS, jenisnya sama, tiada beda, keduanya disebut manusia. Tentunya! Perumpamaan dedaunan, tak semua utuh. Penyempurna daun lain bila satu-dua daun yang termakan ulat atau dipatok burung kecil. Itulah equilibrium kehidupan dan jua keseimbangan dunia. Telah ditentukan timbangan-timbangan dalam dinamika hidup dan bahkan cara menuju akhir hidup itu. Tampak filosofis kalimat ini tetapi penulis belum gagal memahami hakikat di paragraf ini. Bahwa Mas G terjangkit virus bukanlah tanpa alasan, tetapi juga tiada pernah menjadi cita-cita dan inginnya. Suratan jua yang membawanya, ke sana!

Hal ikhwal yang mengharukan di balik nyanyian pilu Mas G bahwa ia begitu kuat membawa diri dan kehidupan itu sendiri wajib berlanjut, seberat apapun persoalannya. Demikian yang penulis sempat tangkap dari obrolan tangis di balik tawa Mas G di ruangan dekan itu. Misi elok nan rupawan yang dipatri oleh Mas G, bukanlah misi biasa atau sekedar campaign kamuflase. Seolah hadir pesan terselubung dan hidden agenda bahwa jangan pernah tertawan oleh perilaku berisiko akan ancaman laten (virus yang mematikan itu). Itu adalah problem heavy weight, dan Mas G bertekad menuntaskan problematika hidupnya dan menyeru penuh seluruh kepada kawan-kawan sependeritaannya: "Bila tak mau ada masalah, ya itu mustahillah", seloroh bermagnet dari pria yang sempat jualan bergerobak dan pernah menjadi security ini.

Ketika penulis merengsek pada pertanyaan yang tak biasa:"Apakah Mas G tidak melakukan kampanye saat jualan di Jakarta dan apakah Mas G tak membuka diri sebagai ODHA?". Saat itu, Mas G berkernyit dan menjawab dengan wajah sepertinya sedih: "Calon pembeli akan lari semua jika mereka tahu siapa aku!", lirihnya.

Itu hantaran kalimat natural dari Mas G, ia sudah cukup mengenal fakta sosial budaya di seputarnya. Bahkan ia 'main hantam kromo' bahwa semua lapisan masyarakat menyudutkannya dengan pelbagai sebutan-sebutan yang minus apresiasi kemanusiaan. Tak elok jika penulis tautkan persepsi orang-orang terhadap penderita HIV/AIDS di sini.  Selanjutnya, Mas G akan berkeliling Indonesia, estimasi akan berakhir di tahun 2017. Ada satu cita-cita hebat dari seorang Mas G, ia akan menulis sebuah buku dari perjalanannya dari satu kota ke kota lainnya, dari satu daerah ke daerah lainnya, dari satu kampus ke kampus lainnya bahkan dari satu NGO HIV/AIDS ke lainnya. Dan juga akan menuliskannya sesuai tuturan alam yang dilaluinya, sabda-sabda kaki yang digerakkannya. Maka wajarlah jika Mas G sempat bertutur bahwa ia tak punya apa-apa untuk gerakan peduli HIV/AIDS di negeri ini. Ia tak punya uang, pun tak punya kuasa, dan juga tak punya kemampuan apa-apa! Ia hanya punya dua kaki untuk 'disumbangkannya', menjadi dedikasinya kepada kawan-kawannya sesama penderita. Maka, kedua kaki itulah digerak-langkahkan untuk sebuah misi kemanusiaan. Itulah alasannya mengapa di punggungnya, ada warna merah tertuliskan: LANGKAH KAKI....JELAJAH NEGERI...CEGAH PENULARAN AIDS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun