Belum lagi, jika penulis itu adalah penulis-penulis yang piawai menasehati orang dalam tulisannya....Eh, taunya termakan oleh nasehatnya sendiri. Entar termakan ame buaya tuh! Canda.co.id
So, hematku menulis itu, dan komentar itu, saling menguatkan. Di sana hadir perjamuaan, dan rupa-rupa orang ada di sana. Tiadakah kita berbahagia jika acara kita seperti pesta pernikahan dan banyak orang hadir. Lalu apa kesan hadirin jika si empunya acara cuekin tetamunya. Kapok deh!
Oopps sorry, artikel selingan ini, janganlah kelewat ditanggapi. Hanyalah sekadar artikel ajak-ajakan kepada kawan-kawan yang kurang rajin melayani komentar. Dan, ini artikel keduaku tentang perlunya layanan komentar agar tercipta tegur sapa yang dinamis-enjoy-stabil. Karena apa lagi? Karena Lamarck, teori penyusutannya berkata bahwa organ-organ makhluk hidup akan pelan-pelan hilang jika tak sering digunakan.
Kata Lamarck, ular itu dulu punya kaki, tapi ular lebih suka melata saja dan tak menggunakan kaki, hingga kaki-kaki ular disfungsi dan hilang dari tubuh dan rangka anatomiknya. Jadi, budaya ular yang berjalan tanpa kaki, itu merugikan dirinya sebab kehilangan organ yang selama ini menemaninya. Jadi, jangan percaya bila ular bisa menendang dengan kaki.
Begitupun penulis atau blogger Kompasiana, bila jarang-jarang balas komentar, maka selera balas komentar itu akan lenyap. Dan akhirnya semua dianggap biasa. Begitulah sebetulnya budaya, diawali hal biasa dan menjadi perkara luar biasa. Dan artikelku ini, biasanya sih menyindiri diriku sendiri. Lalu, luar biasanya bila artikel ini menjadi indahan bagi orang lain ataupun kawan-kawan di sini!
Makassar, 7 Desember 2015
@m_armand